Bengkas yang diliputi kemarahan mendahului menyerang. Menyabetkan senjatanya ke arah Anggitan. Perampok itu menangkis dengan goloknya. Terdengar benturan keras dua senjata disertai ledakan dan percikan bara. Tubuh Anggitan terdorong ke belakang satu tombak, sedangkan Bangkas masih tegar. Dia menyabetkan senjatanya ke arah Rubasa.
Dhuar!
Ledakan terjadi lagi ketika Rubasa menangkis menggunakan goloknya. Sabetan Bengkas sangat keras. Membuat tangan Rubasa tergetar. Golok lepas dari tangan. Sungguh terkejut dia akibat dari sabetan senjata lawan yang hanya berupa akar.
Heh…, rupanya banyak orang yang menyepelekan senjata akar ini. Kata Bengkas di dalam hati. Mereka tidak tahu bahwa senjata ini sangat mematikan! Mereka tidak menyadari bahwa senjata sederhana ini mempunyai kehebatan yang jarang diperhitungkan.
Cthar!
Tiba-tiba lecutan akar cipirajag susulan menyambar leher Rubasa dengan cepatnya. Rubasa tak sempat mengelak. Lehernya tergores. Buka
Higrataling menggeser Olengpati. Ganti mengintip Menik Sarasti dan Delingwisa. Higrataling juga terperanjat ketika melihat Menik Sarasti yang tidur pulas dalam pelukan Delingwisa.”Ah, biarlah Menik Sarasti berbuat nyeleweng! Patih Ganggayuda saja juga nyeleweng!” bisik Olengpati. ”Kita ganti ke kamar barat itu!”Keduanya membuka genting kamar di sebelah barat kamar Delingwisa. Kali ini mereka beruntung. Ternyata di bawah sana terlihat peti baja milik mereka. Selain itu juga tampak puluhan peti baja untuk menyimpan harta Delingwisa.Keduanya sangat gembira. Harta karun mereka masih ada. Harta karun yang diperoleh dengan susah payah, masih tersimpan di rumah Delingwisa.Tanpa membuang waktu lagi, keduanya membuka genting lebih lebar. Lalu keduanya masuk kamar penyimpanan harta.Mereka berhasil mengambil peti baja mereka. Kemudian meninggalkan kamar lewat jendela. Mereka lari hendak menginggalakan rumah Delingwisa lewat sebela
Singgat membuka kedua tangannya. Lalu tubuhnya bergulingan di tanah. Secara tiba-tiba tangan kanannya mencakar ke bumi. Setelah mencakar ke bumi, seluruh tubuhnya memancarkan warna jingga. Inilah ajian wasajingga. Lebih tinggi dibanding ajian wasagni yang dimiliki Olengpati dan teman-temannya.“Gila…, Singgat telah mengeluarkan ajian andalannya. Kata Olengpati dalam hati. “Ini pertanda buruk bagi siapa pun yang menjadi musuhnya. Dalam dunia persilatan sering tersiar kabar bahwa hampir semua musuh Singgat tewas ketika Singgat telah mengeluarkan ajian wasajingga.”Pancaran sinar jingga dari tubuh Singgat memudar. Warna tubuh Singgat kembali seperti semula. Bersamaan itu dia menyerang kedua lawannya hanya dengan tangan kosong disertai jurus cakar api!Ketika tubuh Singgat melesat sangat cepat, ada tebaran hawa panas yang menyirat. Lawan yang diserang, akan merasakan hawa panas yang memancar dari tubuh Singgat.Tubuh
Bhug! Bengkas terhantam tendangan dari arah samping kanan. Sebuah tendangan yang tak pernah diduganya. Akibat tendangan itu, tubuh Bengkas terjerembab ke bumi. Akar cipirajag yang hampir saja menghabisi lawan malah terpental ke tanah. Tepat di samping Janurwasis. Janurwasis lolos dari sabetan akar cipirajag. Janurwasis lolos dari maut yang bisa saja terjadi kalau sampai senjata maut menghantam dadanya. Hampir semua lawan Bengkas tak bisa selamat ketika tergores cipirajag. Tubuh Bengkas jatuh menelungkup. Tendangan Wening Kusuma yang dia anggap licik itu membuat Bengkas merasakan sakit luar biasa. Dia merasa sulit untuk bangun atau sekadar menggerakkan sendi-sendi ototnya. Hal yang sama juga menimpa Wening Kusuma. Luka akibat cakaran inti api membuat seluruh tubuhnya memanas. Segera dia menotok bahu kanannya agar hawa panas beracun itu tidak menyebar ke seluruh tubuh. Dia pun hanya duduk sambil memulihkan tenaga dalamnya. Dia duduk tepat di dekat Janur
