"Akhirnya kamu datang juga." Ucap seseorang yang langsung menyadarkan Ara dari lamunannya tentang kedua kakak kembarnya itu.
Ara menoleh ke arah sumber suara, di sana sudah ada Tian yang sedang tersenyum melihat nya.
"Hai nona pelacur, kita bertemu lagi." Sapa Tian.
Ara mengalihkan pandangannya ke arah lain, entah kenapa hari ini ia begitu sial bertemu dengan Tian berkali-kali serta sang kakak yang menyebalkan.
"Apa mau mu tuan?" Tanya Ara sinis.
Mendengar nada bicara sinis Ara, Tian terkekeh.
"Hei, tidakkah kau harus belajar ramah tamah dulu sebelum menjadi seorang pelacur itu hm?"
"Oh ya? Mungkin aku akan ramah tamah nya nanti saat benar-benar menemukan orang yang ingin membeli ku." Jawab Ara yang kembali mengundang tawa dari Tian.
"Ahahha, seseorang yang ingin membelimu? Kau bercanda nona?"
"Ak
Ara pulang ke kostnya pukul dua dini hari. Ia sangat malas untuk pulang kerumah besar itu. Malas untuk berdebat dengan Ardan yang entah kenapa terlalu begitu posesif sekarang kepada nya.Tapi tunggu dulu, posesif? Ah iya, ia lupa jika laki-laki yang Pernah ia taruh harapan untuk dinikahi itu memang begitu posesif kepada dirinya dan juga Karina.Masih ingat dengan jelas bagaimana ia begitu menyayangi dan menjaga dirinya dan juga Karina dengan begitu penuh sayang.Tapi itu dulu, dulu sekali sebelum kejadian tujuh tahun itu membuat semuanya menjadi berubah. Tak ada lagi cinta dan sayang yang diperlihatkan oleh Ardan. Tak ada lagi sosok yang selalu menajdi sandaran untuk dirinya. Semuanya benar-benar berubah setelah kejadian Kematian Karina waktu itu.Dan hidupnya juga berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Orang tuanya yang begitu menutup rapat tentang pembunuhan ini serta polisi yang la
Karena di matikan secara sepihak oleh Ara diseberang sana membuat Ardan benar-benar geram dengan tingkah sang adik nya itu. Ia benar-benar tidak bisa Langi mengenali sosok adik yang pernah berniat untuk menikahi nya saat dewasa.Bagaimana mungkin waktu tujuh tahun mengubah semuanya saat ini? Ia sudah kehilangan satu adiknya dan saat ini hanya Ara yang tersisa. Tak akan ia sia-sia kan waktu kembali terbuang begitu saja.Sudah terlalu banyak waktu terbuang selama tujuh tahun dan sekarang dirinya akan benar-benar memanfaatkan waktu ya ada ini. Mengantikan waktu yang telah terbuang itu."Tidak Ra, tidak! Kamu tidak bisa seperti ini padaku. Sudah terlalu banyak waktu kita terbuang karena perihal Karina itu. Tolong jangan membenciku seperti itu, bahkan aku sebenarnya tidak ingin s
Mentari kembali menyinari pagi ini dengan sinarnya. Ara masih berada dalam balutan selimut yang membungkus dirinya itu. Sedikitpun tidur nyenyak nya tidak terusik dengan sinar mentari pagi ini.Sepertinya wanita itu begitu lelah hari ini hingga membuat nya tidak terusik sama sekali.Entah apa yang sedang ia mimpi kan saat ini hingga saat ini masih saja betah memejamkan matanya itu.Suara dering ponsel berbunyi begitu nyaring hingga membuat tidur nyenyak Ara terusik. Entah siapa yang menelpon nya pagi-pagi seperti ini seakan kurang kerjaan.Ara meraba-raba kasurnya mencari Dimana keberadaan benda yang sangat mengusik tidurnya itu dengan mata yang masih tertutup.Saat ia menemukan kan nya, Ara langsung mematikan panggilan itu tanpa melihat lebih dulu siapa penelpon yang mengusik tidurnya itu.Tak berselang lama ponselnya kembali berbunyi membuat Ara kembali mel
Setelah sepuluh menit, Ara keluar dengan pakaian baju kaos dan celana pendek serta rambut yang diikat dengan asal ke atas hingga menampakkan leher jenjangnya itu.Ia benar-benar terburu-buru dibuat Tian yang datang secara mendadak itu. Ah, entahlah ia seperti malas untuk membahas yang sudah-sudah tentang Tian."CK! Kau meminta waktu sepuluh menit denganku hanya untuk berdandan seperti ini saja? Tidakkah kau bisa membuat sepuluh menit yang aku keluar kan untuk menunggu mu menjadi sesuatu yang begitu manusiawi?" Ucap Tian saat melihat penampilan Ara yang entah mau dibilang seperti apa.Jika seperti ini, ia seperti benar-benar mendalami perannya sebagai seorang rakyat jelata melupakan jati dirinya yang sebenarnya itu yang merupakan seorang tuan putri."CK! Salah siapa yang datang mendadak hm? Lagipula aku tidak minta pendapatmu tentang penampilan ku tuan." Balas Ara dengan begitu sinis.
