Maureen baru saja tiba di rumah milik ayahnya, dan segera berjalan masuk ke dalam untuk menemui laki-laki itu, tentunya dengan langkah kaki yang berdentum keras akibat masih geram dengan perbuatan acuh laki-laki itu pada anak perempuannya.Hary sudah tiba satu hari setelah Maureen dari perjalanannya ke luar negeri, dan Maureen menemukan ayahnya sedang duduk di sofa ruang televisi."Sudah datang?" Hary menoleh sekilas ke arah anaknya lalu kembali menatap layar televisi. "Bagaimana perayaan hari ulang tahun pernikahan kamu? Kacau?"Maureen dibuat tak bisa berkata-kata oleh ucapan ayahnya."Ayah memanggil aku ke sini hanya untuk menanyakan itu? Yang benar saja!" Maureen menyahut kesal."Hahaha, sudah ayah tebak bahwa pestanya kacau. Lagi pula, kamu sangat berharap besar pada suami kamu. Dia saja menolak permintaan ayah untuk memasukkan perusahaan ke bursa efek, apalagi pernikahan kalian. Kamu harus lebih pintar dari dia!" tukasnya sambil tertawa lebar. "Sejak kapan Ayah khawatir padaku?
Pagi, setelah Clara mengantar Vania ke sekolah, dia diminta untuk menemui Maureen di galeri miliknya.Setelah mereka berdua pulang dari perjalanan bisnis, dan setelah Clara menikmati malam panas bersama Darwin, mereka memang belum memiliki kesempatan lagi, untuk bertemu. Hingga, ketika diminta untuk ke galeri, lantas wanita itu segera mengiyakan keinginan Maureen dan menyetop taksi online yang akan membawanya ke sana.Sesampainya di galeri, Clara agak terkejut saat melihat pemandangan beberapa baju-baju branded berjejer di depannya, lengkap dengan sepatu juga tas.Entah apa maksud dari itu semua, Clara belum paham. Ia hanya berjalan mendekati Maureen."Sudah datang?" sapa Maureen. Dua orang penata riasnya terlihat sedang berusaha mencocokkan baju dan tas yang mungkin akan dikenakan oleh Maureen ketika dia akan menghadiri suatu event."Sedang apa Nyonya? Kenapa banyak baju-baju bagus dipajang?" tanya Clara heran. Dia tidak tahu sama sekali tentang rencana perempuan licik itu."Ah in
Clara dengan serius menantikan cerita dari Maureen tentang alasan apa yang melandasi tingkah gilanya hari ini.Karena orang waras tidak akan pernah pergi ke pemakaman orang lain dengan pakaian pesta seperti itu."Benarkah kamu ingin ini mengetahui ceritanya? Kamu harus mempersiapkan diri dari hal yang mungkin baru pertama kali kamu dengar!" "Apa itu nyonya?""Aku akan ceritakan setelah kita keluar dari pemakaman."Kemudian sekretaris Maureen tiba-tiba datang dan memberi tahu bahwa mobil sudah siap di depan. "Baiklah, kita akan segera ke sana."Maureen menyuruh mobil yang satunya untuk membawa clara dan Vania, sedangkan dia tetap memakai mobil pribadinya.Meskipun sangat penasaran, tetapi Clara tetap berusaha menahan diri untuk tidak bertanya lebih jauh, karena bisa jadi Maureen akan curiga nantinya.**Dua mobil telah membawa dua wanita dengan dress yang sangat cantik dalam berangkat dari tempat semula menuju ke tempat di mana orang-orang yang sedang menangisi jasad kaku dari orang
"Kami sangat tidak menyukai seorang penghianat, atau seseorang yang tidak mengikuti keinginan kami siapapun itu jika menghalangi jalan kekuasaan maka kita harus membasminya seperti serangga yang sudah merusak tumbuhan.Termasuk suami istri yang nyawanya ikut melayang, karena sangat sombong dan sok membela instingnya yang benar. Dia lupa bahwa Golden Ang adalah perusahaan besar di luar ekspektasi kaum bawah seperti mereka.Dan menurut kami, orang-orang sial seperti itu harus segera dimusnahkan dan tidak boleh diberi ruang untuk berbicara.Maka dari itu, kemarin Ayahku sampai harus jauh-jauh ke Singapura hanya untuk membungkam mulut sombongnya.Tapi ternyata, plot twist telah terjadi! Cinta konyol sehidup semati bagi mereka berdua terjadi dan sang istri dengan bodoh mengikuti ke mana suaminya pergi. Owh, sungguh dramatis bukan?"Maureen bercerita dengan bangga, seakan-akan yang mereka lakukan adalah sebuah kebenaran. Dia tertawa puas sambil menghadap ke arah orang-orang yang sedang ber
