Mata Syahira sontak terbuka.
Namun, hatinya sedikit lega begitu mengetahui Samuel berada cukup jauh dari dirinya.
"Huh ...." Syahira membuang nafasnya kasar.
Dadanya terasa sangat lega. Ternyata, apa yang dipikirkannya salah.
Mungkin, hanya rasa takutnya saja yang berlebihan. Berkali-kali, gadis cantik itu menghirup udara dengan rakusnya. Karena sedari tadi, ia menahan nafasnya.
"Hei, kamu kenapa lagi, Syahira? Apa kamu kehabisan nafas, sampai menghirup udara segitunya?" tanya Samuel yang heran melihat tingkah aneh perempuan di hadapannya.
"Eh, enggak. Gak apa-apa. Maaf." Syahira menjawab dengan sedikit gugup.
"Ehm!" Samuel menetralkan suaranya.
"Duduklah!" titahnya kemudian. Arah matanya lalu mengarah ke kursi yang berhadapan dengan meja tempatnya ia bekerja.
Kemudian, Samuel berjalan menuju kursinya dan mendudukinya.
Dengan ragu, Syahira akhirnya mengikuti perintah dari Samuel.
Sementara itu, kedua netra Samuel yang menatap Syahira yang berjalan sangat lambat untuk sampai di kursi yang ada di hadapannya.
"Astaga, Syahira. Kenapa jalanmu lambat sekali? Seperti keong saja!" hardik Samuel. "Cepat sedikit, bisa 'kan?"
"I–iya, Pak!" jawab Syahira yang semakin gugup karena sedari tadi Samuel terus saja berbicara dengan suara yang cukup kencang, sehingga membuatnya semakin ketakutan.
"Ck!" gumam Samuel pelan, tapi masih terdengar oleh indra pendengaran Syahira.
'Ish, apaan sih … dari tadi, marah-marah mulu!' Syahira hanya berani menggerutu di dalam hatinya.
Kemudian, gadis cantik berambut panjang itu duduk di kursi yang berada tepat di hadapannya.Kini, hanya ada meja yang menjadi pembatas antara Syahira dan Samuel.
Namun, Samuel tak juga membuka suaranya. Laki-laki bertubuh tegap dan atletis itu justru malah memperhatikan wajah gadis cantik yang ada di hadapannya.
Hal ini membuat Syahira merasa tak nyaman. "Maaf, Pak. Sebenarnya apa yang akan Bapak bicarakan dengan saya?"
Syahira memberanikan diri untuk membuka suara. Gadis itu ingin cepat-cepat pulang, karena jika telat sebentar saja sampai rumah, ia pasti akan dimarahi oleh ibu tirinya. Syahira tidak ingin itu terjadi.
Pertanyaan Syahira membuat Samuel langsung tersentak.
"Ehem, oke.” Ia menetralkan suaranya, “jadi begini, saya akan menyelamatkan hidup kamu dari tekanan ibu tirimu. Asal kamu mau menikah dengan saya."
Samuel berbicara langsung pada intinya, hingga membuat mata Syahira membulat dengan sempurna. Gadis itu terkejut. Untuk kedua kalinya, laki-laki yang belum ia kenal itu mengajaknya menikah.
"Tapi, Pak. Saya bahkan tidak mengenal Anda. Lalu, bagaimana bisa anda langsung mengajak saya untuk menikah? Nama Bapak saja saya baru baca dari kartu nama.”
“Ketemu juga baru tadi pagi. Kok bisa sih Bapak langsung mengajak saya untuk menikah?" cerocos Syahira tiada henti.
Samuel mengernyitkan dahi. Dia sedikit terkejut saat gadis cantik yang ada di hadapannya itu terus berbicara tanpa henti. Entah mengapa, Syahira begitu imut di matanya. Namun, Samuel dapat menyembunyikan ekspresinya dengan baik.
"Udah ngomongnya?"
Syahira terdiam dan menganggukkan kepalanya.
Kemudian, ia menarik nafasnya dalam-dalam–menetralkan kembali emosinya yang sempat naik tadi saat berbicara.
"Siapa bilang kalau saya tidak mengenal kamu? Justru, saya melakukannya karena saya sangat mengenalmu dan ingin menyelamatkanmu. Seharusnya, kamu merasa beruntung karena diajak menikah oleh saya–CEO yang juga pewaris tunggal kekayaan Sastrawinata," ucap Samuel dengan bangga.
"Aduh, Pak. Saya benar-benar tidak mengerti. Tolong jelaskan kepada saya. Bagaimana bisa Anda mengenal saya tapi saya tidak mengenal anda sama sekali?”