"Ara." Panggil seseorang dari arah belakang yang langsung membuat Ara dan Tian yang sedang berdebat itu menoleh ke sumber suara."Aksa." Gumam Ara saat melihat sosok mantan kekasihnya itu berada tepat di hadapannya kini.Aksa menatap Tian dengan tatapan dingin dan siap membunuh, sedangkan Tian ia hanya tersenyum saja mendapatkan tatapan seperti itu dari Aksa. Malahan ia menikmati sarapan yang ia pesan tadi. Bukankah tadi Ara mengajaknya untuk pergi? Akan mubazir jika ini tidak di makan saat ini. Mumpung ada mantan Ara, ia akan memanfaatkan waktu ini untuk menghabiskan sarapannya itu."Kita harus bicara sayang." Ucap Aksa kepada Ara namun matanya masih menatap Tian dengan begitu intens."Sayang?" Ara mengulang ucapan
Setelah lepas dari Aksa air mata Ara benar-benar jatuh saat ini. Tian yang melihat itu hanya diam saja. Ia tak tahu harus seperti apa.Tian diam, ia menunggu sampai tangis Ara reda, karena hanya seperti itulah ia bisa menanyakan kepada Ara.Mungkin saat ini Ara membutuhkan waktu sendiri dulu. Dan itulah kenapa ia hanya berdiam diri tanpa berniat mengganggu Ara.Ara menoleh ke arah Tian yang sibuk dengan ponselnya. Sepertinya memang tidak tertarik dengan keadaannya itu."CK! Tidakkah keadaan ku ini membuatmu khawatir sebagai teman tuan?" Tanya Ara,Tian yang mendapatkan pertanyaan seperti itu hanya diam, ia tak tahu harus bereaksi berlebihan seperti apa yang diinginkan oleh Ara saat ini."Apa yang mau inginkan nona pelacur?" Tanya Tian.Ara menaikkan alisnya sambil menghapus jejak air mata nya."Dalam keadaan seperti i
Ardan mondar mandir di ruangan tamu, sejak tadi malam ia benar-benar Tidak mendapatkan jawaban apapun itu mengenai keberadaan adiknya.Rasa khawatir kian menjalari tubuhnya serta beberapa asumsi yang mempengaruhi dirinya saat ini.Kemana ia bisa menemukan adiknya itu? Kota Ini begitu besar dan tak akan bisa ia periksa satu persatu daerah itu.Ardan melihat ponsel nya, sejak tadi ia terus saja melihat ponselnya itu dan berharap Ara akan menelponnya dan meminta dirinya untuk menjemput.Ia masih begitu ingat bagaimana Ara dulu begitu manja padanya itu. Bahkan banyak kali ia melihat Ara yang tak bisa jauh dari jangkauan nya."Duduklah nak, apa berdiri itu adalah sebuah hobi mu saat ini hm?" Tanya ayahnya yang entah datang dari mana itu.Ardan menoleh singkat ke arah Ayahnya dan kemudian langsung pergi meninggalkan ayahnya itu yang baru saja tiba bersama kopi dan
Setelah terdiam cukup lama di dalam mobil sambil terus melafazkan kata masuk atau tidak. Akhirnya Ardan mengambil keputusan untuk masuk juga.Ditatapnya kiri dan kanan terlebih dahulu dan kemudian langsung mengambil sebuket bunga.Matanya menatap pagar yang bertuliskan pemakaman umum itu. Ardan menarik sudut bibirnya ke atas membentuk senyuman sekilas. Tidak, itu bukan sebuah senyuman melainkan kesinisan.Dengan langkah gontai setelah memantapkan hatinya itu selama satu jam akhir Ardan memilih untuk masuk lebih dalam saat ini. Mencari keberadaan Dimana makam sang kembaran nya itu berada.Iya, saat ini ia sedang berada di pemakaman Karina. Setelah dirinya mengantarkan Karina menjemput kematiannya malam itu, inilah pertama kalinya dirinya datang untuk mengunjungi kembarannya itu lagi.Rasanya begitu canggung saat ini, entahlah dirinya juga Tidak tahu kenapa bisa menjadi seper