Dengan penuh harapan, Ivander dan kedua orang tuanya melangkah masuk ke Bandara, Jakarta, untuk memulai perjalanan luar biasa ke Ottawa, Kanada. Setelah melewati perjalanan panjang, mereka mendarat di Bandara Internasional Ottawa, disambut oleh udara sejuk musim biasa di Kanada.
Mereka mampir di sebuah restoran terlebih dahulu, sebelum akhirnya datang ke hotel pesanan mereka."Ayah, harapanku adalah dapat bertemu dengan Samantha di sini. Sedikit cemas, sebetulnya," ujar Ivander seraya menunggu hidangan mereka."Bersabarlah, Ivander. Kita telah sengaja tidak memberikan kabar, agar dia tidak pergi. Semoga saja rencana ini berhasil," balas Tuan Emrick memberikan semangat pada Ivander."Aku masih merasa bahwa perjalanan ini begitu rumit, tanpa perlu menyusun rencana bertemu dengan Samantha," Nyonya Gretha merespon dengan nada ketus.Ivander menoleh pada Nyonya Gretha."Bu, Samantha berarti banyak bagiku. Aku yakin kita bisa menyeimbSepulang dari rumah Samantha, tanpa banyak bertanya, Ivander segera mengarahkan supir keluarga Samantha yang mengantar mereka, segera ke hotel. Sepanjang perjalanan, suasana begitu hening, hingga tiba di kamar hotel."Gretha, ini sudah kelewatan! Kita datang ke sini untuk menjalin hubungan baik dengan keluarga Samantha, bukan untuk membuat kekacauan seperti tadi. Bahkan sudah ku bilang dan ku tegaskan jauh-jauh hari, untuk dirimu menahan emosi dari hatimu. Kau sungguh keterlaluan, Gretha!" Ungkap Tuan Emrick geram.Tuan Emrick segera menarik dasi yang melingkari dan terpampang di lehernya dengan paksa."Emrick, kau tidak melihat bagaimana mereka memperlakukan kita? Penyambutan ini sama sekali tidak pantas untuk keluarga kita. Penuh dengan arogan dan penghinaan. Mereka tidak sama sekali menghargai pengorbanan kita selama 20 jam perjalanan!" Hentak Nyonya Gretha marah, dan berjalan menghampiri Tuan Emrick."Mungkin kita harus memberi mereka kesempat
Ivander's International Client Meeting, yang bertempat di sebuah hotel elite, Jakarta. Dengan penuh percaya diri dan wibawa, pagi itu Ivander membuat semua mata terpesona padanya."Selamat pagi semua, terima kasih sudah hadir di pertemuan ini. Saya sangat senang melihat wajah-wajah familiar dari berbagai negara bersahabat. Mari kita bahas mengenai perjalanan perusahaan kami yang cukup luar biasa ini."Suara tepuk tangan dari para klien dan rekan kerja menjadi penyemangat tersendiri bagi Ivander."Pagi, Tuan Ivander. Kami senang melihat kemajuan perusahaan Anda saat ini. Apa yang sekiranya menjadi penyebab membalikkan keadaan seperti sekarang ini?" Tanya Mr. Edward dengan senyum cerianya."Terima kasih, Mr. Edward. Kami telah mengalami periode yang sangat sulit, tetapi kami fokus pada restrukturisasi dan diversifikasi. Hingga sekarang, kami sangat bersyukur kepada Tuhan, bahwa saham kami mulai kembali stabil," jelas Ivander dengan senyuman sumringa
Ketika Ivander tiba di kantornya, para staff yang sudah menantinya dengan penuh antusiasme langsung memulai sapaan genit dan gurauan. Meskipun Ivander tetap cuek, senyumnya tak terelakkan, menciptakan suasana pagi yang penuh dengan kegembiraan dan keceriaan di kantor."Selamat pagi, Tuan Ivander. Hari ini cuaca terlihat begitu cerah, seperti wajah Anda Tuan!" Sambut Lia dengan penuh semangat."Pagi. Ini biasa saja," balas Ivander dengan cuek dan tersenyum singkat.Senyuman Ivander terlihat begitu mahal, namun tetap mempesona di mata mereka semua."Aura kepemimpinan Tuan semakin kuat, sepertinya," ucap Christy menambahkan dengan senyum ramahnya."Iya, yang terpenting, kita dapat bekerja dengan benar," balas Ivander sedikit sarkastik."Apa yang terjadi? Kenapa Tuan Ivander tiba-tiba terlihat berkarisma, di setiap harinya?" Niken berbisik pada Tiara."Mungkin karena dia minum kopi pagi ini, Niken," balas Tiara dengan sama b
