Jalu menutup mulutnya seraya tertawa pelan menyadari kebodohannya. Tapi kemudian bukankah dia dan Dharmawangsa sudah berpikir untuk menyerang secara langsung, lalu kenapa harus tetap di atas pohon, pikir Jalu. "Aku dulu, Kek!" teriaknya sebelum melesat menembus ranting dan dedaunan. Belasan penjaga pintu gerbang yang sebenarnya sudah bereaksi sejak terdengar suara berisik dari patahnya dahan pohon, terkejut dengan kemunculan orang asing yang tiba-tiba saja muncul dari kegelapan dan berdiri tidak jauh dari dari pintu gerbang Perguruan Lembah Ular. Terang saja kemunculan Jalu membuat belasan penjaga tersebut semakin bersiap waspada. Gagang pedang terpegang erat dan terangkat sedikit naik seukuran perut."Siapa kau!?" teriak salah satu penjaga. "Banyak bicara! Mati kalian!" balas Jalu, kemudian melesat menyerang. Meski menghadapi belasan lawan yang bersenjata pedang, Jalu tanpa kesulitan menghabisi semua hingga jari jemari tangannya kembali bersimbah darah. Dharmawangsa yang meny
Jalu mengangkat pedangnya dengan ujung bilah berada di atas. Ditambahkannya lagi energinya untuk membuat aura kebiruan yang keluar semakin terang dan energi yang memancar semakin besar. Di balik apa yang dilakukannya itu tentu memiliki tujuan. Dia ingin lebih cepat mengeksekusi ratusan lawan yang mengepungnya. Dengan cepat anggota perguruan Lembah Ular yang kesulitan bergerak semakin banyak. Mereka yang berada di jarak terdekat dari Jalu langsung terkena imbas energi besar dari bilah pedang Halilintar. Pemuda tampan itupun kemudian menurunkan bilah pedangnya. "Ucapkan selamat tinggal pada dunia!" teriaknya keras sebelum berputar cepat seraya menyabetkan pedangnya. Pedang Halilintar seperti sedang menunjukkan keistimewaannya. Sama seperti namanya, muncullah kilatan petir yang keluar dari ujung pedang pusaka berbahan batu bintang tersebut. Seberkas kilatan memanjang berwarna biru kemerahan yang langsung menghajar puluhan hingga seratus lebih anggota perguruan Lembah Ular yang tidak
Ageng Wicaksono dan Nyi Saraswati tanpa sadar menelan ludah secara bersamaan. awalnya mereka tidak merasa takut meski perguruan Lembah Ular bakal didatangi sosok yang telah membuat heboh dunia persilatan, tapi kemunculan Dharmawangsa yang besar kemungkinan telah diselamatkan pendekar muda tersebut pastinya bakal membuat peta situasi berubah. Keduanya merasa tidak lagi dalam posisi diuntungkan saat ini. Dharmawangsa sendiri tahu kemana arah pandangan kedua lawannya itu. Cibirannya pun diarahkan kepada keduanya, "Kenapa kalian terlihat ketakutan seperti itu?" ujarnya, lalu melihat ke arah Jalu yang lawannya kini hanya tersisa tidak lebih dari lima puluh orang saja. Lelaki tua itu tampak terkejut juga dengan sepak terjang Jalu. Namun begitu melihat pendekar muda itu sudah mengeluarkan pedang pusakanya, keterkejutan yang dia rasakan pun menghilang. Dharmawangsa tahu betul bagaimana besarnya kekuatan pedang berbilah hitam yang bisa memutuskan rantai energi Ageng Wicaksono."Badra, cepat
"Ckckck ... Apa hanya seperti itu kualitas seorang tetua di perguruan ini?" Jalu menggeleng pelan seraya memberi cibiran, "Kurasa nama Lembah Ular terlalu berlebihan untuk perguruan selemah ini," sambungnya. "Bedebah kau! Aku akan membunuhmu!"Gandara mencabut pedang yang tergantung di pundaknya dan langsung bergerak maju memberikan serangan. Pedang berukuran cukup besar dan terlihat begitu tajam itu berkilauan tertimpa cahaya rembulan. Di sisi lain Jalu tidak terburu-buru untuk mencabut pedangnya. Dia meraih sebuah pedang yang masih dalam jangkauan tangannya.Dentingan suara pedang yang beradu terus terdengar berulang. Gandara dengan kekuatan fisiknya terus berusaha membuka pertahanan Jalu yang sangat rapat. Sebuah tusukan mengalir deras menuju perut Jalu. Dengan sedikit gerakan menyamping, pemuda tampan tersebut berhasil menghindari serangan pedang Gandara yang melintas mulus di depan perutnya. Mendapati serangannya gagal, Gandara lalu memutar pergelangan tangannya dan kemudian
