Pejuang Cinta Pendobrak Kasta

Pejuang Cinta Pendobrak Kasta

By:  El Baarish  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
41Chapters
1.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Terlahir dari benih yang tak diinginkan, Dara bahkan tak pernah mendapat pelukan dari ibunya. Sejak kejadian pelecehan itu, dan dinyatakan hamil, ibu Dara mengalami gangguan jiwa. Sejak kecil, Dara diperlakukan tak adil oleh lingkungan sosial. Gadis itu tertolak di lingkungan karena latar belakangnya. Bahkan ia beberapa kali gagal menikah karena lelaki yang mengaku cinta, rupanya malah meninggalkan saat tahu siapa asal usul Dara. Hingga seiring waktu berjalan, Dara semakin yakin bahwa tak akan ada yang bisa menerima keadaannya. Tak akan ada lelaki yang akan menikahinya karena mereka tidak mau ibu Dara menjadi bagian dari keluarganya, malu. Rayyan datang saat Dara sedang di titik rendah pada kepercayaannya akan cinta. Melihat ketulusan Rayyan, Dara kembali jatuh cinta lagi. Namun, lagi-lagi Dara terhalang restu, karena ibu Rayyan tak menyukainya, bahkan selalu menyusun rencana untuk menghancurkannya. Bagaimana Dara akan bertahan?

View More
Pejuang Cinta Pendobrak Kasta Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
41 Chapters
1. Rencana Perjodohan
ADARA Bab 1.“Menikahlah dengan Sandra, Ray!” ucap Yasmin tiba-tiba sesaat setelah menyudahi makannya.Hampir saja Rayyan tersedak minuman mendengar ucapan sang mama barusan.Namun, ia tetap menuntaskan minuman di gelasnya, memberi hak pada kerongkongan dan perutnya setelah diisi dengan makan malam.Rayyan sejenak menatap Yasmin dengan tatapan serius, lalu perlahan tawanya tumpah sudah. Semakin lama tawanya semakin keras dan jenaka seolah ucapan Yasmin adalah lelucon baginya. Bahkan Fahira, sang adik mencubit lengan Rayyan menyadarkan lelaki itu untuk menghentikan tawanya.“Pelankan tawanya, Ray!” kata Damar yang duduk di kursi utama.Rayyan manggut-manggut, perlahan mulutnya terkatup seraya membuat gerakan menarik ujung bibirnya dengan tangan. Pertanda ia akan diam.“Umurmu sudah mau masuk tiga puluh, apa nggak pengen punya keluarga kecil?” tanya Yasmin.“Iya, Ma. Pengen lah. Ray masih normal.”“So?” Yasmin menaikkan sebelah alisnya.“So what?” Rayyan bertanya balik.“Menikahlah de
Read more
2. Membuang Waktu
Bab 2ADARA*Matahari senja terlihat semerah saga, masih terasa panasnya meski hari telah hampir magrib. Seorang gadis baru saja turun dari ojek yang mengantarnya ke sebuah cafe.Adara namanya, orang-orang kerap menyapa Dara.Gadis itu menatap bangunan yang lebih banyak didominasi oleh dinding kaca, hampir sama seperti bangunan tempat ia bekerja. Meskipun ia telah terbiasa dengan segala suasana cafe, tapi kali ini rasanya berbeda.Dara menarik napas panjang, ia melihat penampilannya sendiri yang setidaknya masih sedikit rapi meski beberapa jam yang lalu ia berjuang dengan peluh keringat. Saat temannya datang menggantikan shift kerja, Dara langsung pamit dari cafe tempatnya bekerja dan menuju tempat tujuan selanjutnya.“Maaf, siapa ini?” tanya Dara setelah ia memberi salam. Pagi tadi, ia mendapat sebuah panggilan dari nomor tak dikenal di ponselnya.“Saya mamanya Rayyan, bisa bertemu sebentar?”Dara bergeming di tempatnya berdiri. Gadis itu masih berada di dalam kamarnya, baru saja ak
Read more
3. Tawaran Menyakitkan
Bab 3ADARA*Dara menatap amplop tebal di depannya. Sejenak gadis itu diam, lalu menyunggingkan senyum sinisnya pada wanita itu. Ini bukan untuk pertama kali ia direndahkan seperti itu."Apa ibu selalu menyelesaikan semua hal dengan uang?" tanya Dara penuh penekanan.Wanita paruh baya itu tersenyum, menatapnya tajam. "Saya hanya menyelesaikan apa yang perlu saya selesaikan. Saya hanya melindungi apa yang perlu saya lindungi."Benar seperti dugaan Dara. Saat wanita itu menelepon, ia menebak sesuatu akan terjadi padanya. Sesuatu seperti sekarang ini, direndahkan dengan uang seolah segala hal di dunia ini bisa selesai dengannya. Seolah semua hal di dunia ini hanya senilai uang semata."Jangan pernah bilang kalau kamu itu anak yang terlahir tanpa ayah, Dara! Dengarkan, Om! Tidak ada lelaki yang akan menikahimu jika mereka tau kamu tak punya wali nikah." Paman Dara selalu mengatakan seperti itu. Namun, Dara tak bisa membenarkan perkataan pamannya."Katakan saja sebagai anakku. Biar aku ya
