( PoV Albert )"Aku yakin Bu Dira ke arah sini Ra." Aku dan Asmara yang seharusnya hari ini kembali ke kota, malah melihat Bu Dira yang sedang berjalan terburu-buru ke arah jalan setapak dekat jurang dimana Asmara pernah jatuh dan hilang ingatan dulu. Dan tempat itu juga sangat dekat dengan villa keluargaku. Aku jadi penasaran dan akhirnya mengikutinya.Entah apa yang di lakukan Bu Dira di tempat ini. Mungkin saja beliau berasal dari kota ini dan saat ini datang hanya untuk berkunjung ke sanak keluarganya. Namun jika memang Bu Dira berasal dari kota ini, kenapa penampilannya aneh seperti yang aku lihat tadi? Bukankah terlalu berlebihan jika harus mengenakan kerudung dan kacamata hitam serta menutup wajahnya dengan syal jika hanya ingin berkunjung ke kerabat saja?Ah, pasti ada sesuatu karena Bu Dira jelas sekali sedang melakukan penyamaran agar tak di ketahui kedatangannya kesini oleh siapapun. Namun siapa yang beliau hindari? Siapa seseorang yang seharusnya tak tahu dengan kegiatan Bu
( PoV Andira )"Bagaimana kabarmu hari ini anakku yang cantik? Maaf jika Mama belum bisa membawamu bertemu dengan Papamu. Mungkin Papamu tak akan pernah mau menerima kamu menjadi anaknya dengan kondisi yang seperti ini. Dia lelaki jahat Nak. Itulah mengapa Mama tak mau jika kamu mengenalnya. Apalagi sampai bertemu dengannya, setidaknya untuk saat ini." Aku membenarkan selimut anak kesayanganku itu. Cuaca pegunungan yang sangat dingin, sehingga dia harus selalu memakai selimut tebal setiap hari. Apalagi dengan kondisi tubuhnya yang tak sehat. Ya! Dia sakit. Dia memang punya penyakit dari kecil. Kondisi tubuhnya begitu lemah sehingga membuatnya sering terbaring di atas tempat tidur.Dia tak merespon sama sekali. Dia bahkan tak pernah mau membuka matanya untukku. Entah mau sampai kapan dia akan seperti ini. Aku tak tahu apalagi yang harus aku lakukan untuk membuatnya membuka mata dan melihat dunia yang indah ini kembali. Meskipun aku tak yakin jika dia akan menyukainya. Mungkin saja dia a
( PoV Albert )"Aneh nggak sih Ra menurut kamu?" Aku menjalankan motorku dengan sangat pelan. Kami sudah berada di jalan pulang. Entahlah. Aku merasa kepikiran saja dengan apa yang aku lihat tadi. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal. Yang membuatku sangat ingin mengetahuinya. Tentang Bu Andira dan anaknya."Udahlah Al. Bukan urusan kita juga kan? Nggak penting juga kali ah." Asmara yang dengan nyamannya bersender di pundakku, seakan tak peduli dengan keanehan yang aku rasakan. Entah karena dia memang punya pembawaan yang cuek, ataukah karena memang dia tak peduli lagi dengan apa saja yang berhubungan dengan Aksara. Bukannya apa-apa, dulu Asmara selalu tak bisa mengabaikan hal sekecil apapun mengenai Aksara? Apalagi ini adalah berita besar. Bu Andira, seseorang yang menjadi sebab Aksara berpaling darinya, memiliki seorang anak yang tak jelas darimana asal usulnya. Dan Bu Dira juga menyembunyikannya. Jelas saja ini menjadi hal yang sangat di butuhkan Asmara untuk menarik Aksara kembali j
( PoV Albert )"Hai." Suara seseorang yang sangat aku kenal menghampiriku di kamarku. Aku sedang berbaring sambil mendengarkan musik ska yang dulu pernah hits pada zamannya. Rasanya lelah sekali setelah dua hari pergi ke puncak bersama dengan Asmara. Kondisi jalan yang berliku dan dengan menggunakan sepeda motor, menjadi penyebab utama rasa lelahku ini. Selain itu rasa penasaranku dengan Bu Dira waktu itu, membuatku semakin banyak berpikir di sepanjang perjalanan kami pulang yang tentu saja ikut menguras energiku. Hampir saja aku memejamkan mataku, hingga suara tadi membuat mataku kembali terbuka dengan lebar."Amel?" Aku terkejut. Rasa terkejut yang tak semestinya, karena melihat Amel bermain ke rumahku adalah hal yang sangat biasa terjadi dulu. Namun kali ini Amel ada di depanku setelah dia menghilang beberapa bulan yang lalu karena kejadian di sekolah waktu itu. Ya! Waktu kami bertengkar di depan kelas Asmara karena Amel ingin membocorkan rahasia kalau Asmara adalah selingkuhan Aksa
