Tapi si gadis malah ikut tertawa. Seakan bukan dia yang menjadi bahan tertawaan.
Richard menjadi tidak senang. Olok-olok mereka terasa menampar udara.“Apa yang kau tertawakan, Nona Anderson?”“Aku menertawakan apa yang kalian anggap lucu.” Willa bahkan menyeka sudut matanya yang berair karena ikut tertawa tadi.“Menurutmu apa yang lucu?” Richard menjadi kesal kini. Bicara gadis ini berbelit-belit. Apa mungkin dia ketakutan? Mungkin—“Kau bertanya apa yang lucu padaku sementara kau juga tertawa? Bukankah kau benar-benar idiot yang tidak tertolong?” ujar Willa. Lagi-lagi dia menyebut para remaja itu sebagai idiot.Ucapan Willa tidak saja membuat bingung tapi juga memancing kemarahan sekelompok remaja itu. Ini telah ke sekian kalinya mereka dipanggil idiot hanya dalam hitungan menit.“Bos, hajar saja. Beri pelajaran. Mulutnya terlalu tajam. Lama-lama kita akan menjadi sakit kepala dibuatnya.” Seorang bertubuh pendek dengan wajah jerawatan menyela dengan tidak sabar. Dia hanya mendengarkan dari tadi karena tahu bosnya tampak terpikat pada kecantikan gadis ini.Siapa bisa mengira telinga semua orang makin lama menjadi makin panas dibuatnya.“Hajar apa? Apa yang kalian maksud dengan menghajar adalah membuat sumpah serapah dengan mulut kotor kalian? Sudah kukatakan, segera minta maaf sambil berlutut dan pergi dari sini dengan merangkak.” Willa tetap tidak mau kalah. Dia tidak terlihat gentar sedikit pun.Dua anak di sisi lainlah yang kini ketakutan. Mereka ingin segera pergi dari tempat itu tapi merasa tidak tega karena interupsi gadis ini sesaat tadi telah menghentikan kegilaan kelompok Richard. Mereka seperti bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada gadis penolong mereka.“Nona Anderson, sebaiknya kita pergi saja dari tempat ini. Mereka orang-orang berbahaya.” Gadis kecil berusia sekitar dua belas tahun itu berusaha mengingatkan.Richard terkekeh. “Sudah terlambat untuk memperingatkan kakak cantik ini. Kalian berdua sebaiknya minggir dan tunggu giliran. Jangan mencoba kabur—“Plak!Belum selesai Richard bicara, mulutnya sudah ditampar. Wajahnya sampai menoleh ke samping oleh kerasnya tamparan itu. Semua orang tersentak kaget.“Siapa yang akan kabur? Tidak ada yang akan kabur. Kalau ada yang mungkin ingin kabur, itu adalah kalian nantinya. Kalian sungguh sial bertemu kakak hari ini.” Willa mengibas-ngibaskan telapak tangannya seolah sangat kesakitan setelah tamparan tadi. Ya, dialah yang barusan menampar mulut remaja laki-laki itu.Remaja lelaki dan anak perempuan ternganga. Mereka tidak menyangka jika Willa berani menampar si pembuat onar. Sedetik kemudian keduanya terlihat cemas. Yang lelaki mengambil ponsel dan mulai membuat panggilan. Anak perempuan menjadi pucat wajahnya. Dia menyukai keberanian kakak cantik ini, tapi dia benar-benar mengkhawatirkannya.Empat remaja anak buah Richard tergesa memburu ke arah bos mereka. Suara tamparan itu terdengar menyakitkan.“Bos, kau tidak apa-apa?!” Seruan keempatnya kompak bergema di udara.Richard menggeleng. Bukan karena membantah persangkaan anak buah yang mengkhawatirkannya. Tapi kepalanya menjadi pusing setelah tamparan itu. Dia menggeleng untuk mengusir rasa pusing.Keempat anak buahnya yang tidak tahu kondisi sebenarnya dari si bos merasa lega. Tapi hanya sebentar. Seseorang melihat sudut bibir Richard meneteskan darah dan pipinya yang tadi terkena tamparan sudah menjadi bengkak. Lalu remaja bertubuh besar itu tiba-tiba meludahkan sebuah giginya yang tanggal.