Musim penghujan telah tiba di kota Bulan, ditandai dengan berhembusnya angin muson barat dari Samudra Hindia dan Laut Cina, ke daratan utama.Angin yang membawa banyak uap air karena telah melintasi samudra yang begitu luas, menyebabkan hujan dan hawa dingin di wilayah yang di laluinya.Beberapa hari terakhir, hujan bahkan turun seharian, membuat suhu udara di kota Bulan, yang terletak di pinggir Samudra Hindia itu turun drastis. Rin berbaring malas di atas tempat tidur dengan selimut tebal menutupi seluruh tubuhnya. Mengenakan hoodie berwana abu-abu dan kaos kaki panjang di atas mata kaki, pria bermata kecil itu memeluk bantal besar dan meringkuk dengan nyaman di atas tempat tidurnya. Sedangkan Maeera, istri palsunya atau ia kerap menyebutnya 'peliharaan', duduk diam di pinggir ranjang sibuk memainkan ponselnya. Gadis manis berambut panjang itu, tak terlalu memperhatikan tingkah suaminya yang sedari tadi meringkuk diam di atas kasur sembari memasang wajah masam. Ia terlalu sibuk d
Dalam sepersekian detik, bunga-bunga api meletup-letup indah di otak Maeera saat bibir Gin menyentuh bibirnya dan menggigitnya. Ia merasakan sensasi panas dan pedas di mulutnya, tapi disaat yang bersamaan, ada rasa lembut dan manis dari bibir Gin yang menyentuh bibirnya. "Hmm ... Memang lumayan pedas," ucap Gin begitu botol wine di tangannya terbuka, dan ia mengakhiri ciumannya. Maeera diam ternganga dengan jantung berdegup kencang. Tatapan matanya kosong, wajahnya beku tanpa ekspresi. Ini adalah pengalaman pertamanya, dan pengalaman itu hampir membuatnya gila. Dalam sepersekian detik, otaknya bahkan berhenti bekerja sehingga gagal memproses data bahwa ciuman pertamanya baru saja di renggut oleh suami palsunya. Tapi ketika letupan-letupan bunga api di otaknya berakhir, dan ia kembali ke kesadarannya. Maeera langsung murka."Gin!!!" pekik gadis manis itu dengan wajah merah menahan marah dan malu. Buru-buru ia mengelap bibirnya yang baru saja melakukan dosa besar. "Puih ... Puih-pui
Setelah sepuluh hari terbaring di rumah sakit karena luka tusuk dan luka tembak yang dialaminya, Rin Leung akhirnya kembali ke Sango Side Manor. Meski belum pulih sepenuhnya, namun Rin sudah bisa beraktifitas seperti biasa. Di temani Avani, mafia muda itu turun dari mobil Range Rover warna putih, tepat di halaman depan Sango Side manor. Sejumlah pria berjas hitam langsung menyambutnya begitu ia turun dari mobil. "Selamat datang bos," sapa gerombolan pria itu kompak. Rin menganggukkan kepala lalu menepuk satu persatu bahu pria yang menyambutnya. Dari kejauhan, seorang pria muda, berambut cepak berpenampilan rapi mengenakan kemeja berwana hitam, dengan dua buah tindik di telinga kirinya, nampak berlari tergopoh-gopoh menghampiri dirinya. "Selamat datang bos," sapa pria muda itu dengan gugup. Rin mengangguk pelan lalu berjalan menuju pintu utama manor, di ikuti Avani yang berjalan pelan di belakangnya. "Ada apa, katakan!" tanya Rin yang sepertinya sudah tau maksud dan tujuan pr
Avani menghempaskan tubuhnya ke atas kasur lembut di kamarnya. Rambutnya yang panjang, jatuh lunglai berserakan di atas seprai.Setelah sepuluh hari tidur tak nyenyak dan makan tak enak, karena harus merawat Rin Leung di rumah sakit, gadis cantik itu akhirnya bisa kembali merasakan lembut dan hangatnya bantal bulu angsa di kamarnya. "Ah nyaman sekali ... " ucapnya sembari memeluk erat bantal besar di sampingnya. "Hemm ... Tempat ini kini hampir terasa seperti rumahku. Ah, andai aku bisa segera pulang, aku sudah sangat merindukan rumah," ucapnya dengan nada sendu.Berbicara soal pulang, Avani tiba-tiba teringat sesuatu. Sebelum insiden penembakan itu, ia hampir saja diperkosa oleh Rin Leung. Beruntung, sang mafia berhasil mengendalikan dirinya sehingga kejadian buruk itu tak jadi menimpanya.Dan setelah kejadian itu, ia tak sengaja bertemu dengan Alex Tja, pria pemilik kapal pesiar, yang mengaku mengenal dirinya. Bersama Alex, Avani membuat sebuah kesepakatan penting, di mana Alex ak
