"Gue utang besar ke Ibad. Kalo dia nggak mau bantu, mungkin kita nggak bakal dapetin ini. Tapi, harusnya dia nggak terlibat. Kalo kemarin gue nggak izinin dia untuk ikut, mungkin sekarang dia masih sehat, bukannya tergeletak di rumah sakit dalam keadaan tidak jelas dan hidupnya ditopang sama peralatan-peralatan yang mengerikan itu."Kila memberi ponsel yang terbungkus plastik bening itu tatapan sengit, seolah-olah si ponsel-lah yang telah mendorong mobil Sakil masuk ke laut dan Ibad koma."Udah, Kak. Jangan nyalahin diri sendiri. Kak Ibad itu orangnya setia kawan, mana mungkin dia bakal biarin Kakak sendirian coba bebasin Fatih, tentu saja dia bakal bantu. Yang harus kita lakuin sekarang adalah menangkap Neta sebagai pelaku pembunuhan sebenarnya sekaligus Profesor Gani yang sudah membuat Kak Ibad seperti itu."Kala menepuk bahu kakaknya tanpa ragu. Kila sendiri hanya melempar napas pasrah kemudian menyuruh matanya menjelajahi tempat parkir rumah sakit tempat mereka
Geram luar biasa, Fikri menghajar dinding yang terdekat darinya dengan kekuatan mengejutkan bagi orang yang seumurannya. Di sampingnya, Citra yang kelewat bersemangat karena berpikir bakal ketemu dengan putrinya lagi tiba-tiba merasa kakinya menjelma menjadi puding, menyebabkannya seketika linglung dan nyaris tumbang mendekap lantai semen kasar, jika tidak sigap ditahan oleh Herli yang juga sama bingungnya dengan mereka ketika menemukan bangunan yang dimasuki itu telah kosong.Setelah mendudukkan Citra di kursi kayu yang terserak tidak jauh darinya, Herli yang sangat menyadari kalau Fikri masih dalam mode berbahaya, sehingga tidak bisa diajak berkomunikasi, segera berinisiatif memeriksa bangunan itu.Markas itu besar dengan langit-langit tinggi. Deskripsi yang wajar, mengingat bangunan itu merupakan bekas gudang. Di sisi sebelah kanan pintu masuk, tergeletak berupa-rupa alat pertukangan yang masih layak pakai, di depan sesuatu yang nampaknya seperti ruangan tambahan yan
"Apa? Saya dikeluarkan dari daftar calon Rektor Universitas Ryha dan tidak diizinkan ikut pemilihan? Kenapa? Apa alasan Senat melakukan itu? Seharusnya mereka membicarakan dulu hal itu dengan saya, bukannya langsung mengambil keputusan sepihak seperti ini. Tunggu di situ, saya akan ke kampus menemui Senat dan membicarakan ini. Berani-beraninya mereka mencoretku begitu saja. Mungkin mereka takut saya akan memenangkan pemilihan rektor. Jangan ke mana-mana, tunggu saya di situ!"Neta seperti berniat melebur dengan pintu saat ia menempelkan telinganya demi mendengar kegeraman Profesor Gani. Sebenarnya tidak sulit menguping pembicaraan ayahnya, terlebih ia memekik-mekik. Tapi, Neta tidak ingin kecurian satu dua kata karena suara ombak yang kadang mendominasi pendengaran."Artikel? Itu alasan mereka mendepakku? Artikel apa? Isinya apa?"Merasa bahwa ucapan selanjutnya bakal menjadi info berharga, Neta semakin memepetkan dirinya ke pintu dan telinganya disetel sebaik mungk
Warna wajah Kila berubah menjadi pink mendengar pertanyaan adiknya, membuat dirinya menjadi lebih kelihatan seperti wanita. Pita hanya melongo di kursi belakang, tidak menyangka Kala akan cukup bernyali menanyakan hal sesensitif itu pada Kila. Sedangkan Kala sendiri berekspresi seperti telanjur salah mengutuk seseorang dan tidak tahu bagaimana caranya memerbaiki."Lo tadi nanya apa, Ka?"Pita bersuara, ingin meyakinkan dirinya bahwa ia tadi tidak salah dengar."Nggak usah diulang pertanyaan gue, Kak Pita. Gue sendiri risih sudah nanyain, tapi ini ada kaitannya sama kasus jadi ya gue harus tanyain."Kata "kasus" membuat Kila menyadari jati dirinya kembali sebagai polisi wanita yang tangguh dan melenyapkan warna aneh itu dari mukanya."Berkaitan dengan kasus? Emang apa kaitannya?"Kala menggeleng, Kila dan Pita mengernyit."Nanti aja gue jelasin setelah pertanyaan gue dijawab. Nah, apa jawabannya, Kak?"Kila melirik Pita yang balas menatapnya ingin
