Leon merasa jantungnya berdetak kencang. Ia mencoba melarikan diri, tetapi seorang polisi menangkapnya dengan cepat dan memborgol tangannya."Ini jebakan," kata Leon dengan suara gemetar.Polisi memeriksa koper dan menemukan narkoba di dalamnya. "Leon Bearpo, Anda ditangkap atas tuduhan penyelundupan narkoba," kata polisi dengan suara tegas.Leon tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu bahwa situasinya sangat buruk dan tidak ada jalan keluar. Ia melihat sekilas ke arah pria-pria yang seharusnya menerima barang itu, dan menyadari bahwa mereka adalah anak buah Raka.Dengan tangan terborgol, Leon dibawa ke mobil polisi. Di kejauhan, ia bisa melihat pesawat-pesawat yang terus lepas landas, tetapi bagi Leon, hari itu adalah akhir dari kebebasannya. Di balik semua ini, Raka telah berhasil melancarkan rencananya untuk menjebak Leon, dan kebenaran tentang keluarga Bearpo perlahan mulai terungkap.Suasana di markas besar Bearpo terasa mencekam. Dinding-dinding dihiasi dengan dekorasi beruang yang
Ziva memulai harinya dengan sedikit kegalauan. Leon belum juga muncul di kampus, dan Ziva mulai curiga. Ia ingin melanjutkan rencananya untuk masuk lebih dalam ke kehidupan Leon, tetapi ketidakhadiran Leon membuatnya bingung. Di kampus, Raka semakin giat melakukan hal-hal romantis untuk Ziva. Ia seringkali membawakan Ziva kopi pagi, menyelipkan catatan kecil berisi semangat di buku catatan Ziva, dan selalu memastikan Ziva merasa dihargai dan diperhatikan. Kehadiran Raka yang terus-menerus membuat Ziva sedikit demi sedikit merasakan kehangatan di tengah dinginnya rencana balas dendam yang ada di hatinya.Setelah kuliah selesai, Ziva dan Raka menuju toko roti untuk bekerja. Sepanjang hari mereka bekerja bersama, melayani pelanggan yang terus berdatangan berkat viralnya toko tersebut. Keakraban mereka semakin terlihat saat bekerja sama, dan kebersamaan itu membuat Ziva merasa sedikit lebih tenang.Saat malam tiba, toko roti mulai sepi. Ibu Surti telah pulang lebih awal dengan mobilnya d
Esok harinya di kampus, Raka semakin menjadi-jadi. Ia terus mengusik Ziva, mencoba menarik perhatiannya dengan berbagai cara. Di kelas, Raka selalu mencoba duduk di sebelah Ziva, memberikan komentar-komentar lucu, dan bahkan membawa makanan kesukaan Ziva. Namun, semua itu hanya membuat Ziva semakin muak.Saat pulang dari kampus, Ziva akhirnya tidak bisa menahan diri lagi. Ia menegur Raka dengan nada yang sedikit kasar. "Raka, tolong hentikan. Aku butuh ruang. Aku tidak bisa terus-menerus diganggu seperti ini," katanya dengan tegas.Raka terdiam sejenak, terlihat terluka oleh kata-kata Ziva. Namun, ia mengangguk dan mundur, memberi Ziva ruang yang ia minta.Kehidupan Ziva di toko roti kembali ke rutinitasnya. Ia sibuk melayani pelanggan, membersihkan toko, dan membantu Bu Surti dengan berbagai tugas. Toko roti semakin ramai berkat bantuan Leon dan Raka sebelumnya, membuat pekerjaan Ziva sedikit lebih sibuk dari biasanya.Interaksi Ziva dengan Bu Surti berjalan seperti biasa. Bu Surti s
Esok harinya, setelah selesai dengan jadwal kuliahnya, Ziva bergegas menuju perpustakaan kota yang luas. Ia berjalan melewati deretan rak-rak buku yang tinggi, mencari sosok Kakek Sam di setiap sudut. Waktu berlalu dengan cepat, dan sampai sore hari, Ziva belum menemukan kakek yang bijak itu.Merasa lelah dan sedikit putus asa, Ziva duduk di bangku jalan sambil meminum air mineral yang dibawanya. Ia merenung sejenak, mencoba menyusun kembali pikirannya yang kacau. Tiba-tiba, matanya menangkap sosok Kakek Sam di seberang jalan, menjual koran di tengah keramaian. Tanpa berpikir panjang, Ziva segera menghampiri kakek itu."Kakek Sam!" panggil Ziva dengan suara ceria, "Kakek, apa yang sedang kakek lakukan di sini?"Kakek Sam menoleh dan tersenyum hangat, "Oh, Ziva!"Ziva sampai duduk di samping kakek Sam. "Kakek jual koran?""Ya, aku menjual koran, tapi bukan untuk mencari modal, melainkan untuk merasa berguna. Ada apa Ziva? Lama tidak bertemu.""Sebenarnya ada banyak hal yang ingin kuta