"Karirku, yang baru saja terjun dan naik daun, harus redup medadak," ucap Livia dengan nada kesal, merenung pada keadaannya.Livia meratapi nasibnya yang mendadak berubah setelah kontroversi media. Berita tentang dirinya menjadi headline membuat Livia frustasi."Ivander, kenapa kau tega lakukan ini?" gumamnya, mengenang ancaman Ivander.Livia merasa marah dan sakit hati atas tindakan Ivander yang merusak reputasinya. Air matanya menangis dengan penuh seruan emosi yang mengembara."Cinta apa ini, padahal dia tak akan pernah bisa membalas perasaanku," keluh Livia, dipenuhi rasa putus asa.Livia merenungkan cinta yang membuatnya terperangkap. Dengan penuh depresi, Livia berteriak dan mengacak kamarnya. Leona, adiknya, menghampiri dengan mata berkaca-kaca."Kak, Kakak, tolong jangan begini," ucap Leona berusaha menenangkan dan air matanya menetes begitu saja."Hidupku hancur, Leona. Hidupku hancur, bagaimana nasib kalian ked
Leona, datang dengan sepeda motor dan berbekal alamat dari Livia, mencoba bertemu Ivander di rumahnya pada pagi Minggu. Namun, petugas sekuriti tidak mengizinkannya masuk tanpa janji sebelumnya. "Selamat pagi, Pak. Saya Leona. Ini alamat yang saya dapatkan, apakah benar, ini rumah dari Pak Ivander? Saya datang ke sini untuk bertemu dengan Pak Ivander," ucap Leona memperlihatkan alamatnya."Iya, memang benar ini alamatnya. Tapi Maaf, Dek. Tanpa janji atau izin sebelumnya, saya tidak bisa membiarkan Anda masuk begitu saja," balas Sekuriti dengan tegas."Namun, Pak, ini sangat penting. Saya hanya membutuhkan waktu sebentar untuk berbicara dengan Pak Ivander. Mohon izinkan saya masuk dan bertemu dengannya, Pak.""Saya mohon maaf, Dek. Aturan adalah aturan. Dan saya bekerja di sini hanya mengikuti aturan yang berlaku. Tanpa izin, tidak ada yang bisa masuk."Ivander yang baru keluar rumah, melihat heran ke arah gerbang. Dirinya segera beranjak
Nyonya Gretha tengah mengintip dibalik jendela kamarnya, melihat mobil suaminya yang baru saja memasuki area pekarangan, dirinya tersenyum senang. Namun, ekspresinya berubah menatap heran, karena melihat sesosok wanita ikut turun keluar dari mobil Tuan Emrick.Nyonya Gretha yang heran segera keluar kamar dan menuju ruang tamu.Ceklek."Siapa perempuan ini?" Tukas Nyonya Gretha bertanya penuh emosi.Tuan Emrick memandang heran pada Gretha, yang tergopoh-gopoh membuka pintu dengan ekspresi penuh tanda tanya dan kebingungan. "Oh, kamu rapih dan cantik sekali Gretha," ucap Tuan Emrick memandang istrinya."Karena kamu yang telah memintanya, tapi moodku sudah hilang, jika kau akan mengajakku untuk pergi makan malam," ujar Nyonya Gretha dengan emosi yang terpendam."Aku memang memintamu untuk berdandan lebih baik, agar terlihat lebih menawan dan menyambut informasi penting dariku. Bukan untuk mengajak dirimu makan malam di lua
"Ibu, tolonglah makan sesuap saja. Ini tidak baik untuk kesehatanmu, tubuhmu butuh nutrisi agar bisa cepat pulih," Ivander merasa cemas."Aku kehilangan selera makan, Ivander. Semua rasanya hampa. Tolong jangan paksa aku," Nyonya Gretha tatapannya kosong."Ibu, Ayah pasti memiliki alasan tersendiri. Kita harus tetap kuat. Dan Ibu juga sebaiknya harus introspeksi diri. Ibu juga harus sabar karena ini ujian," Ivander berusaha meyakinkan.Nyonya Gretha memejamkan matanya sekilas dengan kesal mendengar untaian Ivander."Diam, Ivander. Tak bisakah, kamu memikirkan perasaanku. Dimana hatimu?""Ibu, apakah kita sebaiknya bisa bicara lagi dengan Ayah? Mungkin ada kejelasan yang bisa membuatmu merasa lebih baik," Ivander memohon agar Ibunya berusaha positif."Apa yang bisa dijelaskan lagi, Ivander? Ayahmu memang telah menyakitiku, dan aku tidak tahu harus bagaimana. Apa kau lupa pernyataan dia beberapa hari yang lalu?" Nyonya Gretha kesal
Tuan Emrick dan Nyonya Gretha memasuki teras rumah mereka dengan tersenyum senang, setelah beberapa hari Nyonya Gretha dirawat di rumah sakit, dan mendadak pulih meleset dari perkiraan Dokter."Emrick, betapa leganya rasanya kembali ke rumah setelah beberapa hari perawatan. Aku merindukan suasana rumah," ucap Nyonya Gretha tersenyum."Ya, benar sekali. Rumah ini terasa sepi tanpa kehadiran kita berdua," balas Tuan Emrick seraya menuntun Nyonya Gretha."Selamat datang, Tuan dan Nyonya," sambut Pelayan Mia dengan senang hati."Terima kasih, Mia.""Oh iya, Mia. Tolong bantu bawakan barang kami yang di bagasi," perintah Tuan Emrick."Baik, Tuan."Tiba-tiba, Jessica terlihat turun dari taxi dan datang dan menyapa mereka."Selamat, Kak Gretha. Akhirnya kau sembuh juga dan bisa kembali ke rumah," sambut Jessica terpaksa tersenyum melihat kemesraan keduanya."Hai, Jessica. Terima kasih atas sambutanmu, betapa b