Maeera tersentak kaget dan langsung tersedak mendengar perkataan Kai Yuta. Ia tak menyangka, adik tirinya itu selama ini diam-diam jatuh cinta padanya. Gadis miskin dari desa dengan wajah biasa-biasa saja. "Uhuhukk ... Uhkkkk ... Uhkkkk ... " Maeera tersedak. Macaron yang ia makan tersangkut di tenggorokannya. Segera, Kai menepuk-nepuk punggung Maeera dengan wajah panik. "Kau tak apa?" tanya Kai.Maeera menganggukkan kepala sembari menepuk-nepuk dadanya. "Hmmmm ... Aku tak apa, hanya sedikit tersedak," jawab Maeera sembari mengangkat tangannya meminta Kai berhenti menepuk-nepuk punggungnya. "Aku lupa tak membawa air minum, kalo begitu, aku akan mengambil air minum untukmu," seru Kai panik lalu berdiri dari tempat duduknya. Maeera memegang tangan Kai yang hendak berdiri pergi, memintanya untuk tetap duduk."Aku tak apa, aku sudah baikan. Aku hanya sedikit tersedak karena mendengar kata-katamu," terang Maeera. "Maaf jika perkataanku mengagetkanmu," kata Kai, lalu kembali duduk di
Pulau Koch. Rin Leung terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit, selang infus masih terpasang di tangan kirinya. Setelah terbaring tak sadarkan diri selama lebih dari dua hari, mafia muda itu akhirnya siuman. Kini ia berada dalam masa pemulihan. "Oh! Kau sudah bangun," tanya Avani yang baru saja datang dari luar. Terlihat ia membawa paper bag kecil berisi buah-buahan dan beberapa makanan ringan. Rin yang sedang duduk bersandar di ranjang, tersenyum melihat kedatangan Avani. "Maaf, aku tadi pergi keluar saat kau tidur. Aku membeli beberapa makanan untukmu?" terang Avani sembari berjalan ke arah meja tak jauh dari Rin. Ia mengeluarkan beberapa makanan ringan dan buah-buahan dari dalam paper bag yang ia bawa, lalu menatanya dengan rapi di atas meja. "Dari mana kau mendapatkan uang?" tanya Rin penasaran. Matanya melihat barang-barang yang di keluarkan Avani dari dalam paper bag. "Uang?? Aku mendapatkannya dari asisten rumah tanggamu, Gulbi. Dia memberikan banyak uang padaku. A
Sore hari di sebuah mansion mewah di pusat kota Bulan. Nyonya Isihiika, ibu kandung Kai, terlihat sedang duduk santai di sebuah ruangan besar bergaya modern sembari menyeruput teh hangat dari cangkir mahalnya. Wanita paruh baya berpenampilan anggun dengan alis tebal dan hitam dan tulang hidung tinggi itu, terlihat sesekali membalik buku tebal mengenai bedah dan kedokteran yang sedang ia baca. Di tengah kesibukannya menikmati secangkir teh dan membaca, dari luar ruangan, seorang asisten rumah tangga berpakaian rapi, berjalan pelan masuk ke dalam ruangan besar itu kemudian mendekat ke arahnya. Asisten rumah tangga berpenampilan rapi, berseragam hitam putih dengan rok hitam selutut dan blazer warna hitam itu, terlihat mendekat ke arahnya lalu membisikkan sesuatu ke telinga nyonya besar grup Liong itu. Raut wajah nyonya Isihiika tampak antusias mendengar bisikan asisten rumah tangganya. Ia bersemangat. "Suruh dia masuk. Aku memang sudah lama menunggunya," perintah nyonya Isihiika
Nyonya Isihiika duduk diam di ruang baca dengan wajah cemas dan gelisah. Jari-jarinya yang lentik, tak henti-hentinya mengetuk-ngetuk pelan meja dengan penuh kekhawatiran. Ia penasaran dengan siapa putranya menjalin hubungan. Dan entah mengapa ia merasa tak asing dengan wajah gadis itu. "Siapa gadis itu," gumamnya pelan. Di tengah kegelisahannya, dari luar ruangan, seorang asisten rumah tangga berjalan pelan mendekatinya. "Nyonya, tuan muda Kai datang," ucap asisten rumah tangga itu dengan sopan. Nyonya Isihiika menghentikan ketukan tangannya. "Suruh dia masuk," ujar wanita paruh baya itu sembari mengambil buku tebal dari atas meja lalu pura-pura membacanya. Asisten rumah tangga itu mengangguk pelan lalu berjalan kembali ke luar. Tak lama kemudian, seorang pria muda berbadan tegap berpenampilan rapi, memakai setelan blazer berwarna red wine, berjalan pelan masuk ke dalam ruangan. Aroma bunga gardenia, seketika memenuhi ruang besar itu begitu pria tampan itu masuk. "Apa ibu