Westi Ningtyas menangkis dengan gerakan cepat pula.Dhuar!Westi Ningtyas dan Delingwisa sama-sama terlempar ke belakang beberapa tombak. Keduanya sama-sama terpelanting mencium tanah. Lalu sama-sama bangkit untuk meneruskan pertarungan.“Bangsat! Sundal ini ternyata hebat juga,” gumam Delingwisa sambil berdiri. Karena tenaga serasa terkuras, untuk berdiri saja terasa berat. “Tak kuduga dia ternyata memiliki tenaga dalam tingkat tinggi.”Di tempat yang sama, Suro Joyo tampak keteter menghadapi ajian cakar inti api. Dada kirinya koyak oleh cakaran maut itu. Ada rasa panas di dada akibat tergores cakaran yang penuh hawa membara.Suro Joyo mundur beberapa tombak untuk mengalirkan hawa murni ke dadanya. Dia ingin hawa panas yang mematikan anggota tubuh bisa punah.Setelah lukanya mengering, Suro Joyo menggenggam kedua tangannya. Berputar-putar di depan dada. Merentang ke samping kanan dan kiri dalam keadaan terbuka. Kini
Dua orang laki-laki muda sedang berburu di pinggiran selatan hutan Alas Waru. Mereka menyandang panah dan memegang busur. Panah yang jumlahnya berpuluh-puluh buah tersampir di punggung. Busur tergenggam di tangan kiri. Mereka terus berjalan menyusuri jalan setapak menuju arah utara. Kedua laki-laki muda berwajah tampan. Satu dari dua laki-laki muda itu berkumis, namanya Sambego. Sedangkan yang tak berkumis sama sekali bernama Juna. Sambego sudah beranak-istri, Juna masih perjaka tulen. Mereka sama-sama berasal dari desa Aseman. Sebuah desa sepi yang letaknya di timur hutan, masih termasuk wilayah Kerajaan Parangbawana. Mereka sejak kecil sudah dilatih berburu oleh orang tua masing-masing. Berkat didikan orang tua selama bertahun-tahun, mereka menjadi mahir berburu. Malah lebih mahir dari orang tua masing-masing. “Ilmu berburu dari orang tua kita, bisa kita jadikan pegangan ketika mencari binatang buruan,” kata Sambego pada Juna. “Benar,” sahut Juna. “Aku tak
“Tidak ada apa-apa, Pangeran Banaswarih,” jawab Bandem. “Kita berhenti di sini barang sejenak dulu.”Ketiganya berhenti persis di tempat Sambego dan Juna tadi berhenti.”Begini,” lanjut Bandem, “kalau ingin ke pesanggrahan milik Keksi Anjani, kita melalui jalan ke arah utara.””Benar kata Bandem, Pangeran,” Lunjak menambahkan. ”Berarti dari sini kita ganti arah, yaitu ke arah utara.””Baiklah, kalau begitu kita lanjutkan perjalanan sebelum waktu menjelang sore. Kalau bisa, jangan sampai kita bermalam di hutan.”“Baiklah, Pangeran,” sahut Bandem dan Lunjak.Ketiga pendekar itu pun melanjutkan perjalanan. Mereka terus berjalan menyusuri semak belukar yang rimbun. Selain rimbun, kadang-kadang terselip duri tajam di balik semak belukar.Cukup jauh mereka bertiga menempuh perjalanan ke arah utara. Tak terasa, hari makin sore.Sudah jauh j
Hari menjelang senja, tapi dan pertempuran terus berlangsung. Kedua pihak sama-sama kuat. Memiliki ilmu silat yang sebanding. Baik Banaswarih maupun Arum Sarastri menyadari bahwa pertempuran ini tak akan selesai-selesai kalau hanya menggunakan tangan kosong. Untuk itulah keduanya sama-sama berpikir untuk menggunakan senjata atau kesaktian andalan masing-masing. “Sebaiknya kuakhiri pertempuran ini supaya tidak berlarut-larut dan membuang-buang waktu,” gumam Banaswarih. “Lagi pula kalau sampai malam, tanpa ada yang kalah atau menang, tenaga bisa terkuras sampai habis.” Tiba-tiba Banaswarih mencabut pisau berantai emas yang melingkari pinggang. Pisau sakti ini dia putar-putar di atas kepalanya. Rantai emas yang cukup panjang ini membuat pisau sakti yang ada pada ujungnya memiliki jangkauan jauh. Sehingga mampu menusuk atau melukai lawan dalam jarak satu sampai limok tombak dari dirinya. Arum Sarastri menyadari bahwa lawannya sudah mengeluarkan senjat
”Juna..., kamu mungkin belum kenal aku. Kenalkan, namaku Keksi Anjani. Aku yang biasa dijuluki Putri Siluman Alas Waru. Dan aku pula yang mendirikan kerajaan baru di hutan ini. Kerajaan itulah yang kuberi nama Kerajaan Alas Waru. Ah, tapi soal kerajaan baruku itu, tak usah kamu pikirkan.” Keksi Anjani tersenyum sambil bertanya, ”Umurmu sekarang berapa, Juna?””Dua puluh tiga,” jawab Juna singkat. Masih bertanya-tanya di dalam hati. Untuk apa diriku diculik kemari? “O..., ternyata jauh lebih muda dariku. Umurku sudah lebih dari tiga puluh. Tapi..., bentuk tubuhku masih bagus kan?”Bukan hanya ‘masih bagus’, tetapi ‘sangat bagus’! Begitu jawab Juna dalam hati. Kulitnya yang kuning, kencang, mulus, parasnya yang jelita dengan sinar mata menawan, sungguh membuat laki-laki manapun sulit lepas dari jeratannya. Di tambah lagi dada yang menonjol karena kesuburannya, lebih memb