Agnes menatap Morgan dengan bingung.“Morgan, sedang apa kau di sini?” tanyanya.Morgan, yang juga menatap Agnes dengan bingung, balik bertanya,“Kau sendiri sedang apa di sini? Ayahmu dan kakak-kakakmu juga di sini?”Dua orang itu saling melempar pertanyaan dan tatapan keheranan.Sesaat, kecanggungan terasa sekali di antara mereka.Sampai akhirnya, sorot mata Agnes berubah. Dia lalu melengos meninggalkan Morgan.“Agnes, tunggu!” seru Morgan, mengejar istrinya itu.Karena langkah-langkahnya yang cepat dan lebar, Morgan berhasil menyusul Agnes.Dia lantas mengadang Agnes dan menaruh kedua tangannya di bahu Agnes.“Katakan padaku, apakah Wistara Group sedang menghadiri lelang tender yang diadakan Charta Group?” tanya Morgan.Agnes menatap Morgan dengan kesal, lalu berkata, “Iya. Kami sedang menghadirinya. Sekarang lepaskan aku!”Agnes sedikit berteriak, sehingga Morgan pun mau tak mau melepaskan istrinya itu.Agnes lantas pergi dengan langkah-langkah yang lebih cepat daripada tadi.Morg
Arman menoleh dan kulit mukanya langsung pucat.“K-kau! Kenapa kau bisa ada di sini?” Morgan menjawabnya dengan meremas bahu Arman kuat-kuat, membuat pria manja itu meringis kesakitan.“Apa tadi yang kau bilang? Coba katakan sekali lagi!” desis Morgan.Arman terus meringis kesakitan. Kalau saja dia tidak sedang berada di antara orang-orang penting, dia mungkin sudah berteriak dengan kencangnya.“Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana bisa kau ada di sini? Tempat ini bukan untuk orang miskin sepertimu!” kata Henry.Robert dan Joseph, juga istri mereka, langsung menoleh. Mereka pun terheran-heran kenapa Morgan ada di acara lelang paling prestisius di Kota HK ini.“Kurang ajar kau, Morgan! Kau pasti ke sini untuk membawa putriku lagi, kan? Kali ini tak akan kubiarkan! Tak akan kubiarkan kau menyentuh putriku!” Melisa mengatakan itu.Morgan menatap ayah dan ibu mertuanya itu dengan malas.Sial sekali bahwa pