Seperti membalas perlakuan Juan kala itu, Chloe pun akhirnya membentak Juan dengan satu buah kata. Dan rupanya itu cukup membuat dua orang lelaki di sekelilingnya ini terperanjat di tempat. Alex makin menempel pada tembok layaknya seekor cicak dengan wajah ketakutan, sedangkan Juan justru membeku di tempat. Juan memang sudah sering melihat Chloe kesal, tapi tidak pernah sampai membentak seperti ini. Terlebih jika dilihat berdasarkan posisinya, tidak mungkin juga mahasiswa membentak seorang dosen tepat di depannya. Oleh karena itu, tidak heran jika Juan terkejut.
Meskipun telah berteriak, sayangnya tidak langsung membuat Chloe lega. Dadanya justru semakin sesak. Tangannya pun perlahan mulai menggapai dada bagian kanannya. Juan yang kembali berkesempatan melihat gerak-gerik Chloe tersebut—seperti yang pernah dia lihat sewaktu menemukan Chloe di tangga darurat, juga sewaktu bertemu dengan Chloe di lanta
Alex membuka pintu taksi yang baru saja berhenti di depan lobi The Andromeda Residence. Memegangi pintunya selagi menunggu Chloe mendekat, sebab perempuan itu benar-benar melangkah dengan tidak semangat hingga tertinggal di belakang."Kak Alex benar mau antar aku ke Seirios?" tanya Chloe kembali memastikan sebelum masuk ke dalam taksi."Ngga," jawab Alex tanpa basa-basi. "Gue rasa lo pasti lagi mau sendirian dulu. Lagi pula, kebetulan gue juga ada urusan dan mau langsung pergi aja. Tapi lo jangan lupa makan siang. Nanti kapan-kapan, kalau lagi sama-sama free, kita makan siang bareng."Chloe menyampirkan rambutnya ke belakang telinga. Kedua sudut bibirnya tertarik tipis. Mimpi apa dia sehingga bisa-bisanya dikelilingi oleh or
Andai Chloe tahu ucapan Nathan kala itu adalah semacam firasat, tentu Chloe tidak akan langsung meninggalkannya begitu saja, sebab masih banyak hal yang ingin dibicarakan perihal Juan. Namun, apa daya, kematian seseorang memang tidak ada yang tahu. Tidak bisa diubah pula. Yang bisa dilakukan kini hanyalah menerima dengan lapang dada dan sebisa mungkin mengingat serta menyimpan dengan baik segala memori yang pernah dibuat bersama, agar yang pergi meninggalkan itu akan tetap terasa hidup."Jadi, apa kamu bisa bantu saya menghubungi Juan?" tanya Sang Anak Ketiga."Oh, iya." Chloe mengeluarkan ponselnya. "Saya bisa coba bantu hubungi Pak Juan."Sang Anak Ketiga menghela napas lega. "Terima kasih. Saya ke dalam dulu sebentar."Chloe mengangguk pelan. Jika bukan karena h
Acara pemakaman telah selesai. Sekumpulan orang yang mengantar Nathan ke tempat peristirahatan terakhirnya tampak sudah mulai membubarkan diri. Tersisa para anggota keluarga yang masih setia di tempat. Seakan belum ingin meninggalkan Nathan sendirian di tempatnya yang baru.Begitu pula dengan Chloe. Usai sosok Juan pergi, Chloe kembali menghadapi rasa dukanya seorang diri. Tidak mengenal siapa pun, baik itu ketika masih di dalam rumah Nathan maupun di pemakaman. Namun, Chloe juga masih ingin menunggu. Menunggu Juan yang Chloe yakini akan kembali datang dengan wujud manusianya. Bukan bermaksud apa-apa, Chloe menunggu Juan hanya untuk memberikan sebuah kotak yang dititipkan oleh Sang Anak Ketiga. Entah siapa namanya, Chloe tidak sempat bertanya. Bahkan memperkenalkan diri sendiri sebagai Chloe pun tidak sempat."Kamu masih ingin di sini?" tanya Sang Anak Ketiga t
"Kelihatannya memang ada baiknya kamu segera pulang," ujar Juan mengalihkan pembicaraan. Membuang muka pula. Tidak lagi menghadap Chloe, melainkan kembali memandang makam Nathan.Merasa telah diusir secara halus untuk yang kedua kali, Chloe pun akhirnya berujar, "Oke." Setelah itu berbalik pergi tanpa berharap Juan akan memanggil namanya, meraih tangannya, ataupun sekadar menoleh.Hanya saja, mengetahui Juan menolak untuk bersikap adil—memberi tahu apa yang Chloe minta setelah Chloe memberi tahu apa yang dia minta—membuat rasa penasarannya akan apa isi di dalam kotak tersebut semakin memuncak. Padahal sebelumnya, Chloe tidak terlalu ingin tahu apa isinya. Apa mungkin isinya adalah salah satu dari barang antik yang ada di toko Nathan? Tapi bukankah barang-barang antik di sana adalah kepunyaan Juan? Buat apa dikembalikan lagi?
