“Acaranya sekitar dua minggu lagi, kamu akan menemani pak Adimas disana!” ujar Bima.“Pak Adimas?” Celin berusaha menyadarkan dirinya kalau dia salah dengar nama.“Iya betul!” Celin merasakan kalau jantungnya akan copot sekarang juga. Dari kemarin dia berusaha untuk menghindari laki-laki itu, tapi dia malah disuruh untuk menemani Adimas.((((Celin terduduk lemas. Dia masih berpikir bagaimana dia bisa bersama dengan Adimas nanti. Celin menarik rambutnya. “Ahhhhh!” dia merasa pusing sekarang ditambah dengan ada rasa sedikit menyesal dia menggantikan Kamila yang membuat dia merasa pusing seperti ini.“Celin, kamu kenapa?” tanya ibu Celin.Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam dan Celin sedang berada di warung milik keluarganya yang letaknya tidak jauh dari lokasi rumahnya. Celin yang sedang duduk menghadap ke etalase makanan pun langsung membalikkan badannya dan melihat ibunya sedang berdiri tepat di belakang. Celin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Ah.. enggak kok bu, Cel
“Kamu sedang apa?” tanya Celin, dia melihat Adimas yang berjalan sambil memengang handphonenya.“Ah.. ini aku mau melihat ada karyawan lobby yang akan ikut dalam acara pembukaan hotel!”Celin membulatkan matanya, itu artinya Adimas akan melihat data dirinya. Karena tidak ingin Adimas tau tentang dirinya, Celin reflek menepuk handphone Adimas sehingga jatuh ke lantai.Adimas melihat ke arah handphonenya yang sudah rusak di lantai. “Apa-apaan sih?” kenapa kamu rusak handphone saya?” tanya Adimas tidak terima.Celin pun tidak tau kalau pukulannya akan membuat handphone milik Adimas langsung rusak seperti itu. “Ah… itu tadi aku liat ada lalat di atas handphone kamu jadi aku pukul tapi malah handphone kamu yang rusak!” alibi Celin.Adimas menghela nafasnya, dia berjongkok lalu mengambil handphonenya. “Den, biar bibi saja yang ambil!” kata seorang pembantu yang sudah membawa sapu dan serokan.“Ah iya boleh bi!” Adimas pun kembali berdiri. “Lain kali hati-hati!”“Iya maaf!” jawab Celin.Adim
“Yaudah kamu pulang, jangan nginep di sana. Besok kamu kerja Celin!”“Iya bu!” setelah itu Celin mematikan sambungan teleponnya.“Celin?”Celin mematung saat mendengar ada seseorang dari belakang dirinya memanggil namanya. Jantung Celin berdegup sangat kencang dan tidak karuan, walau pun begitu Celin tetap akan memastikan siapa yang ada di belakangnya. Dengan perlahan Celin membalikkan badannya seraya berdoa kalau itu bukan Adimas. Kalau benar Adimas yang ada di belakangnya, Celin tidak tau harus berbohong seperti apalagi.Celin mengembangkan senyumannya, saat melihat orang yang di belakangnya itu sesuai harapan dia. “Ah, anda siapa yah?” tanya Celin. Tentu saja Celin berpura-pura tidak mengenali lelaki yang ada di depannya ini.Zidan berjalan mendekati Celin, hal itu membuat Celin mundur saat Zidan mendekatinya. “Kenapa anda menjauh dari saya?” tanya Zidan.“Ah… itu karena…” Celin menggaruk lehernya, bingung dan ragu kalau dia akan menjawab pertanyaan Zidan dengan benar karena dia ter
Celin membulatkan matanya saat melihat Adimas sudah berdiri di sana tak lupa juga dengan Zidan yang selalu berada di samping Adimas. “Kamu ikut ke ruangan saya sekarang juga!”Seketika Celin langsung melongo, bagaimana bisa dia tidak menyadari kalau Adimas sudah ada di depannya. “Apa?” tanya Celin dengan raut wajah kagetnya.Adimas menatap Celin dengan tatapan tajam. “Perlu saya ulangi perkataan saya?”“Pak Adimas menyuruh kamu untuk berbicara di ruangannya, Celin!” bantu jawab Zidan.Menyadari hal itu, Celin langsung buru-buru menundukkan wajahnya. Antara malu dan juga tidak ingin wajahnya keliatan oleh Adimas.Karena tidak ada reaksi dari Celin, Vani yang ada di samping Celin pun langsung menyenggol Celin dengan sikutnya. “Pak Adimas nyuruh kamu buat ikut ke ruangan dia!” bisik Vani.“Ikut ke ruangan saya sekarang ada yang ingin saya bicarakan sama kamu.!” ucap Adimas dan Zidan pun lalu dia pergi.Saat Adimas pergi. Celin pun kembali menegakkan kepalanya lagi. “Aku harus ke ruangan
