"Istirahat dulu di sini ya Rayu, di kasur. Tubuhmu pasti lelah, dan jika begitu maka pencarian kita besok pasti tidak akan maksimal!" ujar Agam ketika mereka sudah tiba di kamar hotel.Bangunan besar itu milik salah satu kenalan Agam, dan tentu saja mereka bisa masuk berdua meski statusnya bukan suami-istri.Clara benar-benar terlihat sangat lelah sekali, matanya sayu dan pandangan kosong.Bagaimana tidak? Dia baru tahu keberadaan orang tuanya setelah 14 tahun berlalu. Tentu saja ini bukan hal yang mudah diterima oleh perempuan yang sebentar lagi akan berumur 28 tahun itu."Lalu kakak? Kamu akan tidur di mana?"Mereka pun lupa memesan kamar dengan dua bed."Jangan khawatir kan aku. Aku bisa di sofa, tidak apa-apa!" jawab Agam menenangkan Clara."Tidak! Kakak juga harus beristirahat dengan benar. Sini, tidurlah di kasur bersamaku."Tidak ada maksud lain, dan menjurus ke arah intim. Clara hanya ingin Agam juga mendapat kenyamanan demi misinya besok."Uhm..." Entah kenapa, Agam seperti m
"Keluar, jangan sampai aku menyakiti kamu!"Darwin masih mencoba untuk menahan emosinya sekuat tenaga. Melihat Maureen rasanya seperti ingin menelan wanita itu hidup-hidup."Kamu punya kamar, kenapa harus tidur di kamar tamu? Kamu yang selalu menyakiti aku. Kamu lari di hari anniversary pernikahan kita. Kamu tiba-tiba datang dan berkata muak padaku? Apa kamu sudah gila Tuan Darwin?"Bukannya mengerti kelelahan suaminya, Maureen justru memancing perdebatan semakin jauh, membuat Darwin kehilangan kendali.Akhirnya mau tidak mau, mereka kembali berseteru dengan ganas."Kamu tidak sadar kenapa aku begitu di hari pernikahan kita? Introspeksi diri itu lebih baik daripada menyalahkan orang lain! Keluar, atau aku yang pergi dari rumah ini!" Begitu Darwin hendak melangkah keluar dari kamarnya, Maureen dengan sigap menahan tangan Darwin dan berakhir dengan menampar laki-laki itu.Plak!! Wajahnya menoleh ke sebelah kanan, dan ada bekas merah di sana."Aku tidak akan tinggal diam kalau kamu menye
Clara dan Agam tidak pantang menyerah untuk mencari di mana keberadaan patok berwarna hijau tua itu, pasalnya jalan untuk menuju lokasi hutan itu tidak bisa diakses oleh mobil, mereka terpaksa harus berjalan kaki menaiki gunung, menelusuri ruas jalan satu persatu untuk mencarinya.Bahkan tak jarang sekali, dalam misinya Clara sering terjatuh akibat kakinya terperosok jalan yang berlubang atau tersangkut akar-akar pohon yang menjulang ke atas, mereka seperti pasangan yang sedang berpetualang mencari harta karun. Untung saja lokasi ini sedikit teduh akibat dedaunan yang saling menutupi panasnya sinar matahari, hingga mengurangi rasa lelah dan dahaga yang dirasa akibat berjalan kaki."Bagaimana ini,nkita sudah mencari ke sana dan ke sini tetap kita tidak menemukan di mana patok itu berada, apa sebaiknya kita harus menyerah kak?" tanya clara saat mereka berdua memutuskan untuk beristirahat sejenak dan duduk di samping pohon yang dahannya bisa digunakan untuk sandaran."Tidak! Jangan meny
"Ibu, Ayah ... apa kabar kalian? Ini aku, Serayu, apa kalian tidak kedinginan berada di sini?" Clara menangis tersedu-sedu di sana. Ia meronta seakan ingin sekali menggali tempat itu dan memeluk tulang belulang orang tuanya."Aku sudah berumur 28 tahun Ayah, Ibu, aku sudah besar. Aku bahkan bisa bertahan hidup untuk bertemu kalian sekarang. Ayah, Ibu, aku merindukan kalian. Aku rindu pelukan hangat kalian!"Semakin lama, isak tangis Clara semakin deras dan pilu ketika di dengar. Agam yang sedari tadi membiarkan mereka bertemu, sampai harus mendekat dan menenangkan tubuh Clara yang rapuh sekali.Kerinduan 14 tahun lalu terbayarkan oleh pertemuan hari ini, meski hanya batu nisannya saja yang terlihat."Aku bersama Kak Agam, akan membalas semua yang sudah memisahkan kita, aku akan membalas mereka dengan setimpal tanpa ampun. Aku janji, nama baik Ayah akan kembali bersinar seperti sebelumnya. Ayah adalah seorang profesor hebat dan akan selalu hebat di mata Rayu."Agam sampai tak bisa berh
