REYNAN“Mah, aku harus ke Jakarta hari ini untuk bertemu pembeli tanah. Titip Fa dan Aslena!” pinta Reynan pada mamanya.Setelah mendengar berita tuntutan keluarga Bayu. Reynan segera mengambil tindakan untuk menjual aset-aset sisa warisan. Tanah, rumah dan villa di daerah Bogor yang akan dijual kali ini."Mah, maaf sekali lagi. Aku pinjam dulu bagian warisannya. Insya Allah akan diganti secepatnya, ” lanjutnya. Karena warisan bagian Reynan sudah habis dijual untuk mengobati Aslena, ia terpaksa meminjam bagian mama. Meski wanita kesayangannya itu ridho, tetap saja tak enak hati.“Itu bukan pinjem, Sayang. Tak usah diganti. Mama ikhlas. Anggap saja itu kado pernikahan kalian,” sahut mama. Digenggam erat telapak tangan putra yang sedang memiliki beban berat itu. “Tapi, Mah-,““Kalau minjem, Mama gak mau ngasih. Rey, izinkan Mama membantu.”Reynan memeluk wanita yang sudah basah pipinya. Mereka sama-sama menanggung beban yang tak ringan ini. Tak ada kata yang bisa pria itu ucapkan lagi
Pendaratan pesawat berjalan mulus. Pria perlente itu berjalan cepat-cepat agar sampai sesuai jadwal yang disepakati dengan pembeli.Lelaki itu berulang kali mengucap hamdalah kala kemudahan demi kemudahan didapatkan.Selang satu jam sampai di restoran mewah tempatnya menyepakati pertemuan. Customernya kali ini sudah tertarik untuk membeli tanah dan villa di daerah Bogor. Survey sendiri dipandu oleh suami. Ledia. Tinggal kesepakatan harga saja.“Anda lebih gagah dari fotonya Mr Reynan!“ puji pria berperawakan tinggi di depannya. “Anda terlalu menyanjung, Tuan!“ sambut Reynan dengan sopan. Keduanya berjabat tangan sebelum sama-sama duduk. Menit berikutnya pembicaraan terkait jual beli villa dan tanah. Lepas dua jam terjadilah kesepakatan harga, transaksi pun dilakukan. Detik itu, terjual sudah warisan bagian mamanya.Agenda selanjutnya adalah mengunjungi mertua untuk mengabarkan hal baik ini. Rencananya ingin ikut ke rumah Bayu langsung untuk meminta maaf secara pribadi atas ketidakny
Hampir saja tas koper dalam genggaman Bayu terlepas mendapati orang-orang yang ingin ia hindari ada di hadapan. Pandangan langsung diarahkan pada orang tuanya. Meminta jawaban atas situasi aneh ini.Bayu menjabat tangan mantan calon mertua juga pesaingnya, lalu duduk di samping tuan Hadikusumo. Berusaha tenang meski penasaran amatlah besar.Ketenangan yang coba ia bangun runtuh kala penjelasan meluncur dari mulut Pak Wijaya. Ditatap wajah kedua orang tuanya dengan sorot dilingkupi amarah. Harga dirinya terluka untuk kali kesekian.“Mohon maaf, saya kira ini adalah kesalahanpahaman. Insya Allah kami ikhlas dengan pembatalan pernikahan. Tidak ada tuntutan apa pun dari-,”“Bayu! Apa-apaan kamu! Keputusan kami tak bisa diganggu gugat!”Teriakan Nyonya Hadikusumo menghentikan ucapan Bayu. Hanya saja pemuda itu tak mau bersitegang dengan orang tuanya di depan tamu, segera saja dia ambil keputusan.“Mohon maaf masalah ini kita bahas di lain waktu. Terima kasih telah bersedia mengunjungi kami
“Apa maksud Papa dan Mama mengajukan tuntutan?” cecar Bayu pada orang tuanya. Setelah para tamu pergi, Bayu langsung membahas masalah ini dengan keluarganya. Ia benar-benar marah dengan kelakuan memalukan orang tuanya kali ini.Menurutnya kalaupun mau mengambil kembali uang pernikahan, cukup sejumlah yang diberi yaitu lima ratus juta rupiah. Tak boleh meminta lebih hingga mencapai satu miliar setengah.“Orang seperti itu harus diberi pelajaran. Enak saja menghina keluarga kita. Tuntutan itu tak seberapa dibanding aib yang ditimpakan!” sanggah mama tak kalah sengit dari hardikan anaknya. Wajah itu memerah menahan amarah yang siap meledak kapan saja.“Aib apa? Lagi pula dunia juga tahu Fahira kecelakaan. Kalaupun pernikahan batal itu takkan jadi bahan gunjingan. Lagipula mana peduli mereka dengan penderitaan orang. Sudahlah, Mah, malu!” bentak Bayu. Kali ini emosinya sudah tak terkendali. Bisa-bisanya mereka berbuat hal paling memalukan ini. Papa tak mau mendengar lebih jauh adu mulut
