"Mulai sekarang, jangan bawa anak tirimu itu ke sini. Kalau masih kamu lakukan, aku tidak akan mengizinkanmu mengunjungi Aya lagi! Perempuan penggoda tidak pantas berada di sini!" "Apa yang terjadi? Kenapa bersikap kasar padanya?" Dewi membantu Revi untuk berdiri, dan menenangkan putri kesayangannya yang kini tengah menangis. "Apa yang telah kamu lakukan, Herlin? Kamu membuatnya menangis!" "Tanyakan saja padanya! Lebih baik sekarang juga kamu bawa dia pergi dari sini! Aku benar-benar muak melihat wajahnya," usir Bu Herlin. "Ta-tapi--" "Kita pulang saja, Ma!" Revi mengajak mamanya untuk pulang karena merasa dipermalukan. Ia juga tidak terima dengan perlakuan Bu Herlin. Apalagi kakinya masih terasa sakit gara-gara diinjak. Ia menarik tangan Dewi, "Ayo, Ma!" "Ya sudah iya, ayo kita pulang. Aya, Ibu pulang dulu ya, nanti kapan-kapan kita ngobrol lagi, melanjutkan rencana jalan-jalan kita." Kanaya hanya mengangguk saat ibunya pamit. Revi sudah berja
"Terserah kamulah, tapi jangan membuat masalah yang bisa membuat papamu marah. Mama nggak bisa terus belain kamu. Nanti yang ada uang bulanan Mama tidak diberikan, lagi! Tadi kamu dengar, 'kan, tentang ancaman uang bulananmu." Dewi mewanti-wanti Revi. "Mama berkata seperti itu bukan karena khawatir pada putri kandung Mama, 'kan?" tanya Revi penuh selidik. "Kenapa kamu meragukan Mama sih, Sayang? Kurang percaya apa lagi sama Mama? Bahkan Mama lebih membela kamu dari pada dia. Kalau Mama mau, Mama bisa saja pergi meninggalkan kamu dan tinggal bersamanya. Nyatanya Mama masih ada bersamamu, 'kan?" Dewi berusaha meyakinkan Revi. "Makasih ya, Ma. Mama memang mama terbaik yang pernah Revi miliki. Aku nggak mau Kanaya Aya itu merebut Mama dariku. Bahkan dia sudah mengambil yang seharusnya menjadi milikku. Setelah ini aku yang akan mengambil kembali milikku." Revi memeluk mamanya dengan senyuman, merasa jika ia adalah seorang anak yang paling beruntung. Setelah keperg
89 "Aaaakkkh!" Tubuh Kanaya terpental ke sisi jalan, darah mengalir dari kepalanya yang terbentur pembatas jalan. Para penjual yang berjualan pun berlari menghampiri tempat kecelakaan, melihat dua orang perempuan bersimbah d4r4h. Orang-orang dalam butik pun ikut ke luar dan berteriak histeris begitu mengetahui siapa yang menjadi korban kecelakaan itu. "Woy, jangan lari!" Mobil yang menabrak kini melarikan diri setelah mengenai kedua korban yang tak sadarkan diri. "Ya Allah, bagaimana ini? Mba Ani dan Bu Aya, Ya Allah, cepat panggilkan ambulan!" "Kelamaan, ambil mobil, cepat!" Beberapa pegawai butik membawa Kanaya dan Ani menuju ke mobil, salah satu dari mereka mengabari Devan tentang apa yang terjadi. "Pak! Pak Devan, anu, Bu Aya kecelakaan!" "Apa?! Yang benar kalau bicara!" teriak Devan. "Bu Aya sudah dibawa ke rumah sakit, Pak." Devan menjatuhkan tubuhnya di sofa, lututnya sangat lemas, hampir tidak mampu menopang berat tubuhnya. "Apa
"Siapa lagi kalau bukan Revi, wanita ular berhati iblis itu selalu menggunakan cara keji untuk memuaskan hatinya." Radit menyerahkan bukti rekaman cctv dari sebuah swalayan tak jauh dari butik Kanaya berada. Dari sana terlihat jelas Revi yang baru masuk ke dalam mobil dengan memakai masker dan kaca mata hitam yang dibeli dari swalayan itu. Mobil yang sama yang berada dalam cctv di depan butik. Radit baru saja mendapatkan rekaman itu dari orang suruhannya. "Sudah kuduga! Wanita ular itu harus diberi pelajaran karena telah membuat istriku seperti ini! Gara-gara dia aku kehilangan anak kami!" geram Devan, saat Radit mengatakan penyebab kecelakaan sang istri. "Apa dia pikir bisa lari dariku!" "Sabar, Dev, kamu harus tenang untuk menghadapinya. Biarkan Radit yang mengurus masalah ini." Bu Herlin mengelus punggung putranya, memberikan ketenangan. Sebenarnya ia juga sangat geram dengan kelakuan wanita ular itu. Baru saja beberapa hari yang lalu diusir dari rumah, sekarang di