“Bos, kau berdarah!” Seseorang berseru kaget. Bos sepertinya terluka.Richard mendorong remaja anak buahnya yang berada lebih dekat dengannya ke samping. Dia tidak ingin orang-orang tahu betapa parah dia terluka karena sebuah tamparan yang terlihat ringan itu.Sialan sekali! Richard mengumpat dalam hati. Tamparan gadis ini kuat sekali. Seperti dihantam dengan pemukul besi saja. Gerakannya juga cepat. Tapi mungkin karena Richard tidak mengira nyali besar gadis ini.Remaja itu mulai waspada. Gadis ini memiliki sesuatu di balik penampilan lemahnya. Meskipun begitu tetap saja Richard tidak takut. Bagaimana pun mereka berlima. Seorang gadis menghadapi lima remaja lelaki. Tidak mungkin mereka kalah. Itu pasti akan sangat memalukan.Dua anak yang tadi dikerjai lima remaja menatap cemas ketika Richard dan anak buahnya mulai mengurung Willa.Pemandangannya begitu mendebarkan. Beberapa remaja lelaki itu membuat jari-jari mereka mengeluarkan bunyi, siap menjadikan gadis itu sasaran serangan.“Gadis sialan, kami tidak akan bermurah hati lagi. Jangan katakan kami kejam nanti jika membuatmu terluka.” Kata-kata Richard disusul sebuah tinju yang dilayangkan dengan keras ke wajah Willa. Dia mengerahkan semua kekuatan dan kecepatan yang dia miliki.Tidak boleh meleset. Richard tidak ingin dipermalukan lebih jauh lagi.Willa hanya memiringkan kepalanya sedikit. Tinju itu lewat di sisi kiri wajahnya. Nyaris, tapi tidak kena. Richard bahkan tidak sempat mengedipkan matanya ketika tangan yang membuat pukulan dicengkeram dengan tiba-tiba dan dipelintir keras. Terdengar bunyi retakan tulang.Krek!Lalu teriakan kesakitan remaja itu mengilukan hati semua orang.“Aaakh!”Willa mendorong dengan sedikit tenaga. Tapi cukup untuk membuat remaja bertubuh besar itu mencium tanah. Richard menjerit lagi. Nyeri ditangannya seperti menyebar ke seluruh tubuh.Empat remaja lain yang siap menyerang tercengang. Gadis itu melumpuhkan bos mereka dalam satu serangan pendek. Terlihat ringan. Tapi kerusakan yang ditimbulkan pada lengan bos mereka sepertinya tidak ringan.Richard meraung menahan sakit yang luar biasa di lengannya. Dia bahkan tidak malu untuk menangis kini. Tadi wajahnya, sekarang tangannya yang terluka. Dapat dipastikan kalau ada salah satu tulangnya yang patah.Dia harus membalas untuk luka yang diterimanya.“Apa yang kalian lakukan? Kenapa diam saja seperti orang bodoh? Habisi gadis itu!” Richard meraung dalam kemarahan.Willa, di bagian lain, malah terkikik melihat adegan itu. “Idiot berteriak pada idiot lainnya.” Dia menabur garam pada luka. Menambahkan minyak pada api.“Bunuh gadis itu!” Richard berteriak lagi menambahkan. Api kemarahannya makin berkobar. Tidak masalah untuk membunuh. Saudara laki-lakinya juga telah membunuh banyak orang. Semua akan ada yang membereskan.Hanya dengan membunuh baru dendamnya bisa terbalaskan. Persetan dengan wajah cantik gadis itu. Mungkin dia adalah jelmaan setan. Richard tidak akan peduli lagi.Willa hanya mendecakkan lidahnya mendengar perintah menakutkan itu. Dia tidak gentar sedikit pun. Di Omega, dia sering ikut berlatih beladiri. Walau pun dia lebih sering hanya bermain-main, tapi kemampuan bertarungnya menyamai agen tingkat ke lima. Sebagai pimpinan Omega, pamannya berada di tingkat tertinggi, tingkat ke tujuh.Bahkan jika kini ke empat remaja yang mendekatinya masing-masing mengeluarkan sebilah pisau saku, Willa masih dengan tenang menghadapinya.