"Dia ada dikamar, Bu. Sedang istirahat," jawab Riki. Ia merasa lega karena kedatangan Senja membawa penerang di gelapnya jalannya. Jika saja Senja tidak datang, entah bagaimana nasib pernikahannya dengan Melly sekarang. Tapi Ia sudah bertekad tidak akan meninggalkan Melly apapun yang terjadi. Karena harga diri seorang pria adalah ikrar janjinya. "Maafkan ibu yang sempat egois, Nak." Riki menggeleng. "Kita sama-sama bersalah, Bu. Karena tidak adanya komunikasi diantara kita. Sampai salah paham ini terjadi," jawab Riki lagi. Ia sama sekali tidak mempersoalkan sikap ibunya. Wajar, ketika hati seorang ibu terlanjur kecewa dengan anaknya. Riki juga bersyukur ibunya tidak sampai melontarkan kata-kata yang tidak baik dari bibirnya. Karena ia percaya setiap apa yang dikatakan ibunya adalah sebuah doa. "Pasti dia takut ya sama ibu yang tiba-tiba meninggalkannya tanpa pamit seperti tadi." Fatimah seketika mereka bersalah dengan sikapnya pada Melly. Riki menggaru
Malam ini terasa spesial bagi Riki karena, untuk pertama kalinya ia berada di kamar dengan seseorang yang beberapa hari ini sudah sah menjadi pendamping hidupnya. Kamar yang biasanya ia tempati sendiri, sekarang nampak berbeda dengan adanya seperangkat alat makeup yang tersusun rapi di depan tiolet mini yang sengaja Riki angkat dari kamar sang mama. Karena itu Melly yang meminta karena bentuknya lucu, begitu menurut istrinya. Tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka, muncullah seorang wanita dengan jubah mandi yang terpasang sempurna di tubuhnya yang ramping dan mulus itu. Rambut yang diikat dengan handuk sampai terlihat seperti menara mini. Riki sedikit takjub melihatnya. "Kenapa kamu melihatku sampai seperti itu, Mas?" tanya Melly saat mendapati tatapan Riki yang begitu menenggelamkan. Riki gelagapan. Membenarkan posisi duduknya di sisi ranjang. Merubah wajahnya agar tidak terlalu kentara jika dia sangat terpesona ketika melihat istrinya. "T
Ciuman yang awalnya penuh dengan perasaan, lama-lama menjadi penuh tuntutan. Melly sampai kewalahan menghadapi ganasnya permainan bibir suaminya yang membuatnya lumpuh, sampai Riki menopang tubuhnya dan menuntunnya menuju ke ranjang tanpa melepas tautan bibir mereka. Tubuh besar Riki langsung menindih Melly penuh nafsu. Nafasnya berderu seolah-olah hasrat sudah berada di ubun-ubun. "Ma_mas," Tanpa sadar bibir Melly mendesah ketika bibir suami turun dan menikmati leher jenjang miliknya. Bermain-main di sana dengan menggigit bahkan mengecup kuat-kuat sampai menimbulkan bekas merah-merah. "Mas, aku malu!!" kata Melly dengan mendesah. Wajah Riki terangkat. "Malu kenapa, sayang?" jawab Riki dengan suara serak menahan hasrat. "Plis, Jangan membuat tanda kepemilikan di leherku. Aku malu sama ibu maupun Senja ketika mereka melihat bekas merah itu." Riki tersenyum tipis. "Buat apa kamu malu? Kita sudah halal melakukannya, bahkan mendapatkan pahala. Justru
"Mbak Melly belum bangun, Bu?" tanya Senja ketika sampai di dapur. Ibunya menoleh dan menggelengkan kepalanya. "Belum. Mungkin pecah perawan tadi malam makanya kecapekan." Fatimah terkekeh mendengar kalimatnya sendiri. Senja mengernyit. Entah kenapa ibunya sekarang tampak sangat aneh. Biasanya kalem, tapi sekarang kenapa berubah tengil dan ceplas-ceplos seperti ini. "Ibu kenapa sih kog aneh begini? Biasanya Ibu tidak seperti ini lho." Senja protes dan berniat mengembalikan ibunya kembali ke sedia kala. Fatimah yang tengah menggoreng nasi goreng untuk sarapan pun menghentikan gerakan tangannya. Ia menoleh ke arah Senja dengan kening berkerut penuh tanya. "Kamu ngomong apa sih, Nja? Ibu dari dulu juga seperti ini. Apakah kamu baru tahu?" "Iya. Senja baru tahu jika Ibu sekarang sudah berubah. Entah apa maksud ibu berkata seperti itu. Apakah ini pengaruh ibu-ibu tukang gosip atau mungkin Ibu memang kesepian karena tidak ada yang menemani Ibu di hari tua."