Hari ini juga Bayu akan menyelesaikan semua urusan, termasuk masalah uang tuntutan orang tuanya dengan keluarga Fahira juga Reynan. Tanpa ragu ia meminta izin untuk berkunjung ke rumah mantannya.Hati berdesir kala kaki menginjak pelataran rumah yang pernah menjadi saksi bahagia sekaligus duka. Tak selang tiga menit, seorang wanita yang pernah ia harapkan jadi ibu kedua, menyambutnya.Sikap keduanya sedikit kaku, tak hangat seperti dulu. Bayu mengedarkan pandangan pada ruangan yang tak berubah sedikit pun.Duduk di sofa yang membelakangi jendela.Telapak tangan digosok-gosokkan untuk mengurangi dingin akibat gugup menyerang.Lepas semenit mantan calon mertua datang. Keduanya berjabat tangan, lalu memulai pembicaraan. Bu Salma menyusul kemudian sambil membawa penganan.“Saya mohon maaf atas sikap buruk Papa dan Mama. Semoga Ayah dan Ibu bersedia memaafkan,” pinta Bayu. “Kami yang harus minta maaf. Kami berharap Nak Bayu sekeluarga memaafkan dan mengikhlaskan Fahira. Semoga dengan itu
“Papaa!”Aslena menghambur pada pria yng baru kembali setelah tiga hari pergi. Dikecup pipi berbulu halus itu berulang-ulang. Dilakukan hal sama oleh ayah anak tersebut.“Aku rindu papa!“ ungkap Aselna sambil melingkatkan dua tangannya di leher Reynan. “Me too. Mama masih bobo?” tanya Reynan kemudian. Aslena menggerakkan kepalanya ke bawah, lalu memggeleng. Binar itu meredup seketika. Hati Reynan ikut menciut mendapati kenyataan yang ada “Kenapa Mama belum bangun? Aku rindu Mama!” tanya Aslena. Ia mendongakkan kepala kembali, lalu satu tetes bening lolos dari netranya. “Sebentar lagi Mama bangun. Insya Allah!” hibur pria berkacamata itu. Ia menyeka buir bening yang jatuh dari kelopak mata putrinya. Di kecup kembali pipi dan keningnya. Setelah melepas rindu hampir setengah jam, Reynan menyerahkan putrinya pada Oma. Kerinduan pada Fahira menuntunnya untuk segera menuju ruang perawatan.Masih sama, wanitanya tetap berbaring tanpa daya. Wajah pucat, dengan pipi semakin tirus. Hati me
“Ada apa dengan Fa?” tanya ReynanRefleks, dia turun dari brankar. Diikuti Aslena.“Tangannya bergerak! Dokter sedang memeriksanya!” lanjut lelaki paruh baya itu setelah mengatur napas yang tersengal. Dengan langkah tertatih, Reynan keluar dari ruangannya dirawat. Tak sabar ingin segera memastikan kebenaran informasi barusan.Lambatnya langkah tak sejalan dengan degup jantung yang mengencang. Ia melipatkan kekuatan untuk segera mencapai para dokter yang telah keluar ruangan Fahira.“Istri Anda telah sadar dari koma. Hanya saja badannya masih lemah. Tingkat kesadaran pun belum sempurna. Saat ini biarkan tidur dulu!” jelas dokter yang merawat Fahira. Reynan menjatuhkan diri untuk bersujud syukur. Terbayang kilasan mimpinya. Mungkin itu petunjuk Allah, atau entahlah yang pasti hatinya kini dilambung bahagia.Atas saran dokter, pasien tak boleh diganggu dulu hingga esok hari. Biarkan tubuhnya beradaptasi dengan kesembuhan.Kembali, seluruh anggota keluarga harus menahan diri dari kerind
Pengantin yang sedang dimabuk asmara itu sampai tak sadar ada yang masuk ke dalam ruangan. Kalau saja benda yang oma pegang tak jatuh, mungkin mereka akan terus hanyut dalam pelepasan rindu.“Oh, eh, maaf. Oma ganggu, ya? Teruskan saja, deh!” canda oma saat sejoli itu melihat ke arahnya. Wajah Fahira sudah semerah tomat saat ini, sementara Reynan menutupi gugup dengan mengambilkan benda yang jatuh barusan. “Teruskan saja, nanti Aslena biar Mama yang atasin” godanya lagi. Ia paham kalau pasangan itu pasti ingin berduaan. Setelah mengambil benda itu, oma mengedipkan mata dan berlalu.***Kebahagiaan atas sadarnya Fahira tak bertahan lama. Dokter yang menangani memanggil Reynan ke ruangannya. Wajah lelaki berjas putih itu dibuat setenang mungkin meski akan bicara hal yang mengagetkan keluarga pasien. “Istri Anda mengalami kelumpuhan akibat kerasnya benturan yang mengenai tubuhnya.”Vonis kelumpuhan atas Fahira bagai kilat membelah pekatnya malam. Meski tidak permanen, tetap saja butuh