“Serang!” Richardlah yang memberi aba-aba memulai penyerangan.Keempat senjata serentak menuju sasaran tanpa pola yang pasti. Acak. Namun tetap membuat siapa saja yang menyaksikan akan merasa ngeri.Remaja lelaki dan anak perempuan merasa tenggorokan mereka seperti dicekik. Ingin menjerit tapi tak ada suara yang keluar.Willa menepis senjata pertama dengan memukul pergelangan lawan. Pisau segera terjatuh. Dan remaja yang tadi memegang pisau merasa sendi lengannya terlepas. Dia menjerit setinggi langit saat merasakan nyeri yang luar biasa.Senjata kedua terlempar oleh kibasan tas di tangan Willa. Pisau itu malah berbalik menggores lengan si penyerang. Gadis itu membuat gerakan berputar. Senjata ke tiga dihadang dengan sebuah tendangan. Pisau terlempar jatuh ke tanah. Sebuah tendangan lagi mendarat di perut si remaja. Laki-laki muda itu terbungkuk menahan sakit sambil memegangi perut. Sebentar kemudian dia sudah muntah-muntah.Senjata ke empat datang lebih lambat karena si penyerang mendadak jadi gugup. Willa tidak menghindar. Sambil menyeringai dia menyambut serangan itu dengan telapak tangan terbuka. Tanpa ada yang mengerti, pisau telah berpindah ke tangan Willa.Remaja yang tadi memegang pisau membelalakkan matanya. Dia seperti sedang melihat hantu saja.Pisau di tangan Willa berputar-putar dalam
Aaron sudah terbiasa dengan banyak tatapan memuja dari para wanita. Tapi cara gadis ini menatapnya sedikit keterlaluan. Bahkan dia bisa melihat gadis ini menelan ludahnya. Dia terlihat tidak berusaha menutupi rasa ketertarikannya.Tapi apa katanya tadi? Paman? Mereka baru bertemu dan gadis ini telah menyapanya dengan panggilan yang mengisyaratkan bahwa mereka telah sangat akrab. Terdengar kurang sopan. Tapi cukup untuk sedikit menghapus prasangka buruk Aaron. Bagaimana pun, tidak ada seorang gadis yang akan memanggilnya satu generasi lebih tua jika berniat mendekatinya.“Ayah, ini nona Willa Anderson. Dia yang sudah menyelamatkan kami. Ayah harus melihatnya. Dia sangat hebat. Kami sempat berpikir anak-anak nakal itu akan mencelakainya. Tapi ternyata, Nona Anderson berhasil menghajar mereka semua." Olivia Harris maju mengenalkan Willa pada ayahnya. Dia bahkan memegangi lengan gadis itu dan terlihat sangat menyukainya.Perasaan dingin Aaron sedikit mengendur. Mana mungkin dia bersikap a
Sang ayah di kursi penumpang terbatuk. Samuel di sebelahnya masih bisa mengendalikan diri. Dia hanya berdehem untuk membersihkan tenggorokannya yang tiba-tiba terasa gatal. Sementara Ethan tidak bereaksi. Sebuah headphone telah memblokir suara di sekitarnya. Dia punya firasat bahwa akan ada percakapan yang tidak ingin dia dengar sejak masuk ke dalam mobil.Gadis di kursi belakang melebarkan mata indahnya dan mengintip lewat kaca spion. Hanya ada satu kemungkinan jika tuan Harris sampai sekarang belum menemukan pasangan lagi. Dia masih mencintai isterinya yang sudah meninggal atau belum ada wanita yang membuatnya tertarik untuk menikah lagi. Jangan katakan kalau tidak ada wanita yang menyukainya? Willa berani disambar petir jika setengah wanita Lakeside pasti akan tergila-gila jika bertemu Aaron Harris.Bahkan dia yang baru pertama kali bertemu saja sudah mencampakkan cinta matinya dahulu begitu bertemu pria ini.Willa sibuk berdebat sendiri di dalam hati sampai sebuah sikutan di ping
Acara makan siang hari itu meriah oleh celoteh dua orang, Willa dan Olivia. Mereka bicara tentang apa saja yang melintas di kepala keduanya dan tampak seperti dua sahabat yang telah berpisah bertahun-tahun lamanya.Aaron dan Ethan hanya menyahut dengan enggan sesekali jika ditanya tentang suatu hal. Keduanya berusaha fokus pada makanan yang mereka santap. Sementara dua gadis menjadi sangat berisik dalam pendengaran mereka.Usai makan siang, Willa tanpa malu-malu meminta diantar ke rumah keluarga Anderson. “Aku khawatir ibuku akan mengamuk karena aku terlambat kembali,” ujar Willa dengan wajah dibuat memelas. Padahal hari masih siang. Tidak ada yang akan peduli jika dia tidak pulang sekali pun. Oh, mungkin ayahnya akan khawatir juga. Tapi tidak akan lama. Isteri tercintanya akan membuat praduga-praduga yang menyalahkan Willa dan mengatakan jika semua akan baik-baik saja.“Apa ibu tirimu sangat jahat?” Olivia begitu antusias menanyakan itu.
