Siang hari, Ron benar-benar mengajak Rin menghabiskan waktu bersama di luar.Pria itu membawa sang gadis mengunjungi sebuah tempat wisata terkenal yang pasti dikunjungi oleh para wisatawan saat berkunjung ke Roma, yaitu Colloseum."Ini ... Colloseum yang biasa aku lihat di buku pelajaran sekolah?" tanya Rin dengan mata membulat lebar saat dirinya menatap bangunan besar yang berdiri kokoh di hadapan matanya."Kau benar-benar norak!" ejek Ron sembari menoyor kepala Rin.Pria itu menggandeng tangan Rin dan mengajak sang gadis berkeliling area Colloseum yang ramai dengan wisatawan."Bisa tolong kau potret aku untuk kenang-kenangan?" pinta Rin sembari menyodorkan ponsel pada Ron."Foto apa?" tanya Ron malas."Ayolah, Ron! Satu foto saja untuk kenang-kenangan!" rengek Rin pada Ron."Merepotkan!" gerutu Ron sembari meraih ponsel milik Rin.Pria itu menatap sejenak ponsel jadul milik Rin yang memiliki kamera bu
Rin duduk di sebuah bangku taman seorang diri sembari memandangi Ron yang tengah sibuk membelikan minuman untuk di minimarket yang berada tepat di seberang tempatnya duduk.Gadis itu terus menatap ke arah Ron yang tengah mengotak-atik isi dompet untuk membayar minuman dan camilan yang dibelinya untuk Rin."Apa saat ini aku benar-benar sedang berkencan?" gumam Rin masih tak percaya dirinya menghabiskan waktu dengan pria yang sempat menculiknya dan hampir membunuhnya.Hubungan mereka berubah begitu cepat, dari tawanan hingga sekarang berubah menjadi pujaan.Ron keluar dari minimarket, kemudian berjalan menghampiri Rin dengan senyum sumringah."Rin!"Hati Rin langsung berdebar tak karuan saat dirinya melihat Ron menampilkan senyuman manis padanya. 'Rin, kau benar-benar sudah tidak tertolong lagi!' batin Rin berkecamuk."Kau mau minuman apa? Aku membelikan air mineral, soda, dan susu," ucap Ron mengeluarkan berbagai macam kaleng minuman untuk Rin."Minuman apa ini?" tanya Rin dengan dahi
"Rin, bagaimana kabarmu sekarang?" gumam Ren cukup cemas memikirkan sang adik yang kini tengah berada jauh darinya.Pria itu kini tengah disekap oleh klien yang memerintahkan dirinya memburu Ron.Tak lagi menjadi kaki tangan, kini Ren telah berubah menjadi tawanan yang menunggu untuk diselamatkan oleh sang adik.Brak!Pintu tempatnya disekap pun terbuka lebar dan muncullah seorang pria berwajah seram yang datang membawa nampan makanan."Hari ini kau mendapatkan menu spesial," ujar pria itu dengan senyum sinis."Apa lagi? Kau ingin mematahkan tulangku yang lain?" ketus Ren."Makanlah, Ren." Pria itu duduk di samping Ren, menemani sang tawanan yang sudah babak belur karena dihajar oleh kumpulan orang yang sempat menjadi rekannya dalam mengejar Ron."Kau pikir saat ini aku masih bisa menelan makanan?" sinis Ren."Aku tahu kau pasti mengkhawatirkan adikmu," ujar pria itu."Aku tidak butuh belas kasihan darimu!" "DIA sudah tahu kalau adikmu saat ini berada di Roma bersama dengan Ron," un
Ron dan Rin saling diam tanpa mengucap kata setelah ungkapan cinta yang dinyatakan oleh Ron.Ron terlalu malu dan canggung untuk membuka pembicaraan, sementara Rin terlalu bingung bagaimana ia harus merespon perkataan Ron.'Sial! Kenapa jadi canggung begini?' gerutu Ron dalam hati.'Kenapa Ron diam saja sejak tadi?' batin Rin.Kedua insan itu diam-diam saling mencuri pandang tanpa membuka percakapan. Ron dan Rin sibuk menatap pemandangan kota dengan pikiran yang sudah melayang ke mana-mana.Setelah keheningan yang lama, karena Ron tak juga membuka suara, akhirnya Rin memberanikan diri untuk memecah kesunyian di antara mereka."Lebih baik kita pulang saja. Langit agak mendung," ucap Rin tanpa berani melihat ke arah Ron."Hm," Ron hanya mengangguk dan menangkap basah Rin yang terlihat salah tingkah di depannya dan tak berani bertatapan padanya.Obrolan mereka sebelumnya hanya menguap begitu saja, tanpa kejelasan respon dan jawaban dari sang gadis. Ron sendiri cukup malu usai mengatakan
