Samantha menyaksikan dengan seksama konstruksi gedung yang telah selesai, memperhatikan setiap detailnya.Pekerja proyek yang bernama Paulo, dengan sopan mendekati Samantha, mungkin ingin berbicara atau memberikan informasi terkait proyek."Permisi, Nyonya Samantha? Saya Paulo, bagian dari pekerja proyek ini. Ada sesuatu yang ingin saya diskusikan," ucap Paulo dengan sopan."Tentu, Paulo. Ada apa?" Tanya Samantha tersenyum."Saya telah mencurigai ada beberapa aspek konstruksi yang mungkin perlu lebih diperhatikan. Terutama terkait penggunaan material tertentu.""Oh, begitu ya. Apa yang membuatmu curiga?" Tanya Samantha seraya berjalan beriringan."Saya sempat melihat beberapa pengiriman material yang tampaknya tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dalam proyek ini," jelas Paulo seraya menyerahkan sebuah berkas."Itu serius. Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Samantha menerima berkas dan mencoba membaca hal yang dimaksud."Saya pikir kita sebaiknya melakukan pengecekan
Ivander tampak gembira memikirkan momen khusus dengan jas yang disukai Samantha. Dengan jas yang dipakainya, Ivander melangkah mantap menuju ke area basement, siap memulai hari kerjanya di kantor perusahaan Samantha.Ivander dan timnya bersiap-siap untuk menghampiri perusahaan Samantha, siap menjalani pertemuan dan rapat yang sudah dijadwalkan.Tok, tok, tok!"Selamat pagi, Tuan Ivander dan Tim! Selamat datang di perusahaan kami. Ruang meeting sudah disiapkan untuk pertemuan hari ini," ucap Staff dengan sangat ramah."Selamat pagi! Terima kasih banyak atas sambutannya. Kami sangat bersemangat untuk pertemuan ini," balas Ivander dengan tersenyum senang."Silakan masuk ke ruang meeting, semua sudah siap. Apakah ada yang bisa kami bantu sebelum memulai?" tanya Staff menawarkan bantuan."Terima kasih. Semuanya sudah baik. Kami siap untuk memulai pertemuan," balas Tim dengan ramah.Mereka pun masuk ke dalam ruang meeting, siap mengawali sesi yang telah direncanakan dengan baik. Bobby tak
Bobby dan Samantha berdiri di balkon ruangan kantor Samantha. Mereka saling pandang, sementara Samantha berupaya untuk menganalisis lebih mendalam, sementara Bobby merasa cemas namun berusaha menunjukkan ketegasannya."Apa yang ingin kau tanyakan, Samantha?" Tanya Bobby dengan segera."Tolong berikan jawaban yang sejujurnya atas pertanyaanku, apakah kau bersedia?" Samantha bertanya dengan ragu."Tentu, Samantha. Aku akan memberikan jawabannya dengan jujur," Bobby menghela nafas."Apakah kau mencintaiku, Bobby?" Tanya Samantha dengan bimbang."Eh, dari mana kau mendapatkan pertanyaan seperti itu?" Bobby terkejut bukan main, pasalnya ia belum mempersiapkan jika Samantha bertanya demikian.Tapi Bobby akhirnya berpikir, mungkin Ivander yang telah membeberkan rahasianya."Bobby, sebenarnya tidak perlu kau tahu, aku hanya ingin kau berbicara jujur," ucap Samantha.Bobby memandang Samantha dengan hati yang tidak tenang."Tapi apakah benar kau mencintai aku?" Tambah Samantha."Iya, aku mencin
Beberapa hari kemudian, Bobby dan Jessica berjumpa. Pertemuan mereka berlangsung di sebuah restoran bergaya mewah. Dengan penampilan bak sempurna masing-masing.Dengan penuh keanggunan, mereka memesan sejumlah hidangan yang tergolong mewah dan menguras kantong. Tapi mereka tidak mempermasalahkan, karena mereka punya tujuan yang sama. Yaitu, makan enak.Tanpa diduga, Bobby tersentuh oleh kenangan yang seakan-akan telah ia alami saat bersama Jessica. Dia merasa pernah mengenal Jessica sebelumnya."Jessica, ini kedua kalinya kita bertemu, tapi aku merasa seolah-olah kita pernah saling kenal saat dulu," ujar Bobby dengan heran menatap Jessica."Oh, iya? Di mana sebelumnya? Mungkin perasaan itu hanya kebetulan, Bobby," Jessica tersenyum seraya memakan dengan santai hidangannya."Tapi aku yakin aku pernah melihatmu di suatu tempat. Apakah kamu pernah tinggal di Finlandia Lapland?""Ya, aku memang pernah tinggal di sana waktu masih SD. Setelah itu, pindah ke Indonesia sejak SMP. Bahkan aku l