"Eh, Kak Sam, kuliah di ruangan ini juga?"Kata sapaan sekaligus kalimat pertanyaan yang dilontarkan salah seorang mahasiswa menarik perhatian Chloe yang sedang membereskan buku-bukunya ke dalam tas."Hei, ngga kok. Cuma mau ketemu seseorang aja," aku Sam seraya melirik Chloe.Sam pun masuk ke dalam ruangan. Tidak sengaja berpapasan dengan Juan yang juga telah selesai merapikan peralatan mengajarnya. Chloe memperhatikan. Sam hanya mengangguk pelan pada Juan dan Juan sendiri hanya lanjut berjalan. Entah memang di kesehariannya mereka seperti itu ketika di luar himpunan atau mendadak berubah dingin setelah obrolan keduanya terakhir kali—sesuai dengan yang pernah dikatakan oleh Grace—Chloe tidak terlalu paham."Gimana kabar lo?" tanya Sam yang sudah berdir
"Dari hasil di sini bisa dilihat bahwa semuanya aman. Tidak ada masalah apa-apa dengan tubuh kamu. Kamu sehat, Chloe, dan tidak ada yang perlu kamu cemaskan.""Kalau begitu rasa sakit seperti terbakar yang suka muncul di dada kanan saya itu kira-kira karena apa ya, dokter?""Sejauh ini bisa jadi karena kamu kelelahan. Jam berapa biasanya kamu tidur malam?""Ngga tentu dan suka bangun tiba-tiba terus ngga bisa tidur lagi.""Saya sarankan agar kamu tidur malam yang cukup. Jika tidak ada kuliah, kamu bisa tidur siang, dan sempatkan waktu untuk olahraga. Jalan santai saja di pagi hari. Udara pagi sangat baik untuk kesehatan, terutama paru-paru.Sekumpulan air otomatis mengucur deras be
“Terima kasih,” kata Tuan Edgar pada salah seorang pelayan restoran yang baru saja selesai mengantarkan pesanan. “Apa selama di asrama kamu makan dengan baik?”Chloe mengambil sendok dan garpu, lalu mulai menyendok nasi goreng yang dia pesan. Tuan Edgar sempat tidak setuju dengan menu makan siang yang Chloe pilih, tapi anak perempuan satu-satunya itu beralasan sedang tidak berselera makan, sehingga memilih sepiring nasi goreng pun tampaknya sudah lebih baik dibanding tidak makan sama sekali.Chloe terlebih dahulu menyelesaikan proses mengunyahnya.“Ya, tentu.”“Papa rasa ngga,” tampik Tuan Edgar. Chloe pun mendelik dari atas piring, “melihat pilihan makananmu yang seadanya. Sepertinya Grace juga harus lebih memp
Kedua kaki Juan melangkah dengan cepat. Bot hitamnya mengoyak asap putih yang membubung di area depan Gedung Pusat Para Petinggi Akhirat. Kapan terakhir kali dia datang ke sini? Sewaktu bertanya untuk kesekian kali tentang wanita reinkarnasinya, tentu saja, sebab tidak ada alasan lain yang bisa dengan berani membawanya pergi ke tempat sakral para petinggi akhirat.Ketika Juan semakin bergerak mendekat, saat itu juga Alfa muncul dengan membawa setumpuk dokumen yang entah apa isinya. Juan tidak ingin menganggap pusing hal tersebut.“Hari yang melelahkan, bukan begitu?” tanya Alfa saat Juan sudah berdiri di depannya. Meletakkan tumpukan dokumennya dengan kasar hingga mengeluarkan bunyi berdebum, tapi tidak cukup mengagetkan.“Gue perlu masuk ke dalam,” ujar Juan lebih kepada memaksa.