Share

Bab 3. Pertarungan

Tapi si gadis malah ikut tertawa. Seakan bukan dia yang menjadi bahan tertawaan.

Richard menjadi tidak senang. Olok-olok mereka terasa menampar udara.

“Apa yang kau tertawakan, Nona Anderson?”

“Aku menertawakan apa yang kalian anggap lucu.” Willa bahkan menyeka sudut matanya yang berair karena ikut tertawa tadi.

“Menurutmu apa yang lucu?” Richard menjadi kesal kini. Bicara gadis ini berbelit-belit. Apa mungkin dia ketakutan? Mungkin—

“Kau bertanya apa yang lucu padaku sementara kau juga tertawa? Bukankah kau benar-benar idiot yang tidak tertolong?” ujar Willa. Lagi-lagi dia menyebut para remaja itu sebagai idiot.

Ucapan Willa tidak saja membuat bingung tapi juga memancing kemarahan sekelompok remaja itu. Ini telah ke sekian kalinya mereka dipanggil idiot hanya dalam hitungan menit.

“Bos, hajar saja. Beri pelajaran. Mulutnya terlalu tajam. Lama-lama kita akan menjadi sakit kepala dibuatnya.” Seorang bertubuh pendek dengan wajah jerawatan menyela dengan tidak sabar. Dia hanya mendengarkan dari tadi karena tahu bosnya tampak terpikat pada kecantikan gadis ini.

Siapa bisa mengira telinga semua orang makin lama menjadi makin panas dibuatnya.

“Hajar apa? Apa yang kalian maksud dengan menghajar adalah membuat sumpah serapah dengan mulut kotor kalian? Sudah kukatakan, segera minta maaf sambil berlutut dan pergi dari sini dengan merangkak.” Willa tetap tidak mau kalah. Dia tidak terlihat gentar sedikit pun.

Dua anak di sisi lainlah yang kini  ketakutan. Mereka ingin segera pergi dari tempat itu tapi merasa tidak tega karena interupsi gadis ini sesaat tadi telah menghentikan kegilaan kelompok Richard. Mereka seperti bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada gadis penolong mereka.

“Nona Anderson, sebaiknya kita pergi saja dari tempat ini. Mereka orang-orang berbahaya.” Gadis kecil berusia sekitar dua belas tahun itu berusaha mengingatkan.

Richard terkekeh. “Sudah terlambat untuk memperingatkan kakak cantik ini. Kalian berdua sebaiknya minggir dan tunggu giliran. Jangan mencoba kabur—“

Plak!

Belum selesai Richard bicara, mulutnya sudah ditampar. Wajahnya sampai menoleh ke samping oleh kerasnya tamparan itu. Semua orang tersentak kaget.

“Siapa yang akan kabur? Tidak ada yang akan kabur. Kalau ada yang mungkin ingin kabur, itu adalah kalian nantinya. Kalian sungguh sial bertemu kakak hari ini.” Willa mengibas-ngibaskan telapak tangannya seolah sangat kesakitan setelah tamparan tadi. Ya, dialah yang barusan menampar mulut remaja laki-laki itu.

Remaja lelaki dan anak perempuan ternganga. Mereka tidak menyangka jika Willa berani menampar si pembuat onar. Sedetik kemudian keduanya terlihat cemas. Yang lelaki mengambil ponsel dan mulai membuat panggilan. Anak perempuan menjadi pucat wajahnya. Dia menyukai keberanian kakak cantik ini, tapi dia benar-benar mengkhawatirkannya.

Empat remaja anak buah Richard tergesa memburu ke arah bos mereka. Suara tamparan itu terdengar menyakitkan.

“Bos, kau tidak apa-apa?!” Seruan keempatnya kompak bergema di udara.

Richard menggeleng. Bukan karena membantah persangkaan anak buah yang mengkhawatirkannya. Tapi kepalanya menjadi pusing setelah tamparan itu. Dia menggeleng untuk mengusir rasa pusing.

Keempat anak buahnya yang tidak tahu kondisi sebenarnya dari si bos merasa lega. Tapi hanya sebentar. Seseorang melihat sudut bibir Richard meneteskan darah dan pipinya yang tadi terkena tamparan sudah menjadi bengkak. Lalu remaja bertubuh besar itu tiba-tiba meludahkan sebuah giginya yang tanggal.

“Bos, kau berdarah!” Seseorang berseru kaget. Bos sepertinya terluka.