Willa berhenti di depan pintu kamarnya, memandang Emily sekilas dari atas hingga bawah. Senyumnya segera dengan polos mengembang.“Dia memang sedikit lebih tua. Tapi dia jauh lebih baik dari William. Kau ambil saja tuan muda sombong itu. Aku sudah tidak menyukainya lagi.” Setelah mengatakan itu, Willa masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan keras di depan wajah Emily.Bam!Bahkan Emily bisa merasakan sambaran angin dari pintu yang sengaja ditutup dengan cara kasar. Wajah gadis itu segera menjadi jelek.Emily merasa hari ini Willa berbeda dari biasanya. Adiknya seperti tidak memiliki rasa takut sedikit pun padanya. Dan ada apa dengan kata-katanya tadi? Sudah tidak menyukai William? Siapa yang menulis surat cinta dan mengatakan bahwa sangat mencintai pemuda itu sampai ingin mati?Willa menyukai William dan mengirim sebuah surat cinta yang kemudian bocor. Surat yang ditulis dengan kata-kata yang menjijikkan itu dibaca semua penghuni sekolah di papan pengumuman. Seseorang menempelk
Willa masih bersenandung saat turun ke lantai bawah untuk makan malam. Ini pertama kalinya dia bertemu Rachel, ibu sambungnya. Dia pikir dia akan mengabaikan wanita ini karena mereka tidak saling menyukai. Nyatanya Rachel sangat ramah. Dia menambahkan daging dan sayur ke piring Willa dan mengatakan padanya untuk makan lebih banyak.Dengan sedikit heran, Willa melirik Emily. Senyum kakaknya itu terlihat tidak pada tempatnya. Ada apa ini?Di bagian lain, Nathan, adik lelakinya yang berumur 16 tahun seperti tidak melihat semua yang terjadi di meja makan.Semuanya terjawab saat Rachel tiba-tiba dengan gembira mengatakan sebuah rencana. “Willa, ayahmu sedang berusaha mencari bantuan ke beberapa orang. Dia ingin mengundang tuan Morgan untuk makan malam. Kita bisa saja menghubungi sekretarisnya, tapi kami ingin membuat makan malam yang tidak terlalu formal. Kita akan membuatnya penuh dengan nuansa kekeluargaan. Maukah kau memintanya untuk datang? Kudengar kau cukup dekat dengannya.”Wajah Wi
Saat semua orang panik di kediaman Anderson, Willa sedang berada di ruang tamu keluarga Harris. Olivia Harris sedang mengajarinya sebuah game pertarungan di ponsel. Karakter Willa tewas berkali-kali, tapi dia tidak jera juga. Olivia menertawakannya, hal yang membuat Willa hampir melempar ponsel miliknya. Pemilik asli tubuhnya ternyata juga tidak pandai bermain game.“Willa, ternyata kau lebih pandai berkelahi di dunia nyata dibanding di dalam game.” Olivia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengolok-olok gadis itu. Ini permainan mudah dan familiar di kalangan anak-anak. Tapi Willa bahkan tidak tahu cara menggerakkan tangan dan kaki karakternya. Dia terus membuatnya berputar-putar dan bergerak tidak jelas.“Diamlah. Kau terus membuatku kalah dengan terus bicara.” Willa menganggap kesialannya adalah kesalahan Olivia.Gadis kecil itu segera cemberut. “Willa, bukankah sebaiknya kita pergi ke kamarku. Apa kau tidak lelah?”Mereka tiba di rumah setelah makan siang. Willa menjemput Olivia d
Di ruang tamu keluarga Harris, Aaron Harris harus menghadapi dua gadis muda dengan masalah yang membuatnya sakit kepala. Willa mengadukan tentang perjodohannya dengan pria tua bernama Joseph Morgan. Dia tidak tahu kenapa dirinya dibawa-bawa. Sedangkan Olivia, puterinya merengek meminta dia turun tangan untuk mengatasi masalah ini. Perjodohan Willa Anderson seakan telah menyebabkan dunia keduanya kiamat seketika.“Nona Anderson, aku tidak memiliki alasan untuk ikut campur dalam masalah keluargamu.” Aaron mencoba mengingatkan.Olivia ingin sekali menjerit mengatakan pada ayahnya kalau ini tentu saja telah menjadi masalahnya. Willa Anderson adalah calon isterinya, ibu masa depan Olivia. Tapi tentu saja itu tidak mungkin.“Ayah, aku berhutang budi pada Willa.” Akhirnya Olivia mencoba memberikan alasan yang masuk akal.Kelompok Richard bisa saja melukai dia dan Ethan. Mereka bahkan bisa melakukan yang lebih buruk lagi. Olivia tahu, dia adalah permata kesayangan ayahnya. Jika terjadi sesuatu