Tatapan Syahira terlihat tegas. “Saya tidak peduli kalau Bapak ini CEO atau pewaris tunggal. Lagian ya, saya ini belum mau menikah. Umur aja baru 21 tahun. Masih banyak yang harus saya kejar. Saya masih mau bekerja. Asal Bapak tau ya, saya ini cita-citanya mau menjadi wanita karir. Bukan menjadi ibu muda."
Panjang lebar Syahira kembali berbicara, hingga Samuel menghela nafasnya panjang.
"Ya ampun, Syahira. Bisa gak kalau ngomong itu pelan-pelan. Pakai titik dan koma. Gak nyerocos kayak gitu," tegurnya kemudian. Seketika Syahira tersadar. "Hehehe ... maaf, Pak. Udah kebiasaan dari kecil. Bawaan orok kali," jawab Syahira dengan asal."Setahu saya, saat kecil, kamu itu gak terlalu cerewet kayak sekarang. Dulu, kamu itu gadis yang imut. Kenapa sekarang malah jadi amit-amit?"
Samuel menggerutu pelan. Tapi, sayangnya masih terdengar oleh telinga Syahira, sehingga membuat gadis cantik berambut panjang itu sedikit naik pitam.
"Apa Bapak bilang tadi?” ucap Syahira kesal, “saya amit-amit? Lagian emangnya Bapak tau kecilnya saya?"
Samuel menggeleng pelan. "Udah, gak usah dibahas. Intinya, kalau kamu mau selamat dari tekanan ibu tirimu, mau gak mau suka gak suka kamu harus menikah dengan saya. Dan saya akan menyelamatkan hidupmu!" sarkas Samuel.
"Sebelum saya menjawab mau atau tidaknya menikah dengan Bapak, setidaknya saya harus tau apa alasan Bapak tiba-tiba mengajak saya untuk menikah dan mau menyelamatkan hidup saya dari tekanan ibu tiri saya?"
Samuel menghela nafasnya panjang. Ia merasa gadis ini sangat keras kepala. Sepertinya, amanat sang ayah untuk menikahi Syahira akan sulit.
Padahal, Samuel dikejar waktu. Ibunya yang sudah bercerai dari sang ayah—menginginkan pria itu menikahi Luna. Tapi, Samuel yang tinggal bersama dengan ayahnya–merasa pilihan sang ayah lebih baik."Untuk masalah itu, saya akan menjelaskan jika kamu sudah sah menjadi istri saya. Nanti, kamu juga akan tau dengan sendirinya mengapa saya mengajakmu menikah. Sekarang intinya, kamu harus mau menikah dengan saya secepat mungkin.”
“Saya juga akan menyuruh anak buah saya untuk mempersiapkan pernikahan kita," pungkas Samuel pada akhirnya.Mata Syahira sontak membola. "Loh, Pak?! Tidak bisa begitu, dong. Setidaknya, beri saya waktu untuk berpikir dan mengenal anda terlebih dahulu. Bagaimana mungkin saya mau menikah dengan laki-laki asing seperti Anda? Kalau Anda ini orang jahat, gimana? Atau, bisa jadi Anda ini mafia yang suka menjual gadis-gadis seperti saya, bagaimana?"
Samuel justru tertawa mendengar perkataan yang keluar dari mulut Syahira.
"Hahaha ... Syahira, Syahira ... kamu ini tingkat imajinasinya terlalu tinggi. Memang ya, dari kecil kamu itu tidak berubah."
Syahira menautkan kedua alisnya. Menelisik setiap inci wajah laki-laki yang sedari tadi ia sebut 'bapak' itu. Padahal usia Samuel tidak terlalu tua. Hanya berbeda delapan tahun dengan dirinya.
"Memangnya Bapak ini siapa, sih? Kok, sepertinya kenal banget sama saya?"