Ageng Wicaksono tampak tersenyum nyinyir dengan satu sudut bibir yang terangkat naik. Dia sadar menghadapi Dharmawangsa tidak akan semudah yang dibayangkan. Namun dengan pedang perak milik Dharmawangsa yang sekarang dikuasainya, dan juga dengan bantuan Nyi Saraswati, dia yakin mantan saudara seperguruannya itu pasti akan bisa dibunuhnya. "Jangan harap aku akan menyerahkan pedang perak ini kepadamu, Dharmawangsa. Selama kita berlatih di gunung Pesagi, aku merasakan ketidak adilan dilakukan guru terhadap kita berdua. Orang tua itu terlalu pilih kasih dan selalu menganggapku tidak memiliki bakat sebaik dirimu." "Bukankah memang begitu adanya, Ageng? Kau memang tidak memiliki bakat sebaik diriku, jadi wajar jika kau hanya dinomor duakan oleh guru." Dharmawangsa membalas ucapan Ageng Wicaksono. Dirasanya akan sulit untuk membuat adik seperguruannya itu sadar, sehingga menjatuhkan secara verbal pun perlu dilakukan untuk memancing emosi bekas temannya itu. "Dan perlu kau tahu, meski kau s
Seusai berkata, Jalu memutar ganggang pedangnya setengah lingkaran dan kemudian bergerak cepat memberi serangan."Formasi Sarang Ular!" teriak Gandara.Ketika pemuda tampan itu datang mendekat, ketiga tetua perguruan Lembah Ular tersebut terlihat memisahkan diri dan melakukan serangan dari tiga sisi berbeda. Jalu kali ini dibuat kerepotan dengan formasi serangan berbeda yang digunakan ketiga lawannya. Dia terlihat sedikit kesulitan untuk memberikan tekanan dan menembus formasi serangan yang digunakan mereka bertiga.Perubahan posisi dari menyerang ke bertahan dan sebaliknya, mereka lakukan dengan cepat dan tepat. Beberapa serangan yang mereka bertiga lakukan bahkan bisa mengenai tubuh pendekar muda tersebut. Untungnya energi di dalam tubuhnya bereaksi dengan cepat menciptakan perisai untuk menghindarkan tubuh Jalu dari luka-luka.Mendapati dirinya kesulitan menembus pertahanan formasi lawan tidak membuat pemuda delapan belas tahun itu gentar, Jalu malah terus menyerang dengan menggun
Meski serangan yang dilepaskan Gandara mengalami kegagalan, tapi serangan bergelombang yang mengincar nyawa Jalu tidak berhenti sampai di situ. Sumitra langsung mengayunkan pedangnya untuk menebas kepala pendekar muda itu, akan tetapi Jalu bisa menghindarinya dengan menarik tubuhnya ke bawah dan kemudian memberikan tendangan ke perut Sumitra Uuugh! Sumitra memekik ketika tendangan Jalu mengenai ulu hatinya dengan telak. Salah satu tetua di perguruan Lembah Ular itu tersurut ke belakang, lalu memegangi perutnya yang terasa nyeri. Bahkan untuk beberapa saat dia tidak bisa bernapas.Jalu tidak melepaskan kesempatan itu untuk menghabisi nyawa lawan, dia melompat beberapa langkah ke belakang lalu menyiapkan jurus Lidah Halilintar. Setelah itu pedangnya terangkat ke atas dan lantas menebaskannya dengan cepat ke arah Sumitra. Selarik sinar berwarna biru kemerahan keluar dari ujung bilah pedang halilintar, melesat menuju Sumitra yang masih memegangi perutnya. Beruntungnya Baruna tanggap,
Selain ilmu kanuragan yang mumpuni, pengalaman Dharmawangsa yang cukup panjang di dunia persilatan tentu adalah modal terbaik untuk menghadapi kedua pendekar yang sedang mengeroyoknya. Serangan Nyi Saraswati semakin menggila. Dia merasa di atas angin dan merasa memiliki kesempatan untuk bisa menghajar, atau bahkan membunuh Dharmawangsa. Menurutnya kekuatan Dharmawangsa tidak sekuat yang diceritakan Ageng Wicaksono, itu terbukti dari kesulitannya Dharmawangsa menghadapi serangannya. Bahkan dia juga tidak member kesempatan kepada Ageng Wicaksono untuk membantunya. Di sisi lain, Dharmawangsa tersenyum dalam hati. Dilihatnya Nyi Saraswati selalu meninggalkan celah setiap kali menyerang. Namun dia masih belum bisa menyarangkan serangannya, karena tongkat di tangan ketua perguruan Lembah Ular itu terus bergerak membuka pertahanannya.Nyi Saraswati masih terus menyerang dengan membabi buta. Statusnya yang merupakan ketua perguruan aliran hitam memang tidak bisa disepelekan. Semua serangann