( PoV Albert )"Mara apa kabar Al?" Tanya Amel sambil menyeruput coklat panas yang baru saja aku buatkan untuknya. Minuman yang sangat dia gemari. Minuman favorit kami di saat hujan dulu. Dan kebetulan malam ini juga turun hujan lebat tiba-tiba. Entah kenapa, setiap kali aku bertemu dengan Amel lagi, hujan selalu saja turun. Sama seperti saat aku pertama kali bertemu dengannya dulu. Hujan yang deras menemani pertemuan pertama kami."Baik." Singkat saja ku jawab sambil tersenyum ke arahnya. Aku menatap Amel lekat. Tiba-tiba ingatanku mengembara. Kembali kepada saat itu. Saat aku kecil. Aku sangat menyukainya. Menyukai segala apapun tentangnya. Aku tak pernah mengabaikannya sedikitpun. Aku selalu ada di sekitarnya. Menjaganya dan membuatnya tertawa. Membuat setiap kenangan masa kecil kami serasa tak akan pernah terlupakan. Aku bahagia semenjak ada dirinya. Namun akhirnya dia pergi. Meninggalkan luka yang belum di mengerti Alberto kecil waktu itu. Hingga akhirnya keluar janji itu. Janji y
( PoV Albert )"Hai." Aku menyapa kekasihku dari balik telepon genggamku. Dia meneleponku terlebih dahulu. Mungkin dia lama menunggu panggilan dariku yang tak biasanya sangat lama menghubunginya."Lagi apa sih? Capek banget ya? Tumben nggak nelepon?" Nada suaranya terdengar begitu kesal. Ya. Aku memang tak pernah tak meneleponnya setiap malam. Aku selalu ingin mendengar suaranya. Bahkan dulu ketika dia masih berpacaran dengan Aksara, aku sampai mengemis agar dia mau menerima telepon dariku meskipun hanya sekedar mengucapkan selamat malam.Entah. Entah mengapa perasaanku berubah. Layaknya seperti makanan kemaren, meskipun sudah di hangatkan, tetap saja rasanya berbeda.Sejak Asmara hilang ingatan, aku merasakan aku kehilangannya. Meskipun aku mendapatkannya, namun aku rasa dia berbeda. Meskipun cinta yang dia tunjukkan sangat besar yang bahkan aku pun tak bisa membayangkannya sebelumnya, yang bahkan cinta itu hanya bisa aku dapatkan lewat anganku saja dulu, aku sama sekali tak merasakan
( PoV Asmara )Aku berjalan gontai menyusuri lorong sekolah kami yang panjang. Memikirkan kekasihku yang dua hari ini berubah. Entah bagaimana dia dulu kepadaku sebelum kejadian yang membuatku harus melupakan kehidupanku yang dulu, namun saat ini, dia tak seperti pertama kali kami berpacaran. Dia tak meneleponku lagi di dua hari terakhir ini. Aku yang harus meneleponnya terlebih dahulu. Itupun dengan jawaban yang tak membuatku bahagia. Dia seperti malas menerima telepon dariku. Dan ya, dia bahkan tak mengajakku berangkat bersama pagi ini. Padahal biasanya dia tak pernah melewatkan hal itu."Eh, si princess kok jalan sendirian sih? Pangerannya mana nih?" Seorang teman menegurku. Aku yang tadinya melamun, kini dengan ogah melempar senyum kepada teman sekelasku itu. Yah, malas sekali rasanya harus menghadapi mereka-mereka ini. Mereka yang selalu saja mengurusi hidupku. Yah, mungkin karena aku adalah seorang artis, jadi mungkin bagi mereka kehidupanku bisa bebas saja menjadi bahan perbinca
( PoV Asmara )Bel istirahat berdering. Dengan perasaan gelisah, aku beranjak dari dudukku dan berlari menghampiri Al di kelasnya. Namun aku tak menemukan kekasihku itu. Dimana dia? Jangankan menghampiriku, mengirim pesan kepadaku saja tampaknya dia enggan. Entah kesalahan apa yang sudah ku perbuat. Hingga lelaki yang dahulu rela mati untukku, kini seakan membenciku."Nyari Al ya Ra?" Teman sekelas Albert menghampiriku. Terlihat wajahnya sedikit tegang. Dia tampak tak suka melihatku berada di kelasnya, meskipun untuk mencari pacarku sendiri. Memang banyak yang iri kepadaku karena aku berpacaran dengan lelaki tampan yang dulu pernah ku tolak. Aku yang dulu menolaknya, kini malah mengejarnya. Tapi aku tak ambil pusing. Aku tak peduli apa yang mereka pikirkan, bahkan apa yang mereka katakan. Yang penting bagiku adalah aku dan Al saling mencintai. Cinta Albert mampu membuatku mengabaikan orang-orang yang sama tak pernah menyukaiku."Iya. Al mana ya? Kok nggak ada di kelas?" Aku tak peduli