"Simpan saja pertanyaanmu itu setelah kita menikah nanti," jawab Samuel singkat.Hal itu membuat Syahira menahan kesal. Pria itu memanfaatkan dengan baik keadaannya yang sedang sulit. "Tapi, Pak. Itu namanya Anda curang. Saya tidak mengenal Anda sama sekali. Tapi, Anda sepertinya sangat mengenal saya. Bahkan, Anda tau masa kecil saya. Gak adil itu!" protes Syahira. Samuel tampak memikirkan sesuatu. "Oh iya, kamu itu bekerja di bagian restoran, benar begitu? Dan Luna yang jadi atasanmu, iya?" Syahira nampak menghela nafasnya panjang. Gadis itu merasa kesal pada laki-laki yang ia anggap misterius itu. Jelas sekali, ia mengalihkan pembicaraan. Alih-alih memprotes lagi, kali ini Syahira menjawab dengan sopan. "Ya, saya bekerja di bawah naungan Bu Luna. Kenapa memangnya, Pak?""Saya pastikan kalau kamu bakal dipecat olehnya," jawab Samuel dengan entengnya. Seketika Syahira membulatkan matanya. "Loh, Bapak kok gitu sih ngomongnya? Bapak mau saya di pecat oleh Bu Luna?" protesnya tak te
"Kenapa terkejut? Kamu kok bodoh sekali, sih? Ibu sudah bilang kalau nanti Tuan Rinto pasti akan datang ke rumah ini untuk bertemu dengan kamu sekaligus menentukan tanggal pernikahan kalian, kan?"Ucapan Rena benar-benar membuat Syahira semakin terkejut. Memang benar, pria itu katanya akan datang ke rumah untuk melamarnya. Tapi, Syahira pikir jika pria tua itu tidak akan datang secepat ini. "Iya, Bu. Tapi aku pikir pria itu tidak akan datang secepat ini. Kenapa Ibu tidak kasih tau aku dulu kalau dia datang hari ini?" ucap Syahira berusaha membela diri. Gadis itu benar-benar bingung, bagaimana caranya untuk menolak lamaran ini? Jika Syahira menolak, maka ia harus mengembalikan uang mahar yang jumlahnya tidak sedikit. Dari mana ia akan mendapatkan uang sebanyak itu? "Halah! Ibu, kan, sudah pernah bilang sama kamu,” sinis Rena, “udah! Jangan kebanyakan protes! Cepat masuk. Kasihan Tuan Rinto dari tadi menunggu!"Kedua matanya melotot pada Syahira. "Tapi, aku gak–""Syahira, kebany
Lima belas menit berlalu, namun Syahira belum juga keluar dari kamarnya. Sehingga membuat Rena gelisah. Ia takut Tuan Rinto akan kesal karena sedari tadi terus saja dibuat menunggu oleh anak tirinya sehingga akan membuatnya membatalkan pernikahan ini. "Bu Rena! Mana Syahira? Sudah lama saya menunggu. Kenapa gadis itu tak juga keluar dari kamarnya? Anda tau, saya ini paling tidak suka untuk menunggu. Waktu saya sangat berharga. Saya sampai harus membatalkan semua janji saya dengan beberapa klien hanya demi bisa meluangkan waktu untuk Syahira. Sedari tadi saya datang, saya sudah dibuat terus menunggu oleh putrimu itu." Benar saja, apa yang baru saja di khawatirkan oleh Rena terjadi juga. Tuan Rinto mulai kesal karena sedari tadi terus saja dibuat menunggu oleh Syahira. "I--iya, Tuan. Sebentar, biar saya panggilkan dulu Syahira." Rena bergegas berjalan menuju kamar Syahira untuk memanggilnya. 'Anak ini benar-benar selalu membuat masalah. Awas saja kalau sampai Tuan Rinto membatal
Akhirnya Syahira masuk ke dalam mobil mewah milik Tuan Rinto. Jantungnya berdetak sangat cepat. Ia merasa sangat ketakutan. 'Ya ampun, gimana ini? Sebenarnya Tuan Rinto mau bawa aku kemana? Kenapa dia gak ilfeel, sih, liat penampilan aku kayak gini?' Syahira bermonolog. Supir pribadi Tuan Rinto segera menyalakan mobil dan melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan pekarangan rumah keluarga Kemal. Tuan Rinto terus saja memperhatikan wajah Syahira yang duduk berada di sampingnya. "Meskipun penampilanmu seperti ini, ternyata kamu tetap terlihat cantik. Hanya saja baju yang kamu pakai itu benar-benar seperti gadis kampung!" Syahira mendelik, menatap tajam ke arah Tuan Rinto. "Sebenarnya Tuan mau bawa saya kemana?" tanyanya memberanikan diri. "Sebaiknya kamu tidak banyak bertanya, Syahira. Ikuti saja perintah saya. Karena saya sudah mengeluarkan banyak uang pada ibumu untuk bisa membawamu." Perkataan yang keluar dari mulut Tuan Rinto membuat Syahira bergidik ngeri. Dirinya m
