Usai mengantar Stevany ke Airport, Aji bergegas kembali ke resort dan membereskan semua pakaiannya. Ia pun berpamitan pada Tante Wilma dan Freya dengan beralasan akan menyusul temannnya di Melbourne. Karena tak tau di mana tempat tinggal Stevany dan tetek bengeknya, Aji terpaksa kembali ke resort tempat Omanya menginap dan menginterogasi Nenek Chloe. Itupun setelah Aji menunggu seharian karena jadwal komunitas Nenek dan Omanya sangat padat. Pada akhirnya Aji mendapatkan tiket ke Melbourne keesokannya di sore hari, atas saran Nenek Chloe Aji harus sampai di Melbourne malam agar ia tak terlalu lama menunggu Stevany pulang kerja. Dan benar apa yang Nenek Chloe sampaikan, Aji menunggu Stevany pulang sampai hampir terlelap di stasiun. Dan bodohnya, Aji bahkan lupa meminta nomor ponsel Stevany pada nenek Chloe.Saat melihat Stevany berada di dalam kereta lantas keluar sambil melambaikan tangan pada seorang pria yang duduk bersamanya tadi, Aji mendengus dan membuang muka. Pria itu bukan D
Keesokan pagi, Stevany sudah menemukan Aji duduk di meja makan dan berpakaian rapi ketika ia keluar dari kamar. "Selamat pagi, Stev!" sapa Aji begitu melihat Stevany sudah bersiap untuk berangkat kerja. Stevany tersenyum kikuk dan mendekat ke dapur. Ia masih sedikit canggung berada di rumah berdua dengan lelaki. "Selamat pagi," sahut Stevany lirih seraya membuka kulkas, mengeluarkan telur dan daging asap serta celery. "Tidurmu nyenyak semalam?" tanya Aji basa basi sambil melirik Stevany yang nampak sibuk di depan kompor. "Tidak pernah senyenyak tadi malam!" jawab Stevany asal."Oh ya? Apa karena ada aku?" Stevany menolehi Aji cepat, sepertinya ia salah bicara tadi. Aji tersenyum dan menyesap kopi di cangkirnya. Rupanya Aji sudah terbangun sedari tadi. "Pak Aji mau sarapan tidak? Biar aku bikinkan sekalian." "Boleh," sahut Aji seraya berdiri dan berjalan ke jendela yang menghadap ke halaman belakang. Tak berapa lama Stevany sudah selesai memasak dan membawa sandwich buatannya
Selama berhubungan dengan Brisya dulu, Aji adalah sosok overprotektif dan posesif. Pun demikian sifat itu tak pernah berubah hingga kini ia mulai membuka hati pada Stevany. Entahlah mengapa harus Stevany, Aji sendiri tak paham pada perasaannya. Berkali-kali ia mencoba melupakan sosok gadis itu namun sia-sia. Setiap ingin melupakan Brisya atau Stevany dan tidur dengan berbagai wanita, ujung-ujungnya Aji hanya merasakan hampa di hatinya. Hari sudah sore saat Aji keluar dari pusat perbelanjaan dan menenteng beberapa shopingbag berisi T-shirt santai dan sesuatu untuk Stevany. Ia kehabisan pakaian karena hanya membawa sedikit baju, rencananya di Darwin ia hanya akan menghabiskan waktu selama 4 hari namun ternyata jadwalnya kacau sejak bertemu Stevany. Aji melirik jam tangannya, jam 5 sore. Masih satu jam lagi Stevany pulang jadi sepertinya ia akan menunggu gadis itu di halte di depan Pabrik saja. Perut Aji mulai keroncongan, tadi jam 10 ia makan di restoran fastfood yang menyediakan men
Saat jam pulang telah tiba, Stevany buru-buru membereskan mejanya dan bersiap untuk pergi. Pauline yang sedari tadi menyadari kegelisahan Stevany seharian ini mulai dibuat penasaran. Tumbenan manajernya ini pulang di jam normal. Selama yang ia tahu, Stevany selalu pulang di jam malam, tak pernah sekalipun pulang di jam normal."Sudah mau pulang, Stev?" Stevany tersentak dan menoleh cepat ke arah pintu. Pauline, asistennya, sudah berdiri di sana dengan tatapan menyelidik. Stevany mengangguk dengan kikuk. "Iya, Paw. Hari ini aku ada janji dengan seseorang!" Pauline yang lebih tua sepuluh tahun di atas Stevany perlahan masuk ke dalam ruangan manajernya itu. "Tumben?" ucapnya kemudian.Stevany membuang muka, ia berusaha menyembunyikan wajahnya yang pasti memerah bila sedang gugup. "Apa kamu sedang janjian untuk berkencan?""Tidak!" tukas Stev cepat.Pauline tersenyum lirih, ia mengintip wajah Stevany yang ia sembunyikan di balik rambut blondenya yang tergerai ikal. "Stev, tidak apa-