Kepala Jaksa sedang berlari kalang kabut keluar dari kamar apartemennya menuju pintu lift yang akan membawanya turun ke lantai basemen. Sambil terus berusaha menghubungi nomor Clara yang meninggalkan jejak panggilan tak terjawab sebanyak tiga kali.Pekerjaan yang banyak membuatnya sama sekali tak melirik ke arah ponsel, hingga ketika panggilan dari Clara masuk dan tak sempat diangkat membuat Agam panik setengah mati."Ayok Rayu, angkat telepon dariku!" Agam merasa bersalah pada wanita itu dan terus saja kepikiran dan takut sesuatu buruk telah terjadi.Sesaat kemudian, pintu lift terbuka dan pria itu segera berlari menuju mobilnya, lalu memasang seat belt dan memutarkan ban mobil agar bisa keluar dari barisan mobil-mobil yang sedang terparkir, sambil terus berusaha menyambungkan telepon pada nomor Clara dan berharap dia mengangkatnya.Mobil itu melaju dengan kecepatan cukup tinggi dengan keadaan jalan yang lumayan padat.Agam selalu mengambil celah menyalip agar terus menerus berada di
Tak percaya apa yang dilihatnya, Agam ikut meratap bersama Clara. Meski banyak orang yang berlalu lalang di sekitar terminal dan pastinya mereka pasti menjadi pusat perhatian, Agam sudah tidak peduli."Rayu kamu kenapa? Apa yang sudah dilakukan para bajingan itu? Haruskah aku yang bertindak?" Agam pun sama sakitnya ketika melihat Clara menangis."Jangan! Kalau harus membunuh mereka, maka aku lah pelakunya. Tapi sekarang bukan saatnya, meski ingin sekali aku segera mengirim mereka ke neraka," sahut Clara yang mencoba menormalkan suaranya kembali.Tangan Agam ikut membersihkan air mata Clara yang terjatuh di pipinya."Coba ceritakan, apa yang terjadi. Aku sangat bersalah karena tidak langsung menjawab telepon darimu!" kata laki-laki itu, sambil terus menyeka air matanya.Clara pun akhirnya sedang berusaha menenangkan dirinya, agar bisa menjelaskan semuanya pada Jaksa Agam."Aku mendengar sesuatu yang menjijikkan. Kedua orang tuaku ternyata dibawa dan dibuang ke salah satu hutan yang ada
"Sial! Ke mana wanita itu, kenapa tidak kunjung mengangkat telepon dariku. Apa aku melakukan kesalahan besar padanya?" Darwin bertanya-tanya sedari tadi apakah yang sudah terjadi pada Clara karena tidak ada satupun panggilan telepon yang diangkat oleh kekasihnya.Tak seperti biasanya, Darwin lantas menjadi sangat risau. Dia takut karena jika hubungan mereka ketahuan, Clara akan berhadapan dengan sifat buruk Maureen nantinya.Baik di ponsel pribadi maupun di ponsel khusus untuk dirinya, panggilan itu tidak ada yang dijawab.Tok,tok!Darwin memperbolehkan sekretaris nya masuk ke dalam ruangan. "Ada apa? Dipersingkat saja!" pinta Darwin dengan sangat dingin."Ada ayah Tuan di sini, apakah aku perbolehkan masuk ruangan?"Diketahui bahwa hubungan Darwin dengan Ayahnya sangatlah buruk! Mereka tidak mencerminkan sifat sebagai seorang ayah dan anak yang saling menyayangi, yang ada mereka terlihat seperti pesaing bisnis, atau justru seperti seorang bawahan dan atasan.Apalagi, kabar Darwin m
"Istirahat dulu di sini ya Rayu, di kasur. Tubuhmu pasti lelah, dan jika begitu maka pencarian kita besok pasti tidak akan maksimal!" ujar Agam ketika mereka sudah tiba di kamar hotel.Bangunan besar itu milik salah satu kenalan Agam, dan tentu saja mereka bisa masuk berdua meski statusnya bukan suami-istri.Clara benar-benar terlihat sangat lelah sekali, matanya sayu dan pandangan kosong.Bagaimana tidak? Dia baru tahu keberadaan orang tuanya setelah 14 tahun berlalu. Tentu saja ini bukan hal yang mudah diterima oleh perempuan yang sebentar lagi akan berumur 28 tahun itu."Lalu kakak? Kamu akan tidur di mana?"Mereka pun lupa memesan kamar dengan dua bed."Jangan khawatir kan aku. Aku bisa di sofa, tidak apa-apa!" jawab Agam menenangkan Clara."Tidak! Kakak juga harus beristirahat dengan benar. Sini, tidurlah di kasur bersamaku."Tidak ada maksud lain, dan menjurus ke arah intim. Clara hanya ingin Agam juga mendapat kenyamanan demi misinya besok."Uhm..." Entah kenapa, Agam seperti m