Hagen memasuki pintu rumah yang terlihat seperti kastil di perbukitan petunia.
Seorang pria paruh baya bernama Baron Caldewell tampak menyambut kepulangannya dengan wajah khas yang serius tanpa senyuman.
Pria berparas keras itu mempersilahkan tuannya masuk ke dalam sembari menawarkan minuman segar.
“Jika aku tahu anda datang sekarang, kami pasti sudah menyiapkan makan malam,” ucap Baron, butler kepercayaan keluarga Hagen sejak dua generasi sebelumnya.
Pria itu bahkan sudah melayani kakek dari Hagen yang sudah tiada sejak dua puluh lima tahun lalu. Saat itu, Baron muda terlihat jauh lebih ramah dibandingkan ekspresi yang selalu menghiasi wajahnya sekarang.
“Tidak perlu, aku hanya singgah sebentar,” ucap Hagen yang meninggalkan butlernya itu di bawah tangga.
Dia terus berjalan menuju lantai dua mencari-cari satu sosok yang menjadi alasan kedatangannya ke Kastil Petunia.
Namun, karena tidak menemukan wanita
Saat IniPeringatan: Bab Ini adalah sambungan dari prolog, kisahnya merupakan kelanjutan dari prolog.BAB 64Camellia yang baru saja ditinggalkan oleh Hagen hanya bisa menatap lantai dengan tatapan sendu. Bulir air mata yang telah mengering sejak tadi terasa seakan menyakiti pipi. Bahkan, rasa dingin dari sela-sela robekan baju perlahan menusuk ke tubuh.Gadis delapan belas itu semakin menunduk dalam ketika seorang polisi muda melewatinya. Dia berusaha untuk tidak terlihat, dan mencoba mengabaikan sekitar.Kini, rasa lapar pun mulai memilin perut yang belum diisi sejak siang. Dengan tangan bergetar, Camellia memegangi bagian tengah tubuh yang tadi terekspos paksa akibat pergulatan sebelumnya.Dia hendak menangis lagi, saat tiba-tiba sepasang sepatu berwarna cokelat tua berada dalam jarak pandangan.Tahu bahwa itu pemilik sepatu yang berbeda dari sebelumnya, Camellia pun mendongak hanya untuk mendapati Brandon berdiri di hadapan dengan
Sebuah sapu tangan disodorkan di depan wajah Camellia, yang seketika membuat tangis gadis itu menjadi reda. Dengan tatapan bingung, dia pun melirik kea rah Hagen yang tampak sangat tenang ketika menyetir mobil.Pria itu juga memberikan privasi pada Camellia, membuat gadis itu sedikit terpaku.Dan saat itulah dia menyadari kemana arah mobil yang pria itu bawa.“Aku tidak ingin ke rumah sakit, please,” gumamnya sembari menatap ke arah Hagen yang memelankan laju kendaraan sebelum akhirnya pria itu memutar arah di sebuah persimpangan lampu merah.“Terima kasih,” ucap Camellia yang perlahan menundukkan kepala dengan kedua tangan saling memilin.Namun, sentuhan Hagen di atas kepalan tangannya cukup mengejutkan Camellia.Gadis itu melirik ke arah pria yang berada di sebelah. Dan saat itulah dia menyadari bahwa diam-diam Hagen memperhatikan setiap tindak-tanduknya.Namun dengan cepat Camellia menepis semua perasaan itu
Perlahan-lahan mata gadis itu terbuka. Dengan tatapan sayu, dia menatap tepat ke mata obsidian Hagen yang mengkilat. Bahkan, masih dalam pengaruh ciuman keduanya, gadis itu seakan terpaku.Remasan tangannya yang tadi memegangi jas pria itu akhirnya merenggang. Dengan tangan sedikit gemetar, dia mencoba terus memegangi baju Blake Hagen.Ketika bulu matanya mengipas hingga rebah di pipi, barulah Camellia bisa menemukan suaranya kembali.“Apa...,” gumamnya, sedikit kebingungan.Begitu otaknya mulai bekerja dan mencerna yang barusan terjadi, seketika tangan gadis itu berada di udara dan sebuah tamparan pun mendarat di permukaan pipi maskulin pria itu, yang pada akhirnya membuat Camellia harus menutup mulut dengan kedua tangan.Dikarenakan dia juga tidak mengira bisa serefleks itu.“Oh, ma-maaf kan aku!” pekiknya dengan ekspresi terkejut.Buru-buru Camellia memegangi wajah Hagen untuk memerikasa pipi pria itu, namun
