Share

Bab 5. Aaron Harris yang Mempesona

Aaron sudah terbiasa dengan banyak tatapan memuja dari para wanita. Tapi cara gadis ini menatapnya sedikit keterlaluan. Bahkan dia bisa melihat gadis ini menelan ludahnya. Dia terlihat tidak berusaha menutupi rasa ketertarikannya.

Tapi apa katanya tadi? Paman? Mereka baru bertemu dan gadis ini telah menyapanya dengan panggilan yang mengisyaratkan bahwa mereka telah sangat akrab. Terdengar kurang sopan. Tapi cukup untuk sedikit menghapus prasangka buruk Aaron. Bagaimana pun, tidak ada seorang gadis yang akan memanggilnya satu generasi lebih tua jika berniat mendekatinya.

“Ayah, ini nona Willa Anderson. Dia yang sudah menyelamatkan kami. Ayah harus melihatnya. Dia sangat hebat. Kami sempat berpikir anak-anak nakal itu akan mencelakainya. Tapi ternyata, Nona Anderson berhasil menghajar mereka semua." Olivia Harris maju mengenalkan Willa pada ayahnya. Dia bahkan memegangi lengan gadis itu dan terlihat sangat menyukainya.

Perasaan dingin Aaron sedikit mengendur. Mana mungkin dia bersikap acuh pada penyelamat anak-anaknya. Dia masih tahu berhutang budi.

“Nona Anderson, aku Aaron Harris. Terima kasih sudah bersusah payah menolong anak-anak.” Aaron mengangguk sedikit pada gadis muda itu. Sambungnya, “Kau bisa memberitahu jika suatu waktu memerlukan bantuan. Aku akan berusaha untuk memenuhinya.”

Itu memang mungkin hanya basa-basi biasa sebagai bentuk kesopanan. Tapi Aaron tidak khawatir jika gadis ini memanfaatkan tawaran itu suatu hari untuk mendapatkan materi darinya. Dia cukup kaya. Hanya saja dia tidak mengira jika balas budi harus ditebusnya begitu cepat. Dia juga akan menyesali basa-basi ini dalam waktu dekat dan berharap bisa memberi gadis ini sebuah cek dalam jumlah fantastis hanya agar bisa terlepas darinya.

“Paman terlalu sopan. Tidak perlu merasa berhutang budi. Ini hanya masalah kecil. Traktir saja aku makan malam dan aku akan menganggap ini impas.” Willa berkata cepat, tidak mau melepaskan kesempatan sekecil apa pun. Tadi benaknya sudah berputar mencari cara agar pertemuan ini tidak berakhir dengan sia-sia. Tidak disangka, tuan Harris memberikan jalan keluarnya.

Willa sedikit bertanya-tanya tentang nyonya Harris.

“Emm, itu kalau nyonya Harris tidak keberatan—“

“Ibuku sudah meninggal lima tahun yang lalu. Tidak ada yang akan keberatan. Bukankah itu benar, Ayah?” Olivia yang menjawab. Dia sangat senang begitu mendengar ide tentang makan malam.

Harusnya Willa turut berduka atas kenyataan itu. Dua anak yang belum dewasa tanpa ibu, terdengar menyedihkan dalam situasi yang lain. Entah kenapa kali ini di telinga Willa terdengar membahagiakan. Dia hampir meledak dalam kegembiraan. Tapi dia berujar juga, “Oh, maaf. Aku tidak tahu. Aku turut berduka mendengarnya—“

Ekspresi gadis itu dibuat sangat menyesal karena telah mengungkit tentang keberadaan nyonya Harris.

Jadi, tuan Harris adalah seorang duda dengan dua anak. Hm, tidak masalah. Willa tidak keberatan dengan status ini. Walau pun mungkin sedikit lebih tua dari usia pamannya di pulau, tuan Harris tampak lebih menawan.

“Tidak masalah. Itu sudah berlalu. Kami semua memang menyayangi ibu. Tapi hidup harus tetap berlanjut bukan?” Saat mengatakan itu, Olivia melirik sang ayah. Ada maksud tertentu dari ucapannya.