Perjalanan melelahkan itu diakhiri dengan kepulangan pada rumah masing-masing. Bedanya, Clara tak kembali pada rumah Bian, melainkan ada di ruangan bawah tanah rahasianya, sendiri.Dia perlu waktu sendiri karena tidak siap bertemu siapa pun yang berkaitan dengan masa lalunya, termasuk Bian yang di mana dia adalah kaki tangan Hary Hartawan.Clara menaruh ponselnya di atas meja, dan dia melihat ponsel itu berdering beberapa kali, dari tiga nomor secara bergantian."Mereka kenapa sibuk sekali mencari aku? Bukan kehidupan aku yang sudah kalian hancurkan?" Clara membiarkan ponsel itu berdering sampai mati kembali.Tak lama, dia melihat ke arah CCTV dan di sana menunjukkan bahwa Tuan Darwin ada di studio dan sedang melihat-lihat barangkali Clara ada di sana."Saya tidak melihat Nona Clara ada di sini Tuan, saya sudah mengitari sekeliling studio dan tidak ada siapa-siapa di sini!" ucap sekertarisnya ketika dia melacak keberadaan Clara dan terdengar lewat rekaman suara."Ke mana dia? Aku sang
"Kamu jelas salah Maureen! Apa kamu sudah kehilangan pikiranmu?" Darwin menatap Maureen dengan penuh amarah, sedangkan Clara berakting seperti seorang yang benar-benar kesakitan agar mendapat perhatian Darwin dua kali lipat.Dan di situ, Maureen seperti tidak dipedulikan sama sekali oleh suaminya."Dian!! Bawa dia ke dalam!" perintah Darwin pada sekretaris istrinya tersebut. Segera Dian mendekat dan membantu Maureen menopang tubuhnya dan berjalan menuju kamarnya."Kami tidak apa-apa?" tanya Darwin penuh khawatir."Kenapa Tuan di sini, sudah aku suruh menunggu di kamar.""Aku mendengar suara pecahan kaca, dan aku khawatir sesuatu terjadi padamu. Benar saja, kamu telah disakiti olehnya. Menjauh lah dari dia, jangan menuruti semua keinginannya!" Dengan lembut, Darwin merapikan kembali rambut Clara yang sempat berantakan akibat perlakuan dari istrinya."Nyonya mencurigai kamu berselingkuh Tuan, bagaimana ini?""Jangan takut, aku akan mengatasi perempuan itu. Kamu ke mana? Beberapa hari t
Satu Jam Yang Lalu.Darwin sama halnya seperti Clara yang sedang sibuk mengemasi bajunya ke dalam koper, dan ia akan berdalih perjalanan bisnis bersama sekretarisnya. Demi menghilangkan segala kecurigaan terhadap Maureen."Mau ke mana kamu?" tanya Maureen dinnjwghehjgin."Aku ada pertemuan penting menyangkut proyek masa depan, dan akan pergi tanpa batas waktu." Darwin tak memperdulikan Maureen yang bertanya di sampingnya."Apa kamu, sedang berselingkuh?" Pertanyaan itu seperti tergelincir begitu saja di lidah Maureen berkat asumsi yang dilontarkan Clara hari itu.Darwin menatap Maureen dan mencoba sebisa mungkin agar tidak terlihat gugup."Tidak!" jawabnya dengan cepat. Namun Maureen menemukan jawaban lain dari sorot mata Darwin yang sedikit tegang."Hufft, kamu berkata tidak tapi sorot matamu berkata iya!""Aku bilang tidak, ya tidak! Jangan asal bicara kamu!" sahutnya cepat.Tapi rasanya, Mauren tidak puas dengan jawaban itu. Dia mengamati raut wajah Darwin yang memang sedang menye
Mereka telah berada di rumah itu selama tiga hari Tentu saja tidak mungkin mereka hanya berdua mereka itu ditemani oleh telepon yang terus berdering menanyakan Di mana keberadaan mereka selama 3 hari terakhir ini.seperti Mauren yang selalu menelepon Darwin hingga mungkin ada ratusan telepon yang masuk hanya dari nomor yang satu itu.Sementara Darwin, pasti enggan mengangkatnya, dia merasa telepon dari Maureen hanya beban baru dan harus disingkirkan. Isi telepon itu pasti makian, cacian dan pertanyaan di mana keberadaan Darwin sekarang, sudah bisa ditebak.Jadi untuk apa lagi dia mengangkatnya? Toh, yang membuat dia bahagia jelas-jelas sudah ada di sampingnya.Hal itu juga berlaku bagi Clara. Bian dan Ibu Laura bergantian menelepon perempuan itu untuk bertanya dan menghentikan aktifitas gilanya itu. Pergi selama berhari-hari jelas bukan ide yang baik pikir Ibu Laura. Namun, apalah daya saat telepon dari dua orang itu telah diabaikan. Hanya satu panggilan yang selalu direspon oleh Cl