Bermalas-malasan adalah hobi baru Aji selama berada di benua Australia. Ia tidur, makan, rebahan dan tidur lagi hingga bosan. Freya dan Tante Wilma sudah keluar sejak pagi untuk berjalan-jalan di sekeliling penginapan. Aji memutuskan tak ikut karena ia tak menyukai suasana di sekelilingnya. Ia benci pantai. Ia pernah memiliki kenangan indah di pantai dan kembali melihat pantai seolah membuat kepingan kenangan-kenangan itu tersusun rapi kembali. Suara berisik terdengar di ruang tamu, sepertinya Yante Wilma dan Freya sudah datang. Aji berdiri dari ranjang dan keluar dari kamarnya. Ia melihat beberapa bungkus plastik berjajar di meja. "Oh Aji, Tante membelikanmu baju pantai yang bagus. Kemarilah!!" Tante Wilma melambaikan tangannya agar Aji mendekat. Ia lantas mengeluarkan sebuah T-shirt santai berwarna kuning terang bertuliskan nama Pantai yang sedang mereka tempati. Aji tersenyum dan meraih kaos itu untuk ia paskan dengan tubuhnya. "See, Freya, betul kan pilihan Mama, size dan warn
-Darwin International Airport-Stevany tiba saat tengah hari dan masih harus naik taxi untuk sampai ke hotel tempat nenek Chloe dan komunitasnya menginap. Namun saat di tengah perjalanan menuju hotel, pesan dari Nenek Chloe masuk ke ponselnya. [Nenek masih ada acara sampai nanti petang, berkelilinglah dulu ke Pantai Mindil dan pasarnya yang ramai, sampai jumpa nanti malam!]Dan sekarang tibalah Stevany di pasar itu. Pasar dekat pantai yang ramai menjelang sunset. Stevany tiba jam 4 sore dan memutuskan untuk membeli burger dan kentang untuk mengganjal perutnya yang kelaparan. Ada banyak makanan dan cinderamata yang dijual di sana, beberapa membuat Stevany ingin membelinya namun saat mengingat ia tak memiliki siapapun untuk diberi oleh-oleh maka ia pun mengurungkan niatnya. Sambil menikmati burgernya, Stevany menyusuri jalanan yang mulai ramai dan menyempit. Beruntung penampilan Stevany tak terlalu mencolok hingga ia tak ada bedanya dengan warga lokal, hanya ada beberapa turis berambut
Dan malam ini, hingga menjelang pagi Aji tak bisa memejamkan mata. Entah mengapa kejadian petang tadi membuat hatinya berdebar setiap kali mengingatnya. Tadinya ia baru saja selesai berjemur di tebing sendirian, karena dari tebing ia tak bisa melihat sunset yang tertutupi oleh awan maka Aji memutuskan untuk turun dan kembali ke resort. Dan antara percaya atau tidak, dalam perjalanan kembali ke resort, ia melihat perempuan yang sempat menghilang dari kehidupannya. Perempuan yang sedang memejamkan mata, menikmati buaian ombak dan berbikini itu adalah STEVANY! Entah apa yang Aji rasakan malam ini, bahagiakah? Rindukah?? Entahlah, ia sendiri tak paham. Yang pasti usai melihat Stevany tadi ada rasa aneh yang tiba-tiba mencuat di hatinya, seperti perasaan penyamun yang menemukan harta karun mungkin?? Atau seperti tanah kering yang disirami air hujan?? Aji tersenyum sumbang, ia bahkan lupa bila pernah menorehkan luka di kehidupan seorang Stevany. Merenggut keperawanannya dan memfitnahnya
Stevany memandang tubuh Aji yang terlelap di ranjangnya dengan perasaan campur aduk. Wajah yang selama tiga tahun ini selalu ia impikan kini benar-benar ada di depan matanya, bahkan tidur di ranjangnya!!Sudah 5 jam berlalu dan Aji masih lelap tertidur. Beberapa kali Stevany mengecek suhu tubuhnya namun tak ada kenaikan suhu yang drastis, suhu tubuh mantan bosnya itu masih normal. Apa Aji salah minum obat? Lantas bagaimana bila istrinya mencarinya? Seharian ini bahkan Aji benar-benar tidur pulas di kamarnya. Harusnya Stevany cek out siang ini tapi bagaimana bisa ia pergi bila Aji bahkan tak bergeming saking pulasnya. Beruntung sarapan tadi pagi bisa diantar ke kamar, jadi Stevany tak perlu keluar dan meminimalisir pertemuan dengan istri bosnya itu. Karena mulai jenuh, pada akhirnya Stevany memberanikan diri untuk keluar dari kamar dengan memakai kacamata dan masker agar tak mudah dikenali orang. Tok tok tok.Stevany tersentak, ia menatap pintu kamarnya gugup, siapa lagi yang datang