"Papa harus pergi, Radit mengabari kalau dia sedang mengejar wanita itu!" Pak Pratama memasukkan ponsel ke dalam jasnya setelah mendapat pesan dari Radit. Devan mendekati papanya, membiarkan Kanaya dipeluk oleh mamanya. Ia benar-benar geram dan ingin segera melampiaskan amarahnya pada Revi. Dadanya kembang kempis menahan rasa benci dan amarah yang menyatu. "Rasanya tanganku sudah gatal ingin memberi pelajaran pada wanita itu!" "Biarkan Papa yang menyusul Radit, Aya butuh kamu di sampingnya. Percayakan saja pada kami, orang tua ini masih mampu mengurus bocah ingusan macam itu." Pak Pratama menepuk bahu putranya, memintanya untuk tetap di samping Kanaya. Devan memang sangat ingin melampiaskan kekesalan dan amarahnya pada Revi, tetapi ia juga tidak ingin meninggalkan istrinya yang kini butuh dirinya. "Baiklah, Pa, tunggu aku untuk mengeksekusinya." Pak Pratama mengangguk, lalu memberikan isyarat pada istrinya. Bu Herlin pun mengangguk dan Pak Pratama segera perg
"Jadi di sini kamu membawa perempuan iblis itu?" Devan dan Radit sampai di sebuah rumah yang terbengkalai, tepatnya berada di dekat hutan dan jauh dari keramaian. "Ya, dia sedang menikmati waktu-waktu terindahnya di sini," jawab Radit dengan senyum menyeringai. Keduanya memasuki rumah yang saat ini banyak penjaganya. Radit memang menempatkan beberapa orang untuk menjaga Revi. Radit meminta anak buahnya membuka salah satu pintu kamar, di mana Revi tengah berada di dalam sana. Saat pintu terbuka, wanita dengan tangan terikat dan berbaring di sebuah ranjang kayu dengan kasur lapuk itu menoleh. Pakaiannya sobek-sobek, bagian atas hanya menutupi bagian dada, sementara tubuh bagian bawahnya ditutup dengan kain bekas seprei yang telah usang. Bekas darah di pipi masih ada, begitu pula dengan darah di sudut bibirnya. Wajahnya sangat berantakan, rambut bercat pirang itu menutupi sebagian wajahnya. Ia menangis melihat kedatangan Devan, berharap lelaki yang pernah menjal
"Apa yang terjadi padanya? Apa ini ada hubungannya dengan Revi?" "Ini tidak ada hubungannya dengan apa yang dilakukan oleh Revi. Semua ini murni kesalahan Dewi sendiri. Ini tentang kecelakaan belasan tahun silam, dan Dewi, adalah pelakunya," papar Bu Herlin, yang masih tidak Devan mengerti. "Kecelakaan?" "Ya. Dewi merencanakan pembunuh4n terhadap Bu Meriana, istri pertama Pak Rudy, yang tak lain adalah ibu kandung Revi. Tentu saja demi satu tujuan. Yaitu menjadi istri satu-satunya." "Jadi, kecelakaan itu disengaja?" "Begitulah. Kini Pak Rudy sudah mengetahui semuanya karena pengakuan seseorang. Mama sudah tahu sejak lama, hanya saja tidak mau terlibat lebih jauh." Tanpa mereka sadari, Kanaya mendengar semuanya. Ia tidak menyangka memiliki ibu kandung seorang pembunuh. Bahkan, sifat buruk itu diwariskan kepada anak tiri yang dirawatnya, Revi. Devan dan Bu Herlin kaget saat mendengar suara pecah tak jauh dari tempat mereka berada. Mereka menole
"Nikahkan saja mereka! Beraninya berbuat mesum disini, mencoreng nama baik kampung kita saja!" Ucap para warga yg sudah berkerumun. Sepasang muda mudi yang dituduh melakukan mesum itu pun mengangkat wajah mereka. "Apa-apaan ini? kami tidak saling mengenal dan kita tidak melakukan apa-apa!" sanggah Kanaya. "Iya, Pak, kami tidak melakukan apa-apa, saya hanya berteduh dari derasnya hujan." Jawab sang lelaki sambil meronta karena tangannya dipegangi bapak-bapak. "Sudah ketahuan, masih saja tidak mau mengaku! Lihat itu, celanamu masih terbuka," sahut bapak-bapak di depannya. "Wah iya, dasar mesum! Untung ketahuan," timpal warga lainnya. "Tapi apa yang dikatakannya itu benar, Pak, bahkan kami juga tidak saling mengenal. Saya baru saja pulang kuliah dan tadi kehujanan," bela sang perempuan yang dituduh sebagai pasangan mesum. "Halah, kamu itu memang sama saja dengan ibumu! Sudah, ayo kita bawa saja kerumah pak RT!" Usul ibu-ibu yang memegangi Kanaya. "Aduh, bagaiman