Adimas hampir aja melempar sepatu sebelah yang ada di sampingnya itu kepada Zidan. “Kalau begitu kenapa kamu melakukannya sekarang? Wanita itu jadi salah paham sama kita!”Zidan mendesah kasar. “Nanti saya salah lagi, nanti bapak marahin saya lagi!” gerutu Zidan.Adimas mengerutkan keningnya, “Emang saya sering marahin kamu?” tanya Adimas tidak terima.“Gak sering pak, tapi sering banget!”Adimas hampir saja melemparkan vas bunga yang ada di depannya itu ke arah Zidan. Tapi, Adimas berpikir kalau dia melempar vas itu kepada Zidan dan membuat dia cedera Adimas sendiri yang rugi karena dia harus membayar semua perawatan Zidan.“Kamu keluar sekarang! Lalu pastikan kalau karyawan yang bernama Celin tadi mau ikut acara pembukaan itu, saya tidak mau ada masalah dengan kakak saya!”“Siap pak!” Zidan pun pergi meninggalkan Adimas.Adimas membenarkan baju serta kemejanya, setelah itu dia kembali duduk di kursi kerjanya yang ada di belakang dia. Saat Adimas sedang memeriksa beberapa dokumen yan
Adimas mengepalkan tangannya dengan sangat kencang ketika melihat seseorang yang ada di depannya. Adimas sangat membenci kajadian seperti ini, dengan cepat Adimas menghampiri dia dan saat sudah dekat, Adimas langsung menarik tangannya dengan paksa dan Adimas pun tidak memperdulikan suara rintihan yang dikeluarkan akibat rasa sakit di tangan yang sedang Adimas cengkram itu.Setelah berhasil menyeretnya ke depan rumah, Adimas melepaskan cengkramannya dengan kasar yang membuat Lydia semakin merasa sakit di pergelangan tangannya. “Ngapain kamu ada disini?” tanya Adimas. Dia baru saja pulang dan sampai ke rumahnya sudah melihat Lydia yang akan memasukki rumahnya.Untuk mengantisipasi agar dia tidak bisa bertemu dengan mamahnya, Adimas menghalangi Lydia.”Jawab saya, kamu mau ngapain kesini?” tanya Adimas tidak sabar.Lydia masih mengelus-ngelus tangannya, Lydia tersenyum manis kepada Adimas. Tapi sayang Adimas tidak menanggapi senyuman itu, dia malah menatap Lydia dengan tatapan tajamnya. “E
Celin tetap memaksakan dirinya untuk berjalan, walaupun sepatu itu sangat sempit di kakinya dan membuat dia merasa sakit pada tumitnya. Saat ini Celin sudah berada di depan pintu ruangan Adimas. Dengan pelan Celin mengetuk pintu itu. tak lama kemudian Celin mendengar kalau Adimas mempersilahkan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan.Celin pun masuk ke dalam ruangan itu, dan di dalam ruangan sudah ada Adimas dan juga Zidan.“Selamat siang pak!” sapa Celin kepada Adimas dan juga Zidan.“Selamat siang!” jawab Adimas, sedangkan Zidan hanya mengangguk sambil tersenyum kepada Celin, Celin pun membalas senyuman Zidan.“Kamu tau kenapa saya memanggil kamu kesini?” tanya Adimas.Walaupun Celin memiliki dua dugaan yaitu Adimas sudah mengetahui dirinya dan yang kedua tentang dia harus mengikuti pembukaan hotel. Tapi sepertinya opsi pertama itu tidak mungkin. Tapi, Celin tetap saja tidak mengetahuinya maka dengan itu juga dia menggelengkan kepalanya. “Enggak tau pak!” jawab Celin.“Pak Adimas men
Adimas berdecih saat melihat Kamila masih saja diam tidak berbicara, dia lalu melipat kedua tangannya di dada. “Jawab pertanyaan saya!”Kamila tersentak, dia berusaha untuk menelan ludahnya tapi Kamila mengalami kesulitan. Tenggorokannya terasa sangat kering sekarang. “Emm… begini!” Kamila menjadi sangat gugup sekali.Adimas melipat kedua tangannya di dada. “Silahkan!”Kamila menarik nafasnya panjang. Lalu dia melirik kea rah Zidan yang sama-sama sedang menatapnya. “Saya…” Kamila menggelengkan kepalanya, “Wanita yang menggantikan saya itu…..” jeda Kamila. “Wanita itu adalah….. teman saya!” jawab Kamila. Dia langsung merasa sangat lemas, dengan terpaksa Kamila jujur karena keadaannya sekarang tidak memungkinkan untuk dia berbohong lagi.Adimas memiringkan kepalanya, “Teman kamu? Siapa nama dia?” tanya Adimas.Kamila langsung menggelengkan kepalanya, walaupun dia sudah mengakui kalau itu bukan dia tapi Kamila tidak akan pernah memberitahu nama Celin. Kamila juga tidak ingin kalau Celin