“Ada apa, Nak Ajeng. Ada apa dengan kaki Nak Ajeng?” tanya Ni Imah sambil memeriksa kakiku.“Itu, Ni. Ada luka di kaki Ajeng, dan itu seperti luka gigitan ular,” jawabku sambil menunjuk luka yang ada di kaki kiri dan kananku.Ni Imah hanya diam sambil memeriksa kembali kakiku, dan wanita tua itu lalu keluar dan tak lama kembali sambil membawa mangkuk yang tidak aku ketahui apa isinya.“Apa itu, Ni?” tanyaku penasaran.“Ini hanya obat, Nak Ajeng.” Jawab Ni Imah.Ni Imah kemudian mengusapkan apa yang dia bawa ke kedua kakiku. Bila dilihat dari warnanya, obat itu terlihat seperti terbuat dari daun-daunan. Bahkan kakiku terasa dingin ketika ninik mengusapkannya, dan rasa sakit tadi ketika aku gerakan kakiku juga berangsur-angsur berkurang.“Apa luka di kaki Ajeng itu memang bekas gigitan ular?”“Iya, Nak Ajeng. Tapi luka Nak Ajeng sudah tidak berbahaya. Karena racun dari ular itu sudah di keluarkan oleh akik.”“Akik? Apa akik yang mengeluarkan bisa ular-ular itu, Ni?” tanyaku tidak percay
Ki Joko dan Ni Imah saling menatap sebelum Ki Joko menjawab apa yang aku tanyakan, dan pria tua itu kemudian berdiri dan mengambil sesuatu yang membuatku melebarkan mataku.“Apa Nak Ajeng tahu untuk apa akik meminta Nak Ajeng untuk mengambil bunga ini?” tanya Ki Joko sambil menunjukkan bunga anggrek hitam yang kini ada di tangannya.“Bukankah bunga itu untuk obat akik? Karena bunga itu akik akhirnya sembuh.”“Bukan karena bunga ini akik sembuh, Nak Ajeng. Tapi karena Nak Ajeng yang membuat akik sembuh.”“Ma –maksud, Akik? Ajeng tidak mengerti, Ki. Mengapa Ajeng yang membuat akik sembuh, bukannya bunga itu?”“Apa Nak Ajeng ingat dengan kucing dan pemuda yang Nak Ajeng temui di hutan?”“Kucing? Pemuda?”Aku yang masih ingat sekali siapa yang aku temui di hutan, kemudian mengangguk dan aku benar-benar tidak percaya akik bisa mengetahui tentang hal itu. Apakah waktu itu akik mengikutiku atau?Aku benar-benar tidak bisa memahami semua yang terjadi. Karena semua ini di luar jangkauanku, dan
Aku yang masih bimbang karena apa yang akik katakan hanya diam dan memikirkan lagi keputusan yang baru saja aku katakan kepada akik.Dalam ke bimbanganku itu, tiba-tiba aku teringat kata-kata Mas Budi ketika aku memejamkan mata saat kejadian angin dan suara Pangeran Dayu membuat keributan di gubuk akik ini, dan aku kini sudah sangat yakin dengan keputusanku. Karena bila terus seperti ini, maka aku akan terus terkurung di desa ini.“Ajeng yakin, Ki. Dan Ajeng tidak akan menyesalinya,” jawabku mantap kepada akik.“Kalau memang Nak Ajeng sudah yakin dan mantap dengan keputusan Nak Ajeng, akik akan menyiapkan semuanya,” ucap akik.***Hari ini akik dan ninik sudah terlihat sibuk sejak pagi, dan aku hanya bisa diam dan menyaksikan apa yang mereka lakukan. Aku diam bukan karena tidak ingin membantu mereka, tapi akik sendiri yang memintaku untuk berdiam diri dan tidak membantu mereka.Akik memintaku untuk berdiam diri di dalam gubuk untuk menenangkan diri. Karena mulai hari ini mereka akan m
Aku yang terkejut dengan kehadiran orang-orang yang aku lihat di depan gubuk membuatku tidak bisa meneruskan langkahku, dan aku memilih untuk masuk lagi ke dalam gubuk untuk menghindari orang-orang yang menakutkan itu.“Ki, cepat kemari!” teriak Ni Imah memanggil suaminya.“Ada apa, Ni? Apa yang terjadi?”“Itu Nak Ajeng, Ki. Ninik tidak tahu apa yang terjadi dengannya.”“Biar akik lihat dulu, Ni.”Di dalam gubuk aku bisa mendengar seluruh percakapan akik dan ninik, tapi aku tetap tidak berani keluar untuk menemui mereka, dan itu karena orang-orang yang aku lihat di depan gubuk yang memperhatikanku.“Ada apa, Nak Ajeng? Mengapa Nak Ajeng seperti ini?” tanya akik.“I –itu, Ki.” Ujarku sambil menunjuk ke arah keluar pintu.Akik yang sepertinya mengerti dengan apa yang aku maksud lalu memejamkan mata, dan tak lama akik lalu mengusapkan tangannya ke mataku dan aku tidak melihat orang-orang itu lagi setelah akik mengusap mataku.“Bagaimana, Nak Ajeng. Apa Nak Ajeng sudah lebih baik?” tanya