Aaron berdehem karena merasa canggung dengan pembicaraan itu. Meski tidak secara langsung membicarakan dirinya, tapi dia mengerti kemana arah ucapan puterinya. Sudah lama Olivia menginginkan seorang ibu baru. Yang dia tidak mengerti, kenapa sepertinya Olivia mendorong gadis muda ini padanya. Tapi—

“Bagaimana dengan makan siang? Kurasa semua sudah lapar. Nanti malam aku ada acara dan ada beberapa hal yang harus kulakukan juga.” Ini lebih baik. Makan malam terdengar berlebihan bagi Aaron. Bagaimana pun dia tidak ingin mengecewakan puterinya dan sang penolong.

“Oh, tentu saja. Makan siang juga bagus. Kebetulan aku juga sudah sangat lapar.” Dengan berakhirnya kalimat itu, Willa berjalan ke arah mobil, membuka pintu penumpang bagian belakang dan masuk ke dalamnya.

Olivia yang melihat itu nyaris melompat mengikuti gerakan Willa masuk ke dalam mobil. Dia sudah khawatir akan kehilangan kesempatan bertemu Willa lain kali. Acara makan siang ini akan dia gunakan untuk mencari tahu semua tentang gadis  ini.

Aaron menyaksikan tingkah kedua orang yang tampak sudah akrab itu sembari mengerutkan kening.

Saat tatapan Aaron singgah pada puteranya, Ethan menghela napas lantas berkata dengan perasaan menyesal. “Situasinya tadi benar-benar mengkhawatirkan. Karenanya aku menelepon tuan Bennet untuk meminta bantuan. Tidak kusangka ayah datang sendiri.”

“Aku mengerti,” ujar Aaron seraya membuka pintu depan mobil bagian penumpang. Puteranya tidak akan begitu saja menghubungi sang asisten. Saat Ethan menelepon, dia dan Samuel Bennet sedang dalam perjalanan ke suatu tempat. Mereka otomatis berbalik arah dan membatalkan pertemuan dengan beberapa pengusaha.

Ethan tertegun untuk beberapa waktu sebelum mengikuti semua orang ke mobil. Dia merasa telah tergesa menghubungi tuan Bennet hingga menyebabkan ayahnya khawatir, juga mempertemukan Willa Anderson dengan ayahnya.

Sepanjang perjalanan yang berlangsung lebih setengah jam, Willa terus melirik lelaki yang duduk di sebelah pengemudi. Arron Harris tampak seperti sebuah lukisan. Willa merasa sedikit pusing oleh pesonanya.

Di kehidupan sebelumnya, dia telah melihat banyak pria tampan. Omega Alliance dipenuhi orang-orang dengan kemampuan terbaik di bidangnya. Tapi pamannya adalah yang terbaik. Dan tampan. Willa melihatnya setiap hari. Bagaimana bisa dia tidak jatuh cinta? Para wanita di pulau juga banyak yang menyukai pamannya. Dia bisa membuat daftar para wanita yang diam-diam mencoba menarik perhatian Michael Nelson.

“Nona Anderson, apa kau sudah punya pacar?” Olivia yang duduk di kursi bagian belakang tiba-tiba bertanya memecah keheningan.

Dia telah memergoki bagaimana gadis itu beberapa kali melirik ayahnya. Tentu  saja dia tahu betapa menariknya sang ayah. Tapi dia punya sebuah gagasan menarik. Akan sangat menyenangkan jika Willa Anderson bisa menikah dengan ayahnya.

 Ayahnya telah lima tahun bertahan dalam kesendirian. Mengubur diri dalam pekerjaannya dan mengabaikan godaan banyak wanita. Tapi bagaimana dengan Willa Anderson? Adakah ayahnya masih akan sedingin gunung es di kutub utara? Ataukah akan meleleh perlahan bagai salju di bawah sinar matahari musim semi? Olivia sangat ingin tahu.

“Tidak. Aku belum punya pacar.” Willa menjawab dengan cepat. Ada kegembiraan sekaligus kesedihan di dalam suaranya. Dia sedih teringat masa mudanya yang pernah berakhir dengan cepat. Tapi dia juga gembira karena telah diberi kehidupan baru dan kesempatan untuk

.”Oya, kalian bisa memanggilku Willa saja. Itu terdengar lebih baik.” Willa menambahkan.

Olivia merasa puas dengan jawaban itu.

Tentu saja kau tidak boleh punya pacar. Kalau pun ada, kau akan putus dengannya. Aku tidak bisa menerima jika ayahku menjadi selingkuhan. Bibir gadis kecil itu nyaris mengatakannya langsung.

“Wah kebetulan sekali. Ayahku juga belum punya pacar.” Olivia bertepuk tangan.

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status