Camellia diperkenalkan dengan dua kepala pelayan di kastil Petunia. Mereka adalah Hestia dan Baron. Namun, keduanya diam-diam menatap ke arah Camellia dengan ekspresi yang menunjukkan ketidaksukaan.Dan anehnya, saat di depan Blake Hagen, pandangan kedua orang itu pun berubah, seolah-olah mereka menerima dan menyambut Camellia dengan suka cita.Tetapi, ketika pria itu berbalik, wajah-wajah yang terpasang di sana seakan memusuhi dirinya. Membuat Camellia bertanya-tanya, apa yang salah.Dan barulah saat mereka tiba di kamar yang hendak Camellia tempati, Blake Hagen sedikit memberikan jawaban melalui percakapan mereka.“Hestia sudah membesarkanku sejak aku masih balita, begitu pula dengan Baron yang sudah bekerja dalam keluarga ini selama puluhan tahun sejak kakekku ada.&rdqu
“Sampai kapan kau menahanku di sini?”Suara sendok dan garpu yang tadinya mengisi kesunyian di ruang makan akhirnya diinterupsi oleh pertanyaan barusan.Hagen yang sejak tadi fokus pada makanan di depan perlahan-lahan mengangkat kepala dan menoleh ke arah Camellia yang menunggu jawaban.Ini adalah hari ke tiga dia menahan gadis itu di Kastil Petunia, dan tampaknya bibir ranum itu tiada henti menyuarakan protes.“Apa kau sengaja membawaku ke sini untuk menahanku lagi?” tanya gadis itu.Bahkan, pria itu juga membatalkan pesta yang seharusnya mereka hadiri dua hari yang lalu dengan alasan sangat klasik.Malam sebelum acara pesta Hagen mengatakan; “Ka
Tangan Camellia memegangi genggaman Hagen dengan erat, sedangkan matanya melirik ke sekitar, pada beberapa pria yang memadati ruangan.Gadis itu tidak mengerti, mengapa Hagen membawanya ke sebuah pertemuan rahasia yang hanya dihadiri beberapa pria elit di kota.“Kenapa kau membawaku ke sini?” bisik gadis itu sembari menatap sekitar, pada wajah-wajah yang familiar.Mereka adalah orang-orang yang cukup dikenal di Lancaster dan juga Denver. Bahkan ada beberapa pria yang sangat dekat dengan ayah Camellia, tetapi setelah skandal korupsi yang mencuat di media, entah mengapa orang-orang ini tidak tampak batang hidungnya.“Aku membutuhkan seseorang yang bisa menjadi teman kencanku,” ucap pria itu sembari merendahkan tubuh agar bisa berbisik dengannya.
Camellia merasakan sakit di sekujur tubuh, terutama pada bagian lengan dan kepala. Belum lagi punggungnya yang terasa seperti dikuliti, membuat gadis itu menangis tertahan karena kesakitan.Hanya suara Hagenlah yang memenangkan gadis itu, meredakan tangisan yang tadinya hendak pecah.“Apa lagi yang terluka, Princess? Beritahu aku bagian mana yang sakit,” ucap Hagen cemas sembari memeriksa setiap jengkal tubuh Camellia.Dengan sedikit tersedu, gadis itu mengulurkan tangannya ke depan untuk memperlihatkan beberapa cakaran di tangan.Melihat itu, seketika Hagen ingin mencari wanita-wanita tadi. Dia tidak terima melihat luka dan goresan di tubuh Camellia.“Kepalaku sangat sakit,” isak gadis itu yang menyadarkan Hagen bahwa ada beberapa helai rambut di lantai.Pria itu pun memegangi kepala Camellia dan memeriksanya cepat. Meskipun rambut gadis itu tampak acak-acakan, tetapi untungnya tidak ada yang botak sehingga dia berna
Wajah Edgar Duncan yang terlelap melegakan hati Camellia. Setidaknya dia dapat melihat sang ayah untuk waktu yang cukup lama, meskipun dalam keadaan tertidur pulas setiap harinya.Untuk sesaat, Camellia merasa sedikit terbantu dengan biaya pengobatan yang Hagen berikan bagi sang ayah, namun gadis itu tahu bahwa tidak ada makan siang yang gratis. Sehinga Camellia pun masih dibayangi oleh kemungkinan terburuk di masa depan.Mungkin setelah dari sana, dia akan pergi ke tempat Brandon untuk membicarakan tentang apa yang hendak dia lakukan ke depannya.Dan baru saja gadis itu beranjak dari kamar perawatan tersebut saat tiba-tiba dia melihat seorang wanita yang sangat familiar tengah duduk di bangku tunggu, tepat di luar kamar perawatan ayahnya.Seketika rasa marah menguasai hati Came