“Nak Ajeng,” tegur Ni Imah mengejutkanku, “Ada apa Nak Ajeng berdiri di sini? Apa Nak Ajeng sedang mencari akik?” lanjut wanita tua itu.“Itu, Ni. Ajeng—.”“Ada apa, Nak Ajeng? Apa Nak Ajeng mencari akik?” sela akik yang sudah berada di sampingku.Melihat akik yang sudah berdiri di sampingku, aku lalu menoleh ke arah tempat akik berbicara dengan orang yang sebelumnya aku lihat, tapi ternyata orang itu sudah tidak ada.“Ke mana orang itu?” ucapku sambil mencari keberadaan orang yang tadi berbicara dengan akik.“Siapa yang Nak Ajeng cari?” tanya akik.“Itu, Ki. Yang tadi berbicara dengan akik. Sekarang dia di mana?” jawabku masih sambil mencari keberadaan pria itu, dan tidak memperhatikan akik.“Siapa yang Nak Ajeng maksud? Akik dari tadi tidak bicara dengan siapa-siapa di sana,” jawab akik yang membuatku mengalihkan pandanganku, “Akik hanya membersihkan sisa ritual saja tanpa ditemani siapapun,” lanjutnya.“Itu, Ki. Seorang pria yang baru saja akik ajak bicara, dan pria itu mirip sekal
“Aryo, ayo ikut bapak!” terdengar akik berbicara.“Tapi, Pak. Aryo ha—.”Suara Aryo langsung menghilang bersamaan dengan derap langkah kaki yang menjauh, dan aku langsung menggunakan kesempatan itu untuk pura-pura terbangun agar akik dan ninik tidak curiga. Selain itu, aku juga ingin mengetahui yang terjadi.“Na –Nak Ajeng,” ucap Ni Imah dengan raut wajah yang terlihat terkejut.Aku lalu mengusap mataku yang tidak mengantuk agar ninik percaya aku baru bangun. Ni Imah terlihat gugup ketika aku bangun dan menatapnya, dan aku tahu sekali mengapa Ni Imah bersikap seperti itu.“Ada apa, Ni? Mengapa ninik gugup seperti itu? Apa ada yang terjadi dengan akik?” tanyaku berpura-pura tidak tahu.“Akik baik-baik saja, Nak Ajeng. Hanya, hanya,” jawab ninik terlihat binggung.Aku yang tadinya duduk, kini menghampiri Ni Imah. Tapi baru saja aku akan bertanya kepadanya lagi, terdengar suara akik sedang berbicara dengan seseorang, dan aku yakin sekali orang itu adalah Aryo.“Akik sedang berbicara deng
Ki Joko dan istrinya hanya saling memandang ketika aku bertanya kepada mereka. Namun ninik kemudian mengangguk dan menyentuh lengan akik, dan akik kemudian memintaku dan Aryo untuk duduk.Setelah aku dan Aryo duduk, akik dan ninik pun duduk berhadapan dengan kami, dan suasana saat ini terasa sangat tegang hingga belum ada yang berbicara satu kata pun di antara kami berempat.“Jadi siapa sebenarnya Aryo, Ki?” tanyaku memecah keheningan di antara kami, “Apa dia bukan manusia seperti kita? Apa dia?” lanjutku sambil melirik Aryo.Aku sengaja menjeda kalimatku, karena aku takut apa yang ada dipikiranku ternyata benar. Karena bila itu terjadi, maka mungkin saja kejadian waktu itu akan terjadi lagi, dan aku tidak ingin menjadi bagian dari mereka.“Aku manusia sama seperti kalian, Ajeng! Memangnya kamu pikir aku apa?” ucap Aryo penuh penekanan.“Cukup, Aryo. Tolong jangan seperti ini, Nak.” Ucap akik dengan suara yang gemetar.“Tapi, Pak. Apa salah, Aryo? Aryo hanya menyukai Ajeng dan ingin b
Aku dan akik yang masih berada di dalam gubuk langsung berlari keluar untuk melihat yang terjadi. Ternyata di luar gubuk berdiri seorang raksasa dengan wajah yang sangat seram, dan raksasa itu berteriak dan menghancurkan yang di sekitarnya.Untung saja di sekitar rumah akik tidak ada rumah lain. Kalau tidak, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada mereka.“Aryo, hentikan!” teriak akik sambil menatap raksasa yang berdiri di depannya.“A –Aryo?” ucapku terkejut.Aku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar menoleh ke arah akik, dan benar saja. Akik memanggil raksasa itu dengan nama Aryo.Apakah itu artinya wujud Aryo yang sebenarnya adalah raksasa ini?Takut dan tidak percaya, itulah yang aku rasakan saat ini, dan aku langsung melangkah mundur, begitu raksasa yang ada di depanku saat ini menatapku dan kepalanya perlahan-lahan turun dan mengarah kepadaku.“Ajeng,” panggil raksasa itu dengan suara yang menggelegar sambil menatapku.“Aryo, hentikan! Apa kamu ingin membuat Nak