Bab 19.Dara duduk di atas hamparan pasir di tepi pantai, matanya menatap kosong pada laut luas dengan deburan ombak yang menyapu membasahi ujung kakinya. Perlahan hujan rintik-rintik mulai turun membasahi jilbab warna mint yang ia kenakan. Gadis itu tampak tak peduli, meski di sekelilingnya para pengunjung mulai mencari tempat berteduh.Harusnya di waktu seperti itu, para pengunjung sudah ramai mengunjungi pantai di hari Minggu. Namun, cuaca sedang hujan, jadi pantai tampak sepi. Sementara Dara menyukai susasana itu, karena ketika hujan turun, ia bisa menangis sepuasnya tanpa takut pada tatapan iba dan pertanyaan mengapa dari orang lain.Gadis itu menatap jauh pada laut yang tak berbatas di hadapannya, lalu mata sembabnya kembali meneteskan air mata yang mengalir di pipi. Kembali Dara membayang wajah ibunya, dan perlahan tanpa diminta, memorinya membuat bayangan-bayangan kejadian yang menimpa ibunya puluhan tahun yang lalu, seperti yang diceritakan keluarganya. Dara terluka amat dal
Bab 20.Dara berjalan lesu menapaki gang untuk sampai di rumah. Sesekali ia pejamkan mata sejenak dan mengusap matanya untuk menghalau rasa hangat di matanya, agar sisa sembab tak begitu kentara.Di depan rumah, ia melihat Om Herman sedang duduk di depan pintu seperti sedang menunggunya.Dara langsung mendekat, dan Herman juga melihatnya. Lelaki itu keluar dari rumah dan mendekat kada motor yang diparkir di depan rumah semi permanen itu."Ikut, Om!" ujar Herman tanpa peduli pada ekspresi bingung Dara."Ke mana?" tanya Dara masih tak mengerti."Jangan ke kantor polisi, Om, please!" pinta Dara mengiba. Baru saja ia dengar kalimat dari Rayyan yang ikut melukai hatinya. Lelaki itu akan menolongnya melaporkan Yasmin ke polisi. Namun, keputusan Dara sudah bulat, ia tak ingin ada banyak hati yang terluka lagi. Ada Rayyan, Fahira dan suami Yasmin. Dara sungguh tak sanggup jika itu terjadi.Herman menarik tangan Dara dan menuntunnya untuk segera naik ke atas motor. Sementara nenek dan kakek h
Bab 21.Gone.Semua yang tersisa terpaksa harus pergi karena perbedaan. Semua yang ia perkirakan terjadi begitu saja seperti sebelumnya, bahwa ia tak layak untuk jatuh cinta pada sembarang hati, Dara harus tahu diri.Pukul dua belas malam, Dara masih belum bisa terpejam karena pikirannya masih tertinggal pada setiap kejadian yang menimpanya. Pikiran gadis itu tetap serabut, meski berkali ia mencoba untuk memejamkan mata dan melupakan semuanya. Berkali-kali ia coba untuk istirahatkan pikirannya."Aku harap kamu menyerah, Tuan Dokter!" gumam Dara seorang diri. Di kamar yang gelap itu, ia merintih perih atas cinta yang ia inginkan tetap berjalan, tapi tak bisa.Dara seolah dipaksa berhenti atas hak mencintai dan dicintai yang seharusnya bisa dirasakan setiap manusia.Gadis itu akan mencoba untuk bangkit dan menata hatinya kembali. Ia berharap Rayyan akan melupakannya, karena ia bukan gadis istimewa untuk diperjuangkan. Rasa rendah diri yang kerap kali menyelimuti pikiran Dara itu terlal
Pertemuan demi pertemuan terjadi seolah memang Tuhan sedang merencanakan peluang, menciptakan alasan Dara dan Rayyan bertemu. Setelah tak sengaja bertukar nomor ponsel, Dara hanya bertanya tentang keberadaan anak itu, tidak lebih. Hal itu membuat Rayyan juga segan jika ingin menanyakan kabar gadis itu lewat telepon.Malam ….Udah tidur?Gimana kabar nenek?Boleh ngobrol sebentar?Pesan-pesan yang sempat terketik, lalu dihapus kembali oleh Rayyan. Canggung dan terasa klise, bersatu menjadi dua rasa yang tak memberi peluang untuk lebih dekat.Hingga di lain kesempatan, Rayyan mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Dara. Semakin ia cari tahu, semakin banyak hal yang tak ia ketahui. Lelaki itu tak berani mengikuti, tapi kini ia tahu tempat Dara bekerja.Sore itu, pengunjung di cafe sedang ramai. Alunan lagu western menghibur para pengunjung melepas penat di meja-meja. Rayyan berdiri di depan pintu, langkahnya terayun pelan untuk masuk ke dalam. Ia datang bersama seorang teman yang juga