Sontak Syahira langsung mendongakkan wajahnya, menatap tajam wajah Luna. Ia sama sekali tak terima jika dirinya dituduh sebagai wanita panggilan. Karena, ia tak seperti apa yang dituduhkan oleh atasannya. "Maaf, Bu Luna. Aku bukan wanita seperti itu!" sanggah Syahira. "Oh, ya? Lalu, apa namanya jika bukan wanita panggilan, hah? Datang ke hotel bersama dengan seorang pria beristri, bahkan, lihat, tanganmu saja digandeng seperti itu oleh Tuan Rinto," ucap Rena dengan suara yang cukup keras, sehingga membuat beberapa pengunjung yang berada di hotel itu menatap ke arah Syahira. Sepertinya, Rena memang sengaja melakukan hal itu untuk mempermalukan Syahira. "Aku ...." Tuan Rinto langsung memotong perkataan Syahira. "Ini bukan urusanmu, Luna. Jadi, kamu tidak perlu capek-capek untuk mengurusi Syahira!" tegasnya. "Ayo kita naik, Syahira!" Tuan Rinto kembali menarik tangan Syahira untuk segera pergi meninggalkan Luna dan langsung memasuki lift. "Iiiihh ... siapa juga yang mau menguru
"Ikut aku sekarang!" Samuel menarik tangan Syahira, mengajaknya untuk meninggalkan hotel tersebut. Tentu saja Syahira sangat shock, karena tiba-tiba Samuel datang. Dan yang lebih mengejutkannya lagi, Samuel melepaskan jasnya, kemudian memakaikan pada Syahira. Menutupi bagian pundaknya yang terbuka. Syahira tersenyum tipis. Setidaknya kali ini ia bisa selamat karena Samuel datang di waktu yang tepat. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti karena ternyata Tuan Rinto juga menarik sebelah tangan Syahira."Tunggu! Siapa kamu, berani-beraninya membawa calon istriku?" tanya Tuan Rinto dengan amarah yang sangat jelas terlihat di wajahnya.Samuel langsung menoleh, menatap tajam pada pria yang telah mengakui Syahira sebagai calon istrinya. Sementara itu, Luna membulatkan kedua matanya. Menatap sinis pada Syahira dan Samuel bergantian. Ia tak menyangka jika ternyata laki-laki yang dicintainya itu justru malah merelakan jasnya untuk menutupi bagian tubuh gadis yang sangat ia benci. Karena yang a
"A--apa yang akan Tuan lakukan? Bukankah Tuan hanya akan mengajak saya untuk makan malam?" tanya Syahira dengan gugup. Karena saat di rumahnya tadi, Tuan Rinto meminta ijin kepada ibu tirinya untuk mengajaknya makan malam. Namun ternyata saat ini pria paruh baya yang ada dihadapannya terlihat seperti seekor binatang buas yang siap akan menerkam mangsanya. Tuan Rinto tersenyum menyeringai. "Awalnya memang begitu. Tapi saya berubah pikiran setelah melihatmu memakai gaun seksi itu. Terlebih tadi, saat ada laki-laki yang ingin membawamu. Pernikahan kita akan dipercepat. Mulai malam ini, kamu akan menjadi milik saya. Setelah ini, kita akan menikah besok pagi.""A--apa? Besok?" Syahira sangat terkejut mendengar perkataan Tuan Rinto. "Iya. Dan saya tidak menerima penolakan!" jawab Tuan Rinto dengan tegas. Seolah tau jika Syahira pasti tidak akan menerima keputusannya yang mendadak ini. Syahira menggelengkan kepalanya. Ia tak sanggup membayangkan jika sebentar lagi diriny
"Kurang ajar!" murka Tuan Rinto. Tangannya mengepal, rahangnya mengeras. Pria yang sedang dikuasai oleh hawa nafsu itu terlihat sangat marah. Matanya menatap tajam pada laki-laki yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Laki-laki yang ingin menyelamatkan Syahira itu ternyata adalah Samuel."Kamu lagi! Siapa kamu berani-beraninya masuk ke kamar ini, hah?" bentak Tuan Rinto.Samuel berjalan mendekati Syahira yang sedang terduduk di tepi ranjang. Penampilannya sungguh memprihatinkan. Terlihat sekali dari wajahnya, jika gadis itu sedang sangat ketakutan. Samuel segera melepaskan jasnya dan langsung dipakaikan pada Syahira. "Jangan sentuh gadis itu! Dia milikku!" bentak Tuan Rinto saat Samuel akan membantu Syahira untuk berdiri. Namun Samuel tak mengindahkan bentakan dari Tuan Rinto. Ia langsung merangkul pundak Syahira dan membawanya keluar dari kamar tersebut. Sementara itu, Tuan Rinto tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia tak mungkin menyusul Syahira yang sudah dibaw