Lama tangan Jared terulur berharap Stevany akan menyambutnya. Tanpa bersuara, Aji mengawasi tangan itu dengan nanar, sesekali ia melirik Stev yang nampak gugup dan kebingungan harus merespon bagaimana. "Stev?" panggil Jared seraya menyentakkan tangannya sekali lagi di depan gadis itu. "Maaf, Jared. Duluan saja! Aku baru ingat ada barangku yang tertinggal di kantor!" Stevany bersiap untuk berbalik namun dengan gesit Aji menahan lengannya. Dalam hening, Stevany bisa melihat sorot mata Aji yang seolah menggambarkan perasaannya yang sedang terluka. "Jared, maaf bila pernyataanku ini akan membuatmu kecewa. Stevany adalah calon istriku. Aku minta tolong setelah ini berhentilah mengganggunya," ucap Aji seraya tetap mencekal lengan Stevany dengan erat. Terdengar suara tawa Jared, Stev tak bisa melihat ekspresi mereka karena ia tengah memunggunginya. Namun dalam hati ia mulai komat-kamit membaca doa agar tak terjadi sesuatu yang membahayakan keduanya. Tidak, jangan sampai terjadi! "Are y
"Jelaskan padaku siapa itu Jared, Daren dan bahkan mungkin masih banyak lelaki lain yang aku belum tahu!" keluh Aji serius.Stevany terpana mendengar pertanyaan Aji. Ia tak menyangka bila Aji sekepo itu padanya. Meskipun tadi sore Stevany sempat marah karena Aji asal bicara pada Jared. "Stev, kenapa diam?" ulang Aji tak sabar. Ia sudah menunggu momentum ini sejak tadi sore."Tunggu, sebelum aku menjelaskan, bisakah Pak Aji perjelas lebih dulu status kita?" Stevany menatap tajam pada manik mata Aji. Dan kini giliran Aji yang membisu, dia terhenyak untuk sesaat. Benar, apa statusnya dan Stevany? "Pak Aji mengaku-aku sebagai calon suamiku dan memaksa pria lain untuk menjauh, maksudnya apa?" cecar Stevany penasaran. "Bila tak ada yang spesial di antara kita, Pak Aji tidak berhak melarang siapapun untuk dekat denganku!""Aku berhak, Stev! Sejak kejadian itu kamu hanya milikku!" sela Aji cepat."Kejadian? Kejadian yang mana yang Pak Aji maksud?" Stevany masih menatap tajam pada mantan bo
"Selamat pagi, Stev!" Stevany tersentak, ia mendongah dan mendapati seorang lelaki yang sudah sangat ia kenal baik berdiri di depan pintu ruangannya."Jared?! Kamu serius?" tanya Stevany tak percaya, ia bangkit dari kursinya dan menghampiri Jared yang masih berdiri mematung di pintunya."Sure! Aku tidak pernah main-main dengan perkataanku, Stev!" Stevany tertawa, ia menawarkan Jared untuk masuk ke dalam. "Jadi kamu mulai bekerja hari ini?" Jared mengangguk cepat, ia duduk di kursi di seberang meja kerja Stevany. "Iya, tadi pagi aku tak melihatmu saat meeting. Padahal semua orang berkenalan denganku!" Stev mencibir. "Aku tadi masih sibuk menelefon warehouse di kantor cabang. Beberapa stok ikan kita hampir habis, jadi aku meminta mereka segera mengirimkan stok di sana." "Oh, kamu mengurusi bagian warehouse ya?" Stev mengangguk cepat. "Kamu sendiri di bagian apa?""Aku di bagian produksi. Sepertinya kita akan sering berinteraksi nantinya!" "Tentu. Kamu bisa berkoordinasi denganku
Aji tak pernah menyangka bila masakan buatan Stevany ternyata sangat enak dan nikmat. Ia akhirnya bisa sarapan nasi setelah beberapa hari susah sekali mendapatkannya. Keluarga Stevany yang bule asli memang jarang sekali menyantap nasi. Berbeda dengan Aji yang sudah teracuni oleh kebiasaan di keluarganya yang selalu menyantap nasi. Usai mencuci piring kotornya, Aji kembali ke kamar. Ia memperhatikan paperbag berisi hadiah untuk Stevany yang kemarin ia beli. Isinya adalah sebuah kalung berliontin huruf S. Saat melihat kalung itu, ingatan Aji langsung tertuju pada Stevany. Dia pasti akan terlihat sangat cantik mengenakan kalung ini di lehernya yang jenjang. Liontin dengan satu permata di ujung atas hurufnya. Sebenarnya ada juga huruf A, namun Aji lebih memilih huruf 'S' karena ia khawatir Stevany tak mau mengenakannya. Aji meraih paperbag itu dan memutuskan naik ke kamar Stevany. Selama berada di rumah ini, ia tak sekalipun menengok kamar gadis itu. Aji penasaran seperti apa kamarnya