Read more
4. Keluarga adalah Utama
Bab 4ADARA.Dara sedang menahan isak tangisnya, lalu terdengar sebuah ketukan pintu kamarnya.“Dara … nenek sakit lagi.” Dara mendengar kakeknya memanggil.Gadis itu segera menghapus air matanya, meski tak bisa ia sembunyikan hidung dan matanya yang memerah.Dara membuka pintu, mendapati sang kakek yang berdiri khawatir di depannya. Segera ia menuju ke kamar nenek untuk melihat keadaan wanita tua itu.Di sebuah ruangan sebelum sampai di kamar nenek, Dara melihat ibunya, Liana. Kembali air dari sudut matanya menetes kala melihat ibunya sedang tertawa sediri dengan sebuah buku dan pulpen di depannya. Liana selalu meminta buku dan pulpen untuk menulis apa saja yang ia tulis, lalu tertawa atau menangis setelah itu. Tulisan acak seperti anak yang sedang belajar menulis.Pemandangan itu selalu menyoyak hati Dara. Ia berjanji pada diri sendiri suatu hari akan membawa ibunya berobat dan sembuh. Namun, kenyataan dan mimpinya tak sesuai dengan harapan. Untuk memenuhi kebutuhan harian saja Dar
Read more
5. Dia Tetap Ibuku
Bab 5ADARA.“Minum dulu, Nek!” Dara mengangsurkan segelas air putih di dekat mulut neneknya.Nenek mengela napas lega, ia merasa sedikit tenaga setelah minum obat. Dara berhasil pulang setelah memberikan beberapa pukulan untuk preman jalanan, setelah itu ia lari tunggang langgang sampai di rumah.Ia tak menceritakan semua itu pada siapa pun, karena itu sama saja menyusahkan orang-orang rumah. Apalagi kondisi nenek memang tak sehat. Kakeknya pun sudah tidak muda lagi untuk terus menerus mendengar beban kabar buruk.“Nenek istirahat ya.” Dara menarik selimut sebatas dada untuk neneknya. Perempuan tua itu mengangguk, lalu mulai memejamkan mata.“Kalau ada apa-apa, panggil Dara ya, Kek.” Gadis berusia dua puluh tahun itu berpesan. Seperti biasa, mengingatkan sang kakek bahwa saat neneknya kambuh ia harus memanggilnya di dalam kamar, bahkan jika gadis itu tak terjaga dari tidurnya.Lelaki senja bernama Suryadi itu mengangguk, dengan sudut mata yang hampir saja mengeluarkan air mata. Ia t
Read more
6. Undangan Bertamu
Bag 6 . Seperti biasa saat senja menyapa, Dara akan kembali ke rumahnya. Ia akan pulang bersama Ayu karena gadis itu menawarkan akan mengantarkannya ke rumah. Hanya Ayu satu-satunya teman yang paling mengerti keadaan Dara. Gadis itu tak ikut menghakimi hidup Dara seperti yang orang lain lakukan. Saat Dara mengeluh tak ada uang, ia bersedia mengantar jemput agar temannya itu tak harus jalan kaki untuk pulang. Padahal rumah mereka berbeda arah. Bahkan Ayu sering menjadi tempat Dara meminjam uang, tanpa batas kapan harus mengembalikan. Ayu hanya merasa lebih beruntung dari Dara, jadi ia hanya ingin berbaik hati dengan gadis itu untuk rasa syukurnya. Saat Dara keluar dari cafe, ia melihat Rayyan sudah tercekat di depan pintu. Dara menatapnya dengan tatapan bertanya, melihat wajahnya kembali ia mengingat perlakuan ibu Rayyan waktu itu. Merendahkan harga dirinya dengan begitu ke ji. "Aku tunggu di motor, ya," ucap Ayu yang langsung meninggalkan Dara dan Rayyan untuk berbicara berdua. D
Read more
7. Jebakan