Musim penghujan telah tiba di kota Bulan, ditandai dengan berhembusnya angin muson barat dari Samudra Hindia dan Laut Cina, ke daratan utama.Angin yang membawa banyak uap air karena telah melintasi samudra yang begitu luas, menyebabkan hujan dan hawa dingin di wilayah yang di laluinya.Beberapa hari terakhir, hujan bahkan turun seharian, membuat suhu udara di kota Bulan, yang terletak di pinggir Samudra Hindia itu turun drastis. Rin berbaring malas di atas tempat tidur dengan selimut tebal menutupi seluruh tubuhnya. Mengenakan hoodie berwana abu-abu dan kaos kaki panjang di atas mata kaki, pria bermata kecil itu memeluk bantal besar dan meringkuk dengan nyaman di atas tempat tidurnya. Sedangkan Maeera, istri palsunya atau ia kerap menyebutnya 'peliharaan', duduk diam di pinggir ranjang sibuk memainkan ponselnya. Gadis manis berambut panjang itu, tak terlalu memperhatikan tingkah suaminya yang sedari tadi meringkuk diam di atas kasur sembari memasang wajah masam. Ia terlalu sibuk d
Dalam sepersekian detik, bunga-bunga api meletup-letup indah di otak Maeera saat bibir Gin menyentuh bibirnya dan menggigitnya. Ia merasakan sensasi panas dan pedas di mulutnya, tapi disaat yang bersamaan, ada rasa lembut dan manis dari bibir Gin yang menyentuh bibirnya. "Hmm ... Memang lumayan pedas," ucap Gin begitu botol wine di tangannya terbuka, dan ia mengakhiri ciumannya. Maeera diam ternganga dengan jantung berdegup kencang. Tatapan matanya kosong, wajahnya beku tanpa ekspresi. Ini adalah pengalaman pertamanya, dan pengalaman itu hampir membuatnya gila. Dalam sepersekian detik, otaknya bahkan berhenti bekerja sehingga gagal memproses data bahwa ciuman pertamanya baru saja di renggut oleh suami palsunya. Tapi ketika letupan-letupan bunga api di otaknya berakhir, dan ia kembali ke kesadarannya. Maeera langsung murka."Gin!!!" pekik gadis manis itu dengan wajah merah menahan marah dan malu. Buru-buru ia mengelap bibirnya yang baru saja melakukan dosa besar. "Puih ... Puih-pui
Setelah sepuluh hari terbaring di rumah sakit karena luka tusuk dan luka tembak yang dialaminya, Rin Leung akhirnya kembali ke Sango Side Manor. Meski belum pulih sepenuhnya, namun Rin sudah bisa beraktifitas seperti biasa. Di temani Avani, mafia muda itu turun dari mobil Range Rover warna putih, tepat di halaman depan Sango Side manor. Sejumlah pria berjas hitam langsung menyambutnya begitu ia turun dari mobil. "Selamat datang bos," sapa gerombolan pria itu kompak. Rin menganggukkan kepala lalu menepuk satu persatu bahu pria yang menyambutnya. Dari kejauhan, seorang pria muda, berambut cepak berpenampilan rapi mengenakan kemeja berwana hitam, dengan dua buah tindik di telinga kirinya, nampak berlari tergopoh-gopoh menghampiri dirinya. "Selamat datang bos," sapa pria muda itu dengan gugup. Rin mengangguk pelan lalu berjalan menuju pintu utama manor, di ikuti Avani yang berjalan pelan di belakangnya. "Ada apa, katakan!" tanya Rin yang sepertinya sudah tau maksud dan tujuan pr
Avani menghempaskan tubuhnya ke atas kasur lembut di kamarnya. Rambutnya yang panjang, jatuh lunglai berserakan di atas seprai.Setelah sepuluh hari tidur tak nyenyak dan makan tak enak, karena harus merawat Rin Leung di rumah sakit, gadis cantik itu akhirnya bisa kembali merasakan lembut dan hangatnya bantal bulu angsa di kamarnya. "Ah nyaman sekali ... " ucapnya sembari memeluk erat bantal besar di sampingnya. "Hemm ... Tempat ini kini hampir terasa seperti rumahku. Ah, andai aku bisa segera pulang, aku sudah sangat merindukan rumah," ucapnya dengan nada sendu.Berbicara soal pulang, Avani tiba-tiba teringat sesuatu. Sebelum insiden penembakan itu, ia hampir saja diperkosa oleh Rin Leung. Beruntung, sang mafia berhasil mengendalikan dirinya sehingga kejadian buruk itu tak jadi menimpanya.Dan setelah kejadian itu, ia tak sengaja bertemu dengan Alex Tja, pria pemilik kapal pesiar, yang mengaku mengenal dirinya. Bersama Alex, Avani membuat sebuah kesepakatan penting, di mana Alex ak