Daren??Stevany terbelalak kaget, ia tak menyangka tiba-tiba mendapat kejutan seperti ini. Stevany melirik Aji yang mengawasi Daren dengan tatapan tajam. Mereka berdua saling mengawasi satu sama lain. "Apa aku mengganggu obrolan kalian??" tanya Daren bingung karena suasana mendadak menjadi tegang saat ia muncul. Stevany menggeleng cepat, Daren datang di saat yang tepat. "Masuklah Daren, aku sudah menunggumu sedari tadi!" sahut Stevany kikuk. Aji melirik Stevany sembari menghembuskan nafasnya jengah. Siapa Daren ini? Kekasih Stevany kah?? Apa yang tidak Aji ketahui? Daren tersenyum senang dan melangkah masuk ke dalam kamar Stevany. Ia mendekat ke tempat Aji berdiri dan mengulurkan tangannya percaya diri. "Hai, saya Daren." Aji menyalami uluran tangan itu, "Aji." ucapnya dingin.Stevany melirik Aji yang tak kunjung pergi, kemudian ia mendekat ke tempat Daren berdiri lantas menggamit lengannya sok mesra. Aji mengawasi tingkah Stevany dengan risih. "Baiklah, terima kasih atas wak
Di kamarnya sendiri, Aji melempar bantalnya kesal ke segala arah. Ia benci di acuhkan, perasaan terbuang seperti ini mengingatkannya kembali pada momen-momen pahitnya bersama Brisya dan Aji tidak siap merasakan trauma itu lagi. Ia menatap pintu kamarnya nanar, dulu Stevany adalah satu-satunya perempuan selain Brisya yang dekat dengannya, bahkan pernah tidur dengannya tapi perubahan sikap Stevany yang drastis seperti ini masih sangat berat bagi Aji. Mata penuh binar saat menatap Aji itu sudah berganti tatapan benci."Aji, kamu baik baik saja??" panggil Freya di luar kamar, tadi ia melihat Aji berjalan cepat di koridor dan tak mengindahkan panggilannya. Aji mendengus kesal, emosinya masih tak terkontrol. Ia memutuskan untuk tak menyahuti panggilan Freya dan beringsut masuk ke kamar mandi untuk mengguyur badannya dengan air dingin. Menjelang malam, Freya kembali mengetuk pintu kamar Aji. Ia khawatir sepupunya itu berbuat hal-hal nekat, sedari pagi hingga sore ia bahkan menghilang. "A
Pagi sekali Aji sudah mengendarai mobil calteran menuju tempat penginapan Oma Donita. Semalam ia tak bisa tidur lagi jadi pagi ini daripada memikirkan hal yang tidak penting lantas Aji memutuskan untuk menemui Oma Donita saja. Freya tak jadi ikut karena saat Aji berangkat tadi ia masih tidur pulas. Bahkan Aji sudah berangkat sebelum matahari terbit. Setiba di resort tempat para komunitas Lansia berlibur, Aji bergegas turun dari mobil dan mencari Omanya. Perutnya mulai keroncongan dan beruntung Aji tiba saat Oma dan teman-temannya sedang sarapan. "Kemarilah, sarapan di sini bersama kami!" panggil Oma saat melihat Aji datang dan masuk ke dalam restoran. Aji mendekat dan ikut duduk di antara nenek-nenek yang sedang menikmati sarapan mereka. "Ini cucuku teman-teman, namanya Aji!" ucap Oma Donita bangga seraya menepuk bahu Aji lembut. Aji tersenyum pada teman-teman Omanya dan menunduk keki. "Tampan sekali cucumu, Donita, apa dia masih single?" tanya seorang Nenek seusia omanya. "Ten
Aji tersenyum puas penuh kemenangan saat Stevany duduk manis di mobilnya dengan tenang. Meski wajahnya penuh aura negatif namun tak membuat Aji patah semangat."Btw, di mana kekasihmu?" tanya Aji memecah keheningan. Stevany melirik Aji keki, ia tak menyahut. "Kenapa kamu malah pulang sendiri?" desis Aji menahan senyum. Stevany masih tak bergeming, ia membuang muka menatap pemandangan laut di luar."Jadi selama ini kamu bersembunyi di Melbourne rupanya," desis Aji lagi sambil sesekali melirik Stev yang masih manyun. "Sejauh apapun kamu pergi dan sembunyi, kita pasti bertemu bila itu sudah takdir, Stev.""Aku tidak sembunyi, tapi Pak Aji yang memaksaku pergi!" tukas Stevany ketus. Aji menghembuskan nafasnya berat, ia memang bersalah. "Lagipula tidak ada gunanya kita membahas masalah ini, terlebih tidak ada yang spesial di antara kita kecuali kesalahan di malam itu, tolong jangan ganggu—""Aku sudah bercerai dengan Brisya, Stev!" potong Aji terpancing emosi. Stevany terhenyak, ia