Ziva terkejut mendengar pengakuan Sari, tetapi ia tetap tenang. "Apa yang kau temukan?""Ayah Raka, Rob, sama liciknya dengan ayah Leon. Mereka partner dalam bisnis ilegal. Meskipun Raka terlihat tidak terlibat, dia tetap bagian dari keluarga jahat itu. Aku tahu kau mulai dekat dengan Raka, tapi kau harus menjauhinya, Ziva," kata Sari dengan suara penuh kekhawatiran.Tiba-tiba, Raka muncul di kafetaria, mendengar percakapan mereka. Wajahnya memerah marah, dan tanpa berpikir panjang, ia memukul kaca di dekat mereka. Kaca itu pecah berhamburan, membuat semua orang di kafetaria terkejut dan panik. Raka mengambil seonggok pecahan kaca yang tajam, menyander Sari dengan cepat."Raka, apa yang kau lakukan?! Lepaskan Sari!" teriak Ziva dengan suara gemetar, berusaha menenangkan Raka yang sudah dibutakan oleh kata-kata Sari."Sari harus dihentikan. Dia tidak tahu apa yang dia bicarakan," kata Raka dengan suara dingin, menekan pecahan kaca di leher Sari.Keadaan semakin kacau saat Ardi datang d
Setelah selesai dari toko, Ziva diminta mengantar barang ke rumah Bu Surti. Rumah itu ternyata tidak jauh dari toko roti. Saat sampai di rumah Bu Surti, Ziva terkejut melihat bahwa Bu Surti adalah ibu dari Ardi."Bu Surti, ini barangnya," kata Ziva sambil menyerahkan tas belanja."Oh, terima kasih, Ziva. Kau tahu, ternyata kau kenal dengan anakku, Ardi," kata Bu Surti dengan ramah.Ardi yang mendengar percakapan itu keluar dari dalam rumah. "Hai, Ziva," sapa Ardi sambil tersenyum.Ziva tersenyum kembali. "Hai, Ardi. Tidak menyangka kau anak Bu Surti."Bu Surti tampak senang dan mencoba menjodohkan mereka. "Kalian berdua harus lebih sering bertemu. Siapa tahu cocok, ya kan?" katanya sambil tertawa kecil.Ziva dan Ardi berbincang di belakang rumah, menghindari obrolan Bu Surti. Mereka duduk di bangku taman kecil di halaman belakang."Ardi, bagaimana keadaan Sari?" tanya Ziva dengan penuh perhatian.Ardi menghela napas. "Sari masih trauma. Dia benar-benar tidak menyangka kejadian di kamp
"Seharusnya, kau beritahukan di mana hartamu itu!"Teriakan kejam dari ketua gangster itu begitu mengerikan.Sayangnya, hujan yang turun begitu deras seolah menutupi jerit ketakutan yang memenuhi rumah besar di ujung jalan. Padahal, keluarga Determine sedang menghadapi malam terburuk dalam hidup mereka.Kris Determine, sang pengusaha sukses yang dikenal karena ketangguhannya, sudah terkulai lemah dengan darah mengalir dari pelipisnya. Di hadapannya, sang istri, Leoni, dan anak sulung mereka, Arga, diikat dan ditutup matanya. Hanya Ziva, anak perempuan mereka yang baru berusia tujuh tahun, yang berhasil diselamatkan oleh salah satu anak buah setia Kris, Black D. Keduanya bersembunyi di ruang rahasia yang hanya diketahui oleh keluarga dan orang-orang terdekat.Dor!Tiba-tiba terdengar suara tembakan, menggema di seluruh rumah. Ziva menutup telinganya dan mulai menangis, tapi Black D tidak bisa membiarkan dirinya terbawa emosi. Dia harus segera membawa Ziva keluar dari situasi menge
"Hei, lihat jalan dong!" Seorang gadis dari grup populer di kampus Sun Rise membentak Ziva begitu saja.Padahal, dialah yang berjalan sambil bercanda tawa, hingga buku-buku Ziva jatuh berserakan di tanah.Hal itu sontak membuat Ziva memandang mereka dengan tatapan dingin. "Kalian yang harusnya lebih berhati-hati," jawabnya singkat namun tajam, sambil mulai memunguti buku-bukunya.Raka, pemimpin kelompok mahasiswa populer itu, sontak melangkah maju. "Maaf, kita nggak sengaja," katanya dengan nada lebih lembut.Dia mencoba meredakan ketegangan.Sayangnya, Raka dan teman-temannya tak menyangka dengan ucapan Ziva selanjutnya."Kalian pikir permintaan maaf bisa memperbaiki segalanya?" Suasana di sekitar mendadak tegang.Teman-teman Raka bahkan menatap Ziva dengan pandangan tak percaya.Biasanya, semua orang berusaha mendapatkan perhatian mereka, tapi gadis ini berbeda. Ada sesuatu yang membuatnya terlihat tak tersentuh."Dengar ya, jangan sok jagoan di sini," ancam Dom, salah satu pemud