Malam ini persepupuan Lili dan Kuki belum tidur. Mereka kini tengah sibuk menyaksikan drama Korea. Keduanya juga tengah sibuk menikmati kudapan yang dibeli dari uang pemberian Jun siang tadi. "Tadi Lo ngapain sih Li, maksa banget buat ikut Reya?" Kuki bertanya karena tiba-tiba ia ingat kejadian siang tadi. "Gue cuma penasaran siapa yang kerjasama sama dia. Reya itu biasanya selalu ngomong ke gue. Cuma belakanganya jadi banyak diem. Gue cuman takut dia dimanfaatin orang." Lili hanya takut kalau reya hanya dimanfaatkan. Memang ia ingin tau, hanya saja itu lebih karena ingin menilai siapa yang tengah bekerjasama dengan sahabatnya itu. "Dimanfaatin gimana?" tanya Kuki."Dari dulu dia itu sering dimanfaatin sama orang. Dari yang pinjem uang, minta tolong sesuatu, dan banyak deh. Giliran dia butuh, enggak ada yang mau gerak. Bahkan saat ayahnya sakit, dia urus semua sendiri. Gue enggak bisa bantu apa-apa dulu. Karena kita jauh, temen-temen yang katanya sahabat enggak ada yang care. Untun
Lili, Reya dan Kuki kini berada di teras rumah Lili. Mereka duduk dan menikmati bakso yang mereka beli tadi. Seperti biasa, Reya dan Lili memang cukup sering menghabiskan waktu bersama meski hanya menikmati semangkuk bakso. "Ibu lo udah ditanya mau bakso enggak?" tanya Lili sambil menikmati bakso miliknya. Reya anggukan kepala. "Mau katanya, nanti gue beli lagi habis dari sini."Lili melirik pada Kuki, "Biar Kuki yang nanti anterin pakai motor.""Gue bisa sendiri kok." Reya menjawab ia tak ingin merepotkan. Lagipula saat bersama Kuki membuat dirinya merasa bersalah dan ia tak menginginkan itu. "Enggak apa-apa gue bisa kok anterin. Mumpung gue di sini sampai lusa baru mulai kegiatan. Nanti enggak bisa lagi anterin lho." Kuki tentu saja tak masalah karena ia juga ska berjalan-jalan dengan menggunakan motor. Kalau di rumah, ia malas kemana-mana."Gue bisa sendiri kok, sekalian olah raga."Bersama dengan Kuki mengingatkan pada dosa-dosa yang sudah ia lakukan. Wajar saja kalau Reya tak
"Perasaan saya kok kadang enggak enak ya Ra?" tanya Indi pada Rara tangan kanan yang selalu menemaninya."Kenapa Bu?' Indi yang duduk di kursi penumpang bertanya sambil menoleh. "Bapak belakangan itu sering ke luar kota. Telalu sering sih. saya sih yakin dia enggak mungkin macem-macam. Cuman, perasaan saya aja mungkin ya?" Indi bertanya, lalu terdiam dan berpikir apa yang salah dengan perasaannya. "Apa mungkin karena saya udah lama enggak ketemu sama Mbak Lis ya?"Indi coba berpikir positif , kalau apa yang ia rasakan itu adalah bentuk rasa tak enaknya karena terlalu lama tak menemui kakak iparnya. Ia masih percaya kalau sang suami tak mungkin melakukan hal yang aneh-aneh di belakangnya. Toh, selama ini lebih dari dua puluh tahun rumah tangga mereka baik-baik saja. "Ibu bisa ke Jakarta. Lagipula kegiatan kan libur sampai lusa. Ibu juga bisa ikut bapak datang ke acara Pak Bram. Bapak pasti seneng," kata Rara mencoba memberikan saran. Indi terdiam memikirkan saran yang diucapkan oleh
Reya berjalan bersama Jun, gadis itu berasa sedikit lebih di belakang. Merasa takut sekali, padahal lelahnya belum hilang karena hampir setiap hari habiskan waktu dengan tidur bersama Om Jun. Jun terhenti kemudian menunggu Reya agar berjalan di sampingnya. Setelah gadis itu tepat berada di sampingnya, tangannya bergerak menggenggam tangan gadisnya."Om enggak apa-apa ke hotel ini? Bukan ke apartemen aja?" tanya Reya takut. Jun diam ia malas berdebat. Lagipula tak mungkin Kuki atau Lili datang ke sana malam-malam begini. Ia malas ke apartemen Reya yang berlawanan arah dengan hotel tempatnya menginap. Keduanya kemudian masuk ke dalam lift. Ada pembicaraan karena seperti biasa Jun malas berkata apapun di saat marah seperti ini. Pintu Kemudian terbuka dan Jun lagi-lagi berjalan di depan Reya. Langkahnya kemudian berhenti, menatap wanita yang berada di depan pintu hotelnya, Indi. Jun membeku beberapa saat, kemudian suara pintu lift menyadarkannya dari lamunan. Jantung pria itu berdegup k
