Tiga minggu berlalu hingga kini Dita belum sadarkan diri. Sedangkan Dika sudah diizinkan pulang karena kondisinya sudah dinyatakan sehat. Namun baik Laura maupun Dika terpaksa menetap di rumah sakit, karena kondisi David yang sempat memburuk. Beruntung David akhirnya kembali pulih.Suara nyaring monitor di ruang ICU terdengar sangat nyaring dan menakutkan, David masuk ke ruang ICU untuk pertama kalinya setelah dia menjalani perawatan intensif di rumah sakit yang sama dengan sang anak.Air mata kembali mengalir ketika melihat Dika terlelap di ruang ICU menemani saudara kembarnya.“Sayang, anak Papa yang ganteng,” panggil David.Dika mengerjap berkali-kali, lalu mengucek matanya untuk menetralkan penglihatannya.“Papa,” sahutnya.“Iya sayang, ini Papa. Dika istirahat di kamar dulu ya nak, biar Papa yang menjaga Dita di sini,” ujar sang papa.Sang jagoan tampak menggeleng sebagai jawaban penolakan atas permintaan sang papa.“Papa janji tidak akan meninggalkan Dita sendirian di sini,” bu
David langsung menekan tombol yang ada di dekat ranjang pasien, tak butuh waktu lama dokter pun masuk ke ruang ICU untuk memeriksa kondisi Dita.David masih menangis haru lalu meminta izin untuk keluar sebentar pada sang anak.“Sayang, Papa keluar sebentar ya, mau kasih tahu Mama dan Dika,” ucapnya dalam tangisan. Dita yang masih menangis pun mengangguk lemah memberi izin pada sang papa untuk memanggil Mamanya. Dita merindukan Dika dan sang mama.David pembuka pintu ruang ICU hingga membuat Laura dan yang lainnya panik, karena sang pria tampan masih menangis."Jangan bilang kalau Dita benar-benar pergi meninggalkanku?” tanya Laura. Tubuh wanita itu melorot ke lantai, beruntung Alex dengan sigap menopang tubuh sang sahabat. Debaran jantung seluruh orang yang menunggu kabar baik dari Dita menggila di dalam rongga dadanya.David berlutut di depan sang istri lalu berujar, “tidak sayang, Dita sudah kembali. Dita kita sudah siuman,” ujarnya.“Huaaaaaaaaaa huaaaaaaaaaaa.”Tiba-tiba tangis ke
Malam harinya David dan Laura meminta Alex untuk tidur di rumah, setidaknya Dita sudah dipindahkan ke ruang rawat inap.“Tidurlah di rumah Alex, biarkan aku dan Papanya anak-anak di sini. Kamu pasti sangat lelah,” ucap Laura pada sang sahabat.Alex melirik ke arah sang istri yang sedari tadi terus menguap, pria itu pun bertanya, “apa kamu yakin mau menjaga Dita sendiri, sedangkan Tuan baru saja pulih. Bagaimana kalau kalian saja yang pulang?”Laura menggeleng sebagai jawaban penolakan atas permintaan sahabatnya, “tidak Alex, kamu pulanglah, lagian Dita tidak mungkin mau berpisah dari Dika dan aku. Nanti Papanya anak-anak biar istirahat di kamar saja.’Alex menghela nafas kasar, dia tak punya alasan lagi untuk memaksa Laura yang pulang, sedangkan Joe dan Ryan sudah kembali lebih awal.“Baiklah, kalau nanti ada apa-apa tolong segera hubungi aku ya,” pintanya tulus.“Iya, aku pasti akan menghubungimu kalau membutuhkan bantuan.”Laura merasa sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Alex
“Kenapa sayang?” tanya Laura bingung saat melihat sang suami tampak kaget setelah menerima telepon melalui ponsel pintarnya.“Joe kecelakaan sayang saat mau mengantarkan Riana pulang, tapi kata Ryan sudah dibawa ke rumah sakit terdekat,” jawab David.Laura mengernyit heran, seharian ini Riana tak ada datang ke rumah sakit, lalu bagaimana bisa Joe bertemu Riana? tanyanya pada diri sendiri.David seolah tahu kalau sang istri tampak bingung, karena dirinya tak pernah memberitahu mengenai kedekatan Joe dengan Riana.“Joe sepertinya mulai ada hati dengan Riana, karena beberapa kali Joe menjemput Riana di kantornya. Mungkin tadi Riana sedang lembur.”David mencoba memberi penjelasan setidaknya sang istri tidak tampak bingung.Laura hanya mengangguk, “lalu bagaimana sekarang keadaanya?” tanya Laura.“Ryan sih bilang hanya mobilnya yang sedikit parah sayang, orangnya tidak apa-apa tapi tetap dibawa ke rumah sakit oleh penduduk yang melihat kejadian itu, lalu Joe menghubungi Ryan."David hanya