Samantha merasa hawa di ruang dapur Neneknya berubah begitu dingin, seperti udara di musim dingin yang membekukan. Neneknya tampaknya enggan berbicara dengannya, bahkan berpapasan pun seolah dihindari."Nenek, ada apa? Kenapa tiba-tiba seperti ini?" Samantha, bingung, akhirnya bertanya pada Neneknya.Neneknya hanya terdiam, sibuk dengan kegiatannya memasak di dapur."Nenek, tolong katakan padaku, kenapa? Sejak kemarin, Nenek tampak enggan berbicara denganku, bahkan seolah tengah menghindari kehadiranku," Samantha mencoba lagi.Neneknya akhirnya menghentikan aktivitasnya, menatap Samantha dengan tatapan serius. "Kamu bukan seperti cucuku yang ku kenal dulu, aku merasa bahwa aku tidak pernah punya cucunya yang pendendam," ujarnya dengan nada tegas."Kenapa Nenek berpikir seperti itu? Aku tidak mengerti kenapa Nenek berpikir seperti itu," Samantha bertanya dengan keterkejutan."Manusia tidak ada yang sempurna. Kamu terlalu sering menghindar dari masalah, bukan menyelesaikan. Kau perlu t
Ivander memasuki ruang konsultan pernikahan dengan wajah penuh kekhawatiran."Pak, saya benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Samantha, Istri saya, ingin bercerai, dan saya merasa hancur," ungkap Ivander dengan penuh keluh kesah nan frustasi."Mari tenangkan diri, Tuan Ivander. Ceritakanlah secara jujur. Apa yang terjadi?" Konsultan bersikap ramah."Saya tidak bisa menutupi kesalahan saya. Saya berselingkuh, bahkan menikah siri tanpa persetujuan istri saya. Dia tahu semua ini dan pergi meninggalkan rumah hingga saat ini, saya benar-benar sangat menyesal dan ingin kembali lagi, saya mencintainya," Ivander menghela nafas berat."Kesalahan bisa menjadi langkah awal untuk memperbaiki hal-hal, menjadkan sebuah pelajaran baru. Apakah Anda telah mencoba meminta maaf dan memperbaiki kesalahan tersebut?" Konsultan mengangguk."Sudah, tapi dia bersikeras untuk bercerai. Bahkan setelah sidang pertama kemarin, dia masih bersikukuh. Dia tidak mau memberikan saya kesempatan lagi untuk hidupnya,"
Saat Ivander meninggalkan klub malam dalam kondisi mabuk berat, ia merasa frustrasi karena perceraian dengan Samantha yang sebentar lagi akan resmi.Ivander segera mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan tinggi, berusaha cepat pulang. Namun sayangnya, ia malah mengalami kecelakaan dan mobilnya menabrak trotoar jalan."Samantha benar-benar akan menceraikan aku, apakah aku bisa mendapatkan penggantinya lagi?" Tanya Ivander dengan dirinya sendiri seraya mengemudi mobil dengan frustasi.Ivander terus mengendarai mobil dengan cepat setelah keluar dari klub malam."Samantha, seharusnya kau bersyukur karena aku sangat mencintaimu. Belum tentu laki-laki lain bisa menerima dirimu seutuhnya. Kenapa?" Ucapnya lagi.Brrakkk!Ivander memukul kemudi mobil dengan kesal."Samantha! Aku mencintaimu sampai ku mati! Maafkan kebodohanku!" Teriak Ivander kesetanan penuh emosi.Dalam keadaan mabuk berat, Ivander mengemudikan mobil
Ivander merasakan kesadarannya kembali, matanya perlahan membuka, menyapu ruangan putih yang sejuk. Samantha duduk di sampingnya dengan senyuman lega."Samantha, apa yang terjadi?" Ivander bertanya, mencoba menyusun memori yang hancur."Kau mengalami kecelakaan, Ivander. Tapi sekarang kau sudah berada di ruang rawat inap. Istirahatlah," Samantha menjelaskan, serata tetap fokus bekerja di pinggir ranjang Ivander."Aku merindukanmu, Samantha," ucap Ivander memandang Samantha."Aku juga merindukanmu, tapi pekerjaan di Brazil semakin rumit. Aku akan mencoba yang terbaik," Samantha tersenyum, meskipun pandangannya tetap tertuju pada layar laptop. "Aku akan baik-baik saja. Yang penting, kita akan tetap bersama. Bukankah kau sempat berkata padaku, bahwa kau masih menyayangi dan mencintaiku?" Ivander mengangguk, memahami beban yang Samantha pikul."Aku berharap begitu. Kau sejak dulu adalah orang penting dalam hidupku, Ivander. Ya.. aku.. aku memang mengatakan semua itu padamu," Samantha men