"Kenapa kita ke rumahmu, Citra? Tidak mungkin kan pria brengsek itu membawa cucuku kemari?"Fikri bertanya saat sadar Herli mengarahkan mobil yang dikemudikannya memasuki gerbang perumahan Citra."Gani memang tidak membawa Neta ke sini, Yah. Saya perlu ke rumah untuk mengecek sesuatu, saya rasa di situlah Gani menyekap Neta."Mobil membelok di tikungan menuju rumah Citra dan beberapa detik kemudian tiba di depan pagar kayu. Dengan tergesa-gesa, Citra turun dan menekan bel kuat-kuat, lebih berharap daripada sebelumnya bahwa Mang Karta akan cepat mewujudkan dirinya.Tapi, dunia memang senang bergurau karena Mang Karta belum muncul juga. Sekali lagi Citra menekan bel, lebih bertenaga daripada percobaan pertama, dan langsung membungakan hasil. Ia bisa mendengar suara langkah kaki tergopoh-gopoh milik Mang Karta yang mendekat."Nyonya? Anda sudah pulang? Biar saya bawakan barang-barang Anda."Citra merentangkan tangan kanannya, mencegah Mang Karta melakukan a
Anehnya, Profesor Gani tidak bertemu dengan satu kepala pun saat menuju tempat yang disebut si penelpon: lorong utama kampus. Ruang kelas yang ia lewati juga semuanya kosong. Tapi, begitu mendekati lokasi tujuannya, Profesor Gani bisa melihat punggung-punggung yang dibungkus pakaian beraneka warna mengerumuni satu orang yang telah rela menggantikannya diuber-uber reporter. Ana."...Neta. Saya kenal dia sejak tahun pertama kuliah karena kami di kelas yang sama, lama-lama kami jadi akrab."Potongan jawaban itu mampir di telinga Profesor Gani ketika ia mendekat. Mahasiswa yang menyadari kehadirannya jadi kehilangan fokus karena berbisik dan tidak malu-malu menudingnya dengan ekspresi mencela.Meskipun wajah Profesor Gani mempertontonkan raut tenang, jantungnya tidak bisa disetel agar tidak berdegup terlalu cepat, terlebih semakin banyak mahasiswa yang memberinya lirikan sinis."Bagaimana sifat Neta menurut Anda?"Suara seorang reporter kedengaran bertanya, tapi
"Kakak!""Kila!"Kala dan Pita memekik bersamaan saat melihat Profesor Gani memilih minggat walaupun di bawah todongan pistol.Dor!Suara tembakan sekali lagi mengejutkan orang-orang di sekitar situ, terutama para reporter yang nekat berada sedekat mungkin dengan Kila demi gambar terbaik. Sekarang, sudah dua peluru yang bersemayam di langit-langit. Tapi, Profesor Gani rupanya tidak terpengaruh karena setelah sempat menutup telinga saat tembakan meledak, ia langsung berlari lurus lagi melewati lorong utama, mengabaikan ruangan kosong yang terletak di dua sisi lorong.Tidak punya pilihan, Kila terpaksa berhenti mengejar dan membidikkan pistolnya pada tubuh yang perlahan menjauh di depannya."Minggir, Kala, Pita!"Kala dan Pita menghindar ke samping tepat waktu dan memberi jalan pada peluru yang baru saja melompat dari pistol Kila untuk memarkirkan diri di betis Profesor Gani. "Argh!"Raungan Profesor Gani langsung disusul oleh sosoknya yang tu
Tinju yang sebenarnya tidak terlalu kuat itu dihantamkan ke meja di depannya, disusul oleh sapuan telapak tangan yang membuat semua penghuni meja, yang sebagian besar berupa kertas, berlelehan ke lantai."Dasar profesor bodoh! Bagaimana bisa dia menganiaya dan menyekap reporter di rumahnya? Saya kira dia pintar karena embel-embel profesor di depan namanya itu, ternyata gelar itu cuma pajangan! Dasar bodoh!"AKBP Neco murka. Ia baru saja menerima kabar perihal dugaan penganiayaan dan penyekapan yang dilakukan Profesor Gani, yang dilaporkan langsung oleh korban sendiri, dari bawahannya."Sial! Sial! Kenapa ini harus terjadi di hari pertama Kila masuk kantor setelah diskors? Pasti si kurang ajar itu akan senang hati memburunya. Apa yang harus kulakukan? Apa saya harus menutupi kasusnya lagi?"Suara ketukan pintu menghentikan gumaman geram AKBP Neco. Melirik sebentar pada berbagai barang yang terkapar di lantai ruangannya, ia memilih untuk tidak peduli. Toh, orang y