Reya pagi ini merasa cemas, apalagi Jun belum menghubungi sejak kemarin malam. Semalam beruntung ia melihat Indi terlebih dulu, sehingga bisa ambil langkah seribu untuk meninggalkan tempat itu tanpa ketahuan. "Kok kelihatan cemas banget?" Ratna bertanya kepada sang putri."Nggak apa-apa kok Bu, aku cuman agak cemas aja nanti mau ada pengambilan foto." Reya berkata. "Yang rileks. Kamu pasti bisa ibu yakin kok.""Iya Bu," jawab Reya. "Ya udah, kalau kayak gitu sekarang kamu habiskan dulu sarapanmu." Keduanya kemudian menikmati sarapan pagi yang tadi dibeli oleh Reya. Pagi-pagi sekali Gadis itu sudah terbangun kemudian membeli sarapan nasi uduk tak jauh dari rumahnya. Setelah selesai sarapan dan mencuci piring ia segera berjalan ke rumah Lili. Memiliki janji temu bersama dengan Kuki dan juga Lili. Mereka sudah merencanakan akan melakukan pengambilan gambar di studio foto milik teman Kuki. Letaknya tak jauh dari sana. "Lili." Reya menyapa ketika ia telah sampai di depan pagar rumah s
Reya, Kuki dan Lili sudah tiba di studio foto milik Arga, teman Kuki. Gadis itu sudah berganti pakaian dan Arga sudah beberapa kali mengambil foto. Hanya saja Reya terlihat tanpa senyum. "Senyum dong Rey," kata Kuki menyemangati.Bagaimana Reya mau tersenyum? Apalagi sejak tadi merasa kalau Indi seolah tengah menilainya. Ia merasa Ind mulai menduga sesuatu dan itu adalah alasan wanita itu datang. Dan juga tentang sindiran tentang cerita yang berbau pelakor, dan ia cukup peka dengan apa yang ditanyakan istri dari kekasihnya tadi. Reya berusaha tersenyum, tapi terlihat kaku sekali. Pikirannya benar-benar dibuat berantakan. Yang ia takutkan adalah ketika sang ibu mengetahui apa yang terjadi. Hubungannya dengan Om Jun tentu bukan masalah besar jika memang mereka harus berpisah. Reya sejak dulu memang ingin lepas dari pria itu. Dan mungkin ini adalah salah satu cara. Namun cara ini jelas mengandung risiko tinggi. Kalau ini tiba-tiba saja datang ke rumahnya dan mengungkapkan semua hal kep
Setelah acara selesai Jun segera kembali ke hotel. Pria itu berjalan dengan tegas, rahang yang mengeras dan sesekali hela nafas. Apa yang dilakukan Indi benar-benar merusak harinya. Seharusnya selama di sini akan menjadi menyenangkan sekali bersama dengan kekasih yang ia cintai. Setelah sampai di depan pintu kamar ia segera masuk. Bau makanan menyeruak, Jun melangkahkan kaki menuju ruang tengah melihat sang istri tengah merapikan makanan."Aku tadi beli makanan sebelum pulang dari tempatnya Mbak Lis. Aku beli capcay sama ayam mentega kesukaan kamu." Seperti biasa Indi tak memasak sendiri karena ia kurang suka memasak dan menyiapkan segala sesuatu di dapur."Saya mandi dulu." Pria itu menyahut tanpa senyum. Ia lalu berjalan menuju kamar untuk segera membersihkan diri setelah aktivitas seharian ini.Tujuan membiarkan tubuhnya lama-lama di atas guyuran air dari shower. Pikirannya benar-benar kalut akibat kelakuan istrinya yang tiba-tiba saja datang merusak semua hal yang ia rencanakan.
Waktu berlalu begitu saja. Jun masih bisa menahan keinginannya untuk menemui Reya selama hampir dua bulan ini. Namun, pria itu tetap mengikuti semua kegiatan Reya selama mereka berjauhan. Tetap berusaha mengendalikan gadis itu. Hanya saja, saat ini jadi semakin sulit. Apalagi, Reya semakin sulit untuk dihubungi. Ia malas menerima panggilan dari Jun. Karena yang terjadi adalah keduanya selalu saja bertengkar.Jun tak suka kegiatan yang dilakukan Reya, jika berkaitan dengan laki-laki. Dan sering kali gadis itu menunjukkan kegiatan yang ia lakukan bersama laki-laki. padahal mereka hanyalah fotografer atau terikat kerjasama ngonten bareng.Jun tengah sibuk dengan ponsel miliknya. Menunggu panggilan diterima. "Ya om?""Di mana kmu?" "Hmm, di Bandung, aku lagi ada kegiatan Om. Kenapa?"Jun jelas kesal karena ia pasti ke sana dengan pria-pria yang menjadi timnya. "Berhenti aja sih jadi instaseleb itu. Ngapain sih?""Om bukannya kita udah bahas ini? Kenapa masih dibahas lagi?" "Saya cembur