“Apa katamu? Menyerahkan mobil dan semua barang berharga?” David membeo.Sang CEO tidak akan membiarkan siapapun berbuat sok berkuasa terhadapnya ataupun orang lain. Salah satu orang dari enam kawanan preman itu memang nampak berbeda dari segi penampilan dan juga kendaraan yang digunakan.Kalau David tak salah menebak orang itu pasti pimpinan dari preman-preman ini.Joe, Ryan dan sang sopir mematung melihat David yang seakan menantang maut.Joe tahu David ahli bela diri dan jago menembak tapi kondisi sang sahabat saat ini sudah tidak seperti dulu. Tentu saja hal itu membuat Joe cemas.“Maju kalian!” tantang David.“David, ingat kondisimu!” seru Joe penuh peringatan.Tapi sepertinya sang sahabat sudah tersulut emosi sampai akhirnya perkelahian di tempat itu terelakan. Bila yang lainnya satu lawan satu, berbeda dengan David yang dikeroyok tiga orang sekaligus. Hanya kurang dari sepuluh menit semua kawanan preman itu tersungkur di lantai. David berhasil melumpuhkan tiga orang, sedangkan
Sementara itu Ryan dan Joe menuju ke dalam mobil."Sudahlah Ryan jangan cemen begitu, lebih baik kamu tahu sekarang daripada nanti meskipun sakit, setidaknya kamu tidak akan perlu lagi dibohongi terlalu lama olehnya." Joe berusaha menghibur Ryan. Selama ini Ryan adalah sosok yang paling ahli dalam memberi ketenangan untuk Joe maupun David, tapi sekarang keadaan terbalik.Joe yang harus menenangkan Ryan akibat rasa kecewa pria itu pada kekasihnya.Dulu alex tidak semarah Ryan karena antara Alex dan Angel tidak ada hubungan apapun, berbeda dengan sekarang, wanita yang tadi bersama pria lain itu adalah calon istri Ryan."Tega sekali dia mengkhianati saya." Dadanya begitu sesak menahan rasa kecewa yang terlampau dalam. Ryan tak menyangka akan menjadi seperti ini. Pesta pernikahan mewah sedang dipersiapkan olehnya, tak ada yang tahu kalau Ryan sudah memiliki kekasih, bahkan David dan Joe baru beberapa bulan yang lalu mengenai kedatangan Ryan ke Kota ini, padahal Papanya sendiri juga memil
Setelah selesai berkomunikasi dengan David, Joe memasukan kembali ponselnya ke saku celananya.“Sehancur inikah kamu Ryan hanya karena wanita?” tanya Joe.Ryan menghela nafas panjang.Tampak jelas nafasnya sedikit tertahan di tenggorokan, bahkan dia berusaha menarik nafas berkali-kali untuk mengurangi sesak di dada.“Dia itu wanita pilihan Ibu saya, Pak Joe. Kami dijodohkan, di saat saya sudah mulai bisa mencintainya mengabulkan semua permintaannya sampai harus ikut ke Kota ini dan bekerja di sini, dia malah mengkhianati saya.”Joe ikut merasakan sakit setelah melihat keadaan Ryan hancur lebur dalam sekejap. Hilang sudah Ryan yang yang penuh semangat seperti sebelumnya, berganti Ryan yang lebih banyak melamun dan menangis.“Pak Joe, apa bisa naikin kadar alkoholnya?” tanya Ryan. Ryan tak tahu apa yang dia lakukan ini benar atau salah, yang jelas dirinya hanya ingin melupakan kejadian menyakitkan ini.“Bisa,” jawab Joe.Joe memanggil pelayan yang ada di sana untuk meminta alkohol berkad
“Sial ponselku rusak. Bagaimana kalau Tuan David menghubungiku? Bisa-bisanya aku larut dalam kehancuranku, wanita sialan itu bisa menang banyak kalau melihatku terpuruk seperti ini.”Ryan setelah menangis pilu menumpahkan sesak di dadanya kini dia sedikit lebih tenang dari sebelumnya.Saat Ryan hendak masuk ke dalam kamar mandi langkahnya terhenti karena kakinya seperti menginjak sesuatu yang membuat sedikit sakit.“Anting siapa ini?” tanyanya pada diri sendiri.Detik berikutnya dia teringat soal wanita misterius yang kini menghilang begitu saja setelah melewatkan malam panas dengannya.“Sebaiknya aku simpan saja anting ini, siapa tahu suatu saat aku bisa bertemu dengan orangnya. Sekarang aku harus mandi lalu membeli ponsel baru agar semuanya tidak semakin kacau.”Ryan pun menuju ke dalam kamar mandi. Saat Ryan membersihkan diri, rombongan David, Alex dan Joe datang ke depan pintu kamar Ryan.Mereka menggedor dari yang halus dan lembut sampai gedoran penuh emosi.Karena tak mendapat j