Richard mendorong remaja anak buahnya yang berada lebih dekat dengannya ke samping. Dia tidak ingin orang-orang tahu betapa parah dia terluka karena sebuah tamparan yang terlihat ringan itu.

Sialan sekali! Richard mengumpat dalam hati. Tamparan gadis ini kuat sekali. Seperti dihantam dengan pemukul besi saja. Gerakannya juga cepat. Tapi mungkin karena Richard tidak mengira nyali besar gadis ini.

Remaja itu mulai waspada. Gadis ini memiliki sesuatu di balik penampilan lemahnya. Meskipun begitu tetap saja Richard tidak takut. Bagaimana pun mereka berlima. Seorang gadis menghadapi lima remaja lelaki. Tidak mungkin mereka kalah. Itu pasti akan sangat memalukan.

Dua anak yang tadi dikerjai lima remaja menatap cemas ketika Richard dan anak buahnya mulai mengurung Willa.

Pemandangannya begitu mendebarkan. Beberapa remaja lelaki itu membuat jari-jari mereka mengeluarkan bunyi, siap menjadikan gadis itu sasaran serangan.

“Gadis sialan, kami tidak akan bermurah hati lagi. Jangan katakan kami kejam nanti jika membuatmu terluka.” Kata-kata Richard disusul sebuah tinju yang dilayangkan dengan keras ke wajah Willa. Dia mengerahkan semua kekuatan dan kecepatan yang dia miliki.

Tidak boleh meleset. Richard tidak ingin dipermalukan lebih jauh lagi.

Willa hanya memiringkan kepalanya sedikit. Tinju itu lewat di sisi kiri wajahnya. Nyaris, tapi tidak kena. Richard bahkan tidak sempat mengedipkan matanya ketika tangan yang membuat pukulan dicengkeram dengan tiba-tiba dan dipelintir keras. Terdengar bunyi retakan tulang.

Krek!

Lalu teriakan kesakitan remaja itu mengilukan hati semua orang.

“Aaakh!”

Willa mendorong dengan sedikit tenaga. Tapi cukup untuk membuat remaja bertubuh besar itu mencium tanah. Richard menjerit lagi. Nyeri ditangannya seperti menyebar ke seluruh tubuh.

Empat remaja lain yang siap menyerang tercengang. Gadis itu melumpuhkan bos mereka dalam satu serangan pendek. Terlihat ringan. Tapi kerusakan yang ditimbulkan pada lengan bos mereka sepertinya tidak ringan.

Richard meraung menahan sakit yang luar biasa di lengannya. Dia bahkan tidak malu untuk menangis kini. Tadi wajahnya, sekarang tangannya yang terluka. Dapat dipastikan kalau ada salah satu tulangnya yang patah.

Dia harus membalas untuk luka yang diterimanya.

“Apa yang kalian lakukan? Kenapa diam saja seperti orang bodoh? Habisi gadis itu!” Richard meraung dalam kemarahan.

Willa, di bagian lain, malah terkikik melihat adegan itu. “Idiot berteriak pada idiot lainnya.” Dia menabur garam pada luka. Menambahkan minyak pada api.

“Bunuh gadis itu!” Richard berteriak lagi menambahkan. Api kemarahannya makin berkobar. Tidak masalah untuk membunuh. Saudara laki-lakinya juga telah membunuh banyak orang. Semua akan ada yang membereskan.

Hanya dengan membunuh baru dendamnya bisa terbalaskan. Persetan dengan wajah cantik gadis itu. Mungkin dia adalah jelmaan setan. Richard tidak akan peduli lagi.

Willa hanya mendecakkan lidahnya mendengar perintah menakutkan itu. Dia tidak gentar sedikit pun. Di Omega, dia sering ikut berlatih beladiri. Walau pun dia lebih sering hanya bermain-main, tapi kemampuan bertarungnya menyamai agen tingkat ke lima. Sebagai pimpinan Omega, pamannya berada di tingkat tertinggi, tingkat ke tujuh.

Bahkan jika kini ke empat remaja yang mendekatinya masing-masing mengeluarkan sebilah pisau saku, Willa masih dengan tenang menghadapinya.

“Serang!” Richardlah yang memberi aba-aba memulai penyerangan.

Keempat senjata serentak menuju sasaran tanpa pola yang pasti. Acak. Namun tetap membuat siapa saja yang menyaksikan akan merasa ngeri.

Remaja lelaki dan anak perempuan merasa tenggorokan mereka seperti dicekik. Ingin menjerit tapi tak ada suara yang keluar.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status