ADARABab 23."Bagaimana kabarmu?" tanya Damar menatap wajah sendu yang duduk di depannya.Hari ini Dara kembali bekerja seperti biasanya. Berdiam diri dan merenungi nasib buruk, tak akan membuatnya kenyang. Gadis itu dengan sisa ketegarannya harus melangkah memainkan peran dalam kehidupannya.Damar mencoba menemui Dara setelah ia mengobrol banyak hal dengan Rayyan. Gadis itu bahkan sempat tercekat di depan pintu saat akan keluar pulang dari tempatnya bekerja. Dara tak menyangka bahwa kali ini ayah dari Rayyan akan menemuinya.Yasmin sudah pernah menemuinya, Fahira juga, Rayyan bahkan sering datang meski kadang hanya diam-diam mengamati, atau pura-pura datang sebagai pelanggan, yang berakhir tak diacuhkan oleh Dara. Kini Damar yang datang, entah besok siapa lagi."Seperti biasa, Pak! Kuat atau tidak, saya tetap harus berjalan untuk hidup saya." Dara tersenyum perih.Sementara Damar hanya mengangguk, dari nada gadis itu bicara, ia bisa mengerti bahwa Dara belum baik-baik saja. Hanya k
ADARABab 24.Seorang lelaki membukakan pintu mobil, sedikit membungkuk seraya menunggu sang majikan keluar dari mobil mewahnya. Minggu pagi, Yasmin menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah pribadi Rayyan. Sudah empat hari putra sulungnya itu tak pulang ke rumah. Rayyan merasa masih marah dan kecewa atas perlakuan Yasmin terhadap Dara.Sebab itu, ia mencoba untuk menghindari sang mama untuk sementara waktu, hingga rasa kecewa itu perlahan terkikis dari hatinya.Yasmin berjalan lurus ke depan, hingga terdengar suara sepatu haknya yang berirama. Saat wanita itu tiba di depan itu, jari lentiknya mencoba menekan beberapa angka untuk membuka pintu.Yasmin menggeleng, karena beberapa kali ia masukkan angka, pintu itu tetap tak terbuka. Padahal ia masih ingat dan yakin telah menekan password dengan benar.Wanita itu menggeram kesal, bisa-bisanya Rayyan mengubah password di pintu tanpa sepengetahuannya. Dengan hati yang kesal, ia lalu menekan bel di pintu agar Rayyan sadar bahwa di luar i
ADARABab 25."Kamu ingkar janji, Mas …," ucap Liana menatap lurus pada Damar yang kini membalas tatapan Liana dengan lekat. Damar menatap lama pada Liana, memastikan sesuatu dari perempuan itu."Tolong … tolong aku, Mas!" Tiba-tiba Liana berteriak histeris, hingga orangtua dan abangnya datang mendekat.Liana melempar pensil dan buku yang ada di dekatnya, ia tarik sprei yang tadi rapi dari tempat tidurnya. Perempuan itu mencengkeram kuat-kuat kasur yang menjadi tempat duduknya, lalu kakinya menendang-nendang bagian kasur. Liana menangis hingga membuat hati siapa saja menyayat.Tindakan yang dilakukan Liana seolah ia sedang terjebak di kejadian hari itu. Saat ia dengan sekuat tenaga melawan lelaki yang menodainya dengan kejam. Perempuan itu melawan semampunya, tapi tak ada yang bisa ia pertahankan.Nenek dan kakek Dara mendekat dan mencoba menenangkan anaknya. Ia belai rambut panjangnya dengan lembut seraya mengucapkan kalimat-kalimat istighfar agar dirinya dan Liana sedikit tenang.D
AdaraBab 26.Pagi itu, Damar kembali ke kampung Liana, sebuah desa di pesisir Selatan Jawa, setelah tiga bulan mengurus pekerjaannya di kota Jakarta. Bibirnya melengkung senyum, diiringi degup jantung tak berirama. Damar mersakan rindu yang begitu menyeruak, menanti pertemuan kembali dengan Liana. Rindu yang sebelumnya benar-benar terpangkas jarak dan tak ada komunikasi, karena saat itu Liana tidak memiliki ponsel. Hanya janji yang Liana percaya, bahwa lelaki itu akan kembali untuknya. Mereka telah sama-sama berjanji untuk menjaga hati.Hanya beberapa kali Damar menerima surat dari Liana. Surat yang sedikit mengobati kerinduanni. Mengetahui Liana baik-baik saja, cukup menenangkan dirinya dan bersemangat untuk menyelesaikan proyek di Jakarta.Di sana, Damar memberitahu ayahnya tentang rencana merekrut siswa pedalaman untuk mendaftarkan beasiswa dari perusahaan sang ayah. Juga memberitahu tentang perasaannya, dan gadis yang telah mencuri hatinya. Damar meminta restu sang ayah.Sang a