Tangan Rin mulai bergetar hebat dan wajahnya sedikit memucat. Gadis itu benar-benar tak siap menerima kembali teror dan ancaman dari orang yang tak dikenal, apalagi orang misterius mencoba menyerang dirinya menggunakan Ren.Ron yang mengintip Rin dari kejauhan, mulai ikut cemas saat melihat wajah pucat Rin yang tak kunjung mengangkat panggilan telepon. Pria itu bergegas menghampiri Rin dan merebut ponsel yang masih ada di genggaman tangan Rin.Ron melirik ke arah layar dan melihat nomor kontak yang dirahasiakan oleh sang pemanggil. Tanpa basa-basi, pria itu langsung mengangkat panggilan telepon tersebut meskipun Rin mencoba untuk merebut telepon genggam miliknya.Tak lupa, Ron mengencangkan volume dan mendengarkan pembicaraan sosok misterius di seberang sana. "Halo, Nona Rin? Masih ingat aku? Bisa kita berbincang sebentar?" Ron melirik ke arah Rin dan memberikan kode agar gadis itu merespon telepon tersebut. Ron yang melihat Rin nampak panik, berusaha menenangkan Rin dengan menggengg
Ron dan Rin duduk bersama di ruang tamu dengan wajah tegang. Rin terus menatap ke arah ponselnya, berharap pesan ancaman yang ia dapatkan hanyalah mimpi yang seharusnya tidak pernah terjadi pada kehidupan normalnya."Beberapa minggu lalu aku hanyalah mahasiswi biasa yang hampir dikeluarkan dari kampus karena suatu hal yang tidak aku lakukan. Tapi sekarang, hidupku sudah berubah genre menjadi thriller semenjak kau menodongkan senjata padaku," ujar Rin dengan wajah frustasi."Kau minum saja obatmu dan beristirahatlah," cetus Ron.Kepala Rin makin pening, memikirkan keadaan sang kakak dan mempertimbangkan baik-baik perintah dari orang yang telah mengancamnya. Namun, meskipun Rin menuruti permintaan pria itu, Ron sudah telanjur mengetahui semuanya. Bagaimana dirinya bisa memenuhi perintah orang itu, sementara hal ini sudah diketahui oleh target sejak awal?"Aku ingin pulang saja," ucap Rin tiba-tiba.Ron menatap Rin dengan tatapan tajam saat
"Beri aku waktu. Em, sampai besok pagi. Bagaimana?" tawar Rin pada Ron."Untuk apa?" tanya Ron dengan dahi berkerut."Tentu saja untuk memberikan jawaban untukmu. Kau tidak ingin mendengar pendapatku tentangku?" cetus Rin."Kenapa tidak sekarang saja? Kau bisa langsung mengatakannya padaku sekarang, kan? Apa yang kau rasakan saat ini ketika kau sedang bersamaku ... bisa kau katakan sekarang, kan? Untuk apa lagi menunggu sampai besok?" tukas Ron tak ingin berlama-lama menunggu, apalagi hanya untuk sebuah penolakan."Aku tidak akan menuntut apa pun darimu. Aku hanya ingin mendengar pendapatmu tentangku," imbuh Ron.Rin terdiam sejenak, tanpa berani menimpali perkataan Ron. Memang ada beberapa hal yang ingin Rin pertimbangkan saat memberikan jawaban pada Ron. Gadis itu ingin menyiapkan jawaban yang bagus agar dirinya tak membuat Ron kecewa, jika Rin mengutarakan hal yang tidak ingin didengar oleh Ron."Kau tidak perlu mempertimbangkan apa pun, Rin. Kau cukup jawab ya atau tidak untuk per
Tring! Hari damai Rin pun kembali terusik oleh panggilan telepon dari pria yang mengancamnya. Usai memberikan informasi mengenai Ron padanya, Rin langsung dihubungi oleh pria misterius yang mencoba memperalat dirinya menggunakan Ren sebagai tawanan."Nomor tidak dikenal. Pasti ini dari orang itu," gumam Rin kemudian berlari mencari Ron sebelum mengangkat panggilan telepon."Ron? Kau di dalam? Boleh aku masuk?" Rin menggedor-gedor pintu kamar Ron, tapi sayangnya tak ada jawaban terdengar dari kamar Ron."Apa Ron tidak ada di kamar? Atau dia sedang tidur?" gumam Rin menerka-nerka.Rin menarik gagang pintu kamar Ron, dan memaksa masuk ke dalam ruangan pribadi pria dingin itu. "Ron? Kau di dalam?" Terdengar suara gemericik air yang menandakan kalau Ron tengah berada di kamar mandi. Rin pun segera melangkah menuju kamar mandi dan mengetuk pintu kamar kecil itu."Ron, kau di dalam, kan? Ada telepon penting yang masuk! Aku membutuhkanmu!" pekik Rin di luar kamar mandi.Ron mengusap wajahnya