PAPA MUDA 36 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMerelakan orang yang pernah menjadi bagian penting dalam hidup kita memang tidak mudah. Bahkan mungkin kesulitan menata perasaan untuk sesuatu yang seharusnya menjadi milik kita. Dalam diam terbesit kejelekan tanpa pernah kita sadari yang berubah doa. Hal itu bukanlah lagi cinta, melainkan obsesi. Karena sejatinya cinta itu akan selalu mendoakan meski sesakit atau sebahagia keadaan hati, bukan malah menjelekkan dan menyumpahi. Wanita yang telah dikuasai hitamnya obesesi masih menatap kedekatan sang anak dengan wanita bernama Dyra. Arista tidak tahu kenapa perasaan yang dulunya menyimpan kagum pada sosok Arsha Andyra dalam dunia literasi perlahan berubah. Kegigihannya belajar menulis seakan menjadi hal biasa saja, bahkan keinginan untuk memberi support padanya seketika memudar. "Kenapa harus Alsaki, Ra ... pria yang masih begitu aku damba? Sesempit inikah dunia hingga kamu mencintai pria yang masih aku cinta. Bukankah hubungan mereka belum a
PAPA MUDA 36 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraAdrian paham betul apa yang terbaca dari wajah wanita di sana. Ada kecemburuan yang bersembunyi jauh dalam tenangnya jiwa. Perlahan, ia mendekat untuk memastikan keadaan wanita yang dulu pernah menjadi antrian hatinya. "Ra ... kamu nggak apa-apa? Maaf kalau omongan Malik buat kamu jadi berpikir dua kali. Aku yakin Alsaki itu orang yang menjunjung tinggi ucapannya. Dia tidak akan menarik apalagi mengganti kata yang telah terucap. Karena nyatanya, selama bekerja di sini, dia orang yang jarang bercerita tentang masalah pribadinya. Kamu yang kuat dan sabar ya? Beri waktu pada Gala untuk mengenal wanita yang melahirkannya," ucapnya terdengar seperti penuh perhatian terhadap teman. Bahkan tidak terkesan menyalahkan dan menghakimi apalagi memojokkan. Wanita yang memang mulai menaruh setengah kepercayaan pada pria pemilik konter hanya menanggapi dengan senyuman. Semua perkataan Adrian memang benar adanya. Ucapan Alsaki pun cukup meyakinkan hatinya
PAPA MUDA 37 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraHati terkadang gampang goyah apabila dihantam beberapa penyataan yang mengarah kenyataan berdasar kebenaran. Apalagi jika itu tentang perasaan yang masih mencari arti dan tempat, pastinya akan dengan mudah terperangkap kata-kata penuh logika. Meski cinta kerap menggunakan bahasa hati, tetapi bisa saja ada saatnya logika bisa menduduki urutan pertama. Di mana kecewa mulai bicara karena hal-hal yang membuat buta sebab cemburu. Dyra masih merasakan takut ketika ucapan Adila Arista—penulis favorit sekaligus masa lalu sang pria benar-benar terjadi. Ia belum sanggup jika harus mengakhiri hubungan yang belum sama sekali terukir ikatan penuh kepastian dan kejelasan. Sekadar melihat bersama yang lain saja rasanya hati tersayat ribuan belati, apalagi jika harus kehilangan seseorang yang menjerat akal sehat. Pasti hidup serasa tidak bernyawa. Mati. "Apa yang harus aku lakukan? Apa memang orang baru akan selalu kalah dengan masa lalu? Tapi, hati ini su
PAPA MUDA 37 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraTiga puluh menit berlalu, keduanya terlalu mendiamkan dengan kesibukan masing-masing. Gala yang sibuk tidur siang, Alsaki juga sibuk meneliti semua laporan. Entah kenapa hari ini melihat beberapa angka dan kata membuat kepalanya pening. Rasanya seperti ditusuk duri. Sakit. Akan tetapi, Alsaki tetap melanjutkan pekerjaan dengan sisa tenaga yang ada. Pasalnya hanya tinggal beberapa lembar saja. Tidak biasanya merasa seperti ini dalam bekerja, padahal sejak pagi merasa baik-baik saja. "Aku kenapa rasanya enggak enak gini ya? Perasaan tadi biasa aja. Kenapa mendadak kepala terasa berat?" ucapnya pada diri sendiri sembari memegangi kepala. Tangannya pun ikut meremas rambut karena pening mulai tidak tertahankan. Perlahan, Alsaki berjalan keluar ruangan meski dengan langkah sempoyongan. Biarlah jagoan kecil itu tetap istirahat setelah lelah bermain. Ia tidak ingin mengganggu tidur siangnya. Jadi, lebih memilih mencari obat atau bantuan terdekat.