Rin Leung berjalan cepat menuju ruang kerjanya, wajahnya dingin dan muram. Persis seperti rumah tua peninggalan Belanda. Garis wajahnya yang tegas, terlihat semakin menonjol dan kejam, mirip batu pualam yang di pahat rapi, namun di simpan di tempat yang dingin dan sakral. Setelah mendapat penolakan tegas dari Avani Lie, mafia muda itu memutuskan untuk mengubah strategi bertarungnya, demi menumbangkan Grup Liong dan pemiliknya. Awalnya, ia berniat memanfaatkan Avani Lie, menantu pertama keluarga Liong untuk menuntaskan balas dendamnya. Tapi sepertinya, memanfaatkan Avani bukanlah keputusan yang tepat, karena gadis itu sulit sekali untuk dikendalikan. Apalagi Ayahnya, Koch Leung, kini telah mengetahui seluruh rencananya dan memintanya untuk segera mengembalikan Avani Lie ke tempat asalnya, ke Lotus Hall sebagai istri Gin Yuta. Serta membawa kembali istrinya Maeera, ke manor. Mendapat perintah dari ayahnya, mau tak mau, Rin kini harus memainkan rencana cadangannya, untuk menuntas
Mengendarai sedan mewah berwarna hitam, Kai Yuta, melaju kencang memasuki halaman utama Lotus Hall.Setelah sang ibu, nyonya Isihiika, mulai curiga adanya hubungan gelap antara dirinya dengan seorang wanita. Pria muda itu mulai berhati-hati dalam setiap langkahnya. Ia tak ingin jati diri Maeera, wanita pilihannya, terekspose ke publik sebelum waktunya. Tak seperti biasanya, di mana hampir setiap hari ia selalu menyempatkan diri untuk menemui Maeera di mansion kakaknya, akhir-akhir ini, pria tampan itu hanya berkunjung dua kali dalam dalam seminggu. Ini, ia lakukan demi mengurangi kecurigaan ibunya. Beruntung, Maeera menyadari hal itu dan tak pernah mempermasalahkannya.Duduk berdua di bawah pohon kamboja besar, di pinggir lapangan golf, di tepi pantai, Kai dan Maeera, berbincang-bincang santai sembari memandangi deburan ombak samudra Hindia. "Maaf, akhir-akhir ini aku jarang menemuimu," ucap Kai Yuta penuh penyesalan.Tubuhnya yang tegap, bersandar di kursi panjang berwarna putih, d
Gin Yuta, masuk ke dalam mobil sedan hitam yang telah menunggunya, begitu keluar dari gedung kantornya, Amarilishope. Seharian ini, ia sangat lelah karena harus mengikuti sejumlah rapat penting bersama ayahnya dan juga para komisaris di perusahaannya.Meskipun buta, tapi Gin berkegiatan seperti orang normal pada umumnya. Ini mengikuti rapat dan menjalankan bisnis ayahnya seperti biasa. Hal ini, ia lakukan agar perusahaan yang susah payah dibangun oleh ayah dan ibunya di awal-awal pernikahan mereka, tetap menjadi miliknya dan tak jatuh ke tangan adik tirinya, Kai Yuta dan ibu sambungnya nyonya Isihiika, yang jadi istri kedua ayahnya."Asisten Eri, bagaimana jadwalku akhir pekan ini," tanya Gin Yuta yang kini duduk diam di kursi penumpang.Asisten Eri, yang sudah bersiap menghidupkan mobil, segera mengurungkan niatnya. Ia bergegas mengambil ponsel dari dalam saku jasnya, kemudian mengecek jadwal kegiatan bosnya selama akhir pekan ini. "Cukup padat tuan, anda memiliki jadwal perjalanan
Tercekat!!! Avani tak mampu berkata-kata. Semua kalimat yang ingin ia ucapkan, tertahan di pangkal lidahnya. Tangannya gemetar, membaca baris demi baris, tulisan di koran lusuh itu. Ia tak percaya. "Tidak-tidak!! Ini tidak mungkin terjadi. Siapa wanita ini." Avani bertanya kebingungan, kepalanya menggeleng pelan. "Tak mungkin!!! Ini tidak benar. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa wanita ini mengambil posisiku dan mengaku-ngaku sebagai diriku?" Bibir mungil Avani bergetar hebat. Keringat dingin perlahan membasahi telapak tangannya. Ia tak percaya, ada orang yang tega merebut posisinya, dan berpura-pura menjadi dirinya, saat ia berjuang antara hidup dan mati di pulau terpencil ini. "Apa orang-orang-orang di sana tidak tau jika gadis itu bukan aku?" tanyanya dengan ragu. Kini, ia seperti tersesat di labirin gelap yang penuh dengan fakta. Fakta, bahwa ada Avani palsu yang menggantikan dirinya, selama ia terkurung di pulau terpencil itu, tapi ia tak tau siapa gadis itu dan apa alasa