Bag 7.Semua menatap curiga pada Dara karena cincin itu terjatuh dari dalam tasnya. Dara sendiri, wajahnya tampak pias karena ketakutan. Tak mungkin cincin itu ada dengan sendirinya di tas Dara.Yasmin mendekat dan menatap tak suka pada Dara, lalu ia berjongkok untuk mengambil cincin yang terpelanting tak jauh dari kaki Dara."Tolong jelasin kenapa ini ada di kamu?" tanya Yasmin penuh penekanan.Dara diam, ia tak mampu berkata. Wajahnya mendadak pucat disertai degup jantung yang bertalu. Sejenak ia menggeleng menatap Rayyan yang berdiri di sampingnya, tapi lelaki itu malah menatapnya meminta penjelasan."Begini ya kelakuan kamu yang sebenarnya. Datang ke rumah orang dan merasa punya kesempatan untuk mencuri." Yasmin mencerca semakin menjadi-jadi. Sementara yang lain hanya menatap Dara dan menunggu penjelasannya."Perempuan pencuri tak layak menjadi menantu di rumah ini! Ray terlalu berharga untuk bersanding dengan pencuri seperti kamu!" Yasmin melayangkan telunjui tepat di depan mata
Read more
8. Kita Tak Setara
Bab 8 Setelah pertemuan malam itu, Rayyan tak berani menemui Dara. Ia malu pada gadis itu, juga malu pada diri sendiri karena sempat tersirat prasangka buruk untuk Dara. Gadis cantik itu juga tampak sangat menghindari Rayyan, karena tahu persis posisi mereka jauh berbeda. Jangankan untuk menikah dan hidup bersama, untuk menjalin hubungan pertemanan saja, Dara merasa memiliki sekat yang tak bisa ditembus. Rayyan merupakan seorang dokter spesialis penyakit dalam, anak dari pengusaha terkenal yang keluarganya juga memiliki rumah sakit swasta di Jakarta pusat, tempat Rayyan bekerja. Bagai langit dan bumi jika dibandingkan dengan Dara. "Kusut amat wajahnya, kenapa Ray?" tanya Sandra yang baru saja selesai memeriksa pasien yang baru saja melahirkan. Ia melewati ruang kerja Rayyan dan melihat temannya sedang melamun. Sandra langsung duduk di depan Rayyan, karena melihat wajah yang tampak tertekuk itu. Rayyan meletakkan kembali ponselnya. Wajah itu terlihat kusut karena beberapa kali ia
Read more
9. Kambuh
Bab 9."Li, balikin ya. Itu punya anak Bu Asih, kasian besok dia sekolah."Seorang lelaki berusia empat puluh tujuh tahun itu membujuk. Sementara Liana yang dibujuk hanya tersenyum mengelus seragam SMA yang kini ada di tangannya. Herman, abang Liana duduk berdekatan dengan adik satu-satunya itu, ia ingin memberi pengertian bahwa seragam itu bukan miliknya. Herman ingin membangunkan kesadaran Liana, bahwa kini sudah berpuluh tahun berlalu, dan ia tak layak lagi mengenakan seragam SMA seperti dulu."Bu Asih, sabar dulu ya. Saya akan coba minta baik-baik." Herman berkata pada pemilik seragam itu.Suryadi dan Halimah ikut membujuk Liana, tapi mereka tak tahu caranya agar perempuan itu mengerti. Biasanya saat Halimah membujuk, wanita itu akan diam dan menurut, karena satu-satunya orang yang bisa ia kenali hanyalah Halimah, ibunya.Liana akan merasa aman jika Halimah berada di sampingnya, dan akan menjerit jika disentuh oleh lelaki termasuk ayah dan abangnya. Trauma yang ia alami telah me
Read more
10. Balas Dendam
Bab 10.Malam terasa menggigil karena langit begitu mendung dan gelap. Angin malam juga memberi hawa menyejukkan bagi tubuh Dara yang tak mengenakan jaket. Gadis itu kembali melirik jam di tangan, hampir pukul sembilan malam dan belum ada satupun angkutan umum yang lewat. Ia bangun dari halte dan memandang ke arah jalanan, hanya mobil-mobil pribadi yang lewat, selebihnya sepi."Bawa motorku aja, Ra. Besok kalau aku udah sehat, aku hubungi, dan kamu jemput ke sini. Pakek aja nggak apa-apa," kata Ayu sambil tetap menahan sakit di bagian perutnya."Aku naik angkutan umum aja," ucap Dara menolak. Ia tak suka menggunakan barang milik orang lain, apalagi motor yang harganya mungkin tak bisa ia jangkau. Ia hanya tak ingin terbiasa memakai milik orang lain, juga khawatir tak bisa menjaganya dengan baik, karena malam di Jakarta terkadang menjadi surga bagi penjahat.Sore tadi, Dara harus mengantarkan Ayu ke rumahnya, karena gadis itu naik pitam dan pingsan di cafe saat sedang bekerja. Ayu mem
Read more
DMCA.com Protection Status