PAPA MUDA 38 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMelihat seseorang yang menguasai setengah hati terbaring lemah mampu menyulam beberapa kemungkinan usaha untuk membuatnya kembali seperti sedia kala. Bahkan akal bisa dengan mudah memutuskan bahagianya sendiri agar sang pria bisa tidak tersakiti lebih sakit. Ibarat kata tidak mengapa diri sendiri terluka, asal jangan orang yang kita sayang. Bukankah lebih baik menelan semua luka sendirian tanpa harus melampiaskan? Akan tetapi, hal itu adalah kemungkinan yang mengangkat genderang perang antara hati dan logika. Wanita yang tengah berperang melawan kesakitan di antara pilihan masih terombang-ambing ombak ketidakpastian. Ya, Dyra tidak tahu harus memutuskan seperti apa dan bagaimana caranya melanjutkan hidup bila akhirnya harus merelakan. Apalagi tatapan mata bening bocah di depannya seakan perih mengiris hati. Rasa tidak tega terus menghujam bertubi-tubi hingga melemaskan nyali.Dyra mencoba merendahkan tingginya, mengusap pipi lembut yang mula
PAPA MUDA 38 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraDengan tersenyum simpul, Pak Agus menatap semua orang yang berada di sisinya. Mungkin mereka penasaran sakit apa yang Alsaki derita. "Kalian tenang saja. Alsaki cuma kelelahan dan banyak pikiran. Jadi badannya langsung drop. Kalian tidak usah khawatir. Insyaallah setelah minum obat nanti lebih baik. Ini saya kasih obat beberapa untuk meredakan panas dan juga pusing di kepalanya. Diminum sehari tiga kali," jelasnya sembari meletakkan beberapa bungkus plastik bening berisikan obat bentuk tablet. "Alhamdulillah ... terima kasih, Pak." Adrian menyahut lega penjelasan pria yang cukup lama mendedikasikan hidupnya pada urusan kesehatan. "Sama-sama, Ri ... saya pamit pulang dulu. Harus ke tempat pasien lain." Pak Agus melangkah pergi setelah berjabat tangan dengan Adrian. Kadang selain bekerja sebagai tenaga kesehatan, beliau juga mau menerima panggilan orang yang sakit. Seperti sekarang contohnya. Adrian sengaja mengantar kepulangan Pak Agus hin
PAPA MUDA 38 COleh: Kenong Auliya Zhafira"Halo, assalamu'alaikum ...," jawabnya lancang karena yang punya ponsel tengah tertidur setelah minum obat. "Wa'alaikumsalam ... ini Dyra ya? Alsaki mana, Ra? Ibu mau ngomong, kok, jam segini Gala belum dianterin pulang. Kan, belum mandi." Suara di seberang sana terdengar setengah kecewa karena cucunya belum berada di rumah. Padahal langit hampir menggelap. "Em ... begini, Tante ... Mas Al-nya lagi kurang sehat. Tapi, udah diperiksa Pak Agus tadi. Nah, yang jadi masalahnya tidak ada yang nganterin Gala pulang. Adrian dan Malik masih sibuk di depan. Saya sendiri sedang menunggu Mas Al, takut butuh sesuatu. Apa Ibu bisa ke konter untuk menjemput Gala? Kasian ini hampir gelap. Kalau bisa udah saya anterin sejak sore, Tante ...," jelas Dyra panjang kali lebar. "Ya sudah. Kamu tungguin aja Alsaki. Dia pasti kelelahan. Biar Ibu aja yang ke situ buat jemput Gala. Titip Alsaki ya, Ra ... entar kalau masih belum kuat pulang, kamu mau temenin di sit
PAPA MUDA 39 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraKetahuan mencuri pandang wajah pujaan itu ibarat bertemu mantan baik hati yang pernah disakiti. Malu. Dalam pikiran hanya ada satu keinginan, yakni bisa berlari sejauh mungkin atau bersembunyi di suatu tempat agar menghindari bertatap muka. Akan tetapi, jika semua itu hanya perumpamaan, maka satu hal yang harus dilakukan adalah menghadapi. Meskipun ada setengah harga diri yang dipertaruhkan atau bahkan terjatuh berceceran. Ya, begitulah perasaan Andyra Arsha ketika sang pria memergoki dirinya mencuri belaian juga tatapan. Ia masih belum bisa mengatur debaran dadanya. Jawaban untuk pertanyaan sang pria pun mendadak lenyap. "Duh, aku harus jawab apa ... kenapa harus ketahuan begini," rutuknya lagi untuk kesekian kali. Menelan ludah sendiri saja terasa berat, seperti ada bongkahan batu yang menyumbat di tenggorokan. Alsaki yang menunggu jawaban dengan sabar mulai tidak bisa menahan tawa. Akan tetapi, ada rasa tidak ingin menggoda lebih parah