Sementara di tempat kerja, perasaan Langit mendadak tidak tenang. Entah kenapa pikirannya hanya tertuju pada Senja. Terlebih pagi ini Senja sama sekali belum menghubunginya sekedar menanyakan sudah sarapan atau belum seperti biasanya. "Bapak kenapa? Atau perlu sesuatu?" tanya Benji yang melihat gelagat Langit yang aneh menurutnya. Langit hanya menggeleng. Lantas ia meraih ponselnya untuk menghubungi Senja sekedar menanyakan kabarnya hari ini agar hatinya bisa kembali tenang. Tapi sayangnya ponsel Senja tidak aktif. "Kenapa ponselnya tidak aktif? Tumben!!" "Kenapa, Pak?" Benji yang tengah duduk di depan Langit mendengarnya bergumam. "Aku telepon Senja tapi kenapa nomornya tidak aktif." "Bapak bisa menghubungi pak Riki untuk menanyakan kabar bu Senja. Siapa tahu Pak Riki bisa menjawab kegelisahan anda hari ini." Langit segera menghubungi Riki untuk menanyakan kabar Senja. Dan Riki mengatakan jika Senja sedang ke pasar serta membawa ponselnya. "Sial, kenapa pe
Senja memaku ketika melihat seseorang datang menolongnya. Dengan cepat Langit menutup tubuh Senja menggunakan selimut. "Brengsek lo!!" Benji menendang perut Han dengan brutal. Pria yang biasanya kalem, berubah bringas bak hewan buas. Han tak berkutik karena tiba-tiba mendapatkan serangan bertubi-tubi. Sementara Langit melepaskan ikatan tali di kaki dan tangan Senja. Setelah itu mengangkat tubuh calon istrinya untuk keluar dari sana. "Tolong bawa dia pergi, Rik," kata Langit pada Riki. Setelah itu ia langsung berlari menuju ke dalam untuk melampiaskan amarahnya. Mobil polisi datang setelah mobil Senja bergerak pergi meninggalkan tempat kejadian. Di dalam mobil, Senja menangis dalam pelukan Melly. Melly tak kuasa menahan air matanya melihat adik iparnya yang nampak berantakan. Tangan Riki mencengkeram erat kemudinya, merasakan amarah yang membuncah ketika melihat adiknya disakiti untuk yang kedua kali dengan pria yang sama. "Akan aku pastikan dia
Senja mendesis ketika pundaknya disentuh oleh Langit. Langit yang penasaran langsung membukanya meski Senja awalnya menolak. Seketika matanya memerah ketika melihat bekas luka yang masih terlihat ada bekas darah. Di periksanya lagi di bagian dada. Seketika giginya bergemelutuk melihat bekas apa yang dilakukan oleh Han. "Apakah ini sakit?" Senja menggelengkan kepala. "Sama sekali tidak, Mas. " "Jangan bohong." Senja terdiam. Lebih sakit ia melihat Langit yang terluka seperti itu. Semenjak kenal dengan Langit, baru kali ini ia melihat Langit yang menahan amarah seperti itu. Ia takut jika dia akan menyakiti Han dan membuat Langit harus terjerat kasus hukum karena dirinya. "Aku mohon, jangan lagi berurusan dengan dia, Mas. Aku takut kamu terjerat hukum karena dia." Senja langsung memeluk Langit dengan erat. Ia berharap pria itu akan mengerti apa yang Ia maksud. Tangan Langit terangkat dan membalas pelukan Senja tak kalah erat. "Dia harus membay
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Senja Kamila Binti Ahmad Arhandi dengan mas kawin satu set perhiasan, uang seratus juta dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!!" "Bagaimana para saksi? Sah?" "Saahh!!!" Lantunan doa mengalun merdu mengiringi pergantian status mereka secara agama dan negara. Setelah menggelar acara ijab qobul, mereka melakukan sungkem pada ibu mereka masing-masing. Tangis haru tidak bisa dihindari ketika anak-anak mereka bersimpuh untuk memohon doa restu. Bahkan, Yuke sampai tergugu dalam tangisnya yang sampai membuat beberapa hadirin yang datang ikut menitikkan air mata. Seolah ikut terseret dalam alur penuh keharuan. "Mama, maafkan Langit yang selama ini belum bisa menjadi putra yang baik bagi mama. Belum bisa membahagiakan mama sebagai mestinya. Mah, berilah doa restu untuk Langit, agar Langit bisa mengarungi samudra kehidupan rumah tangga dengan baik bersama wanita pilihan Langit." Jujur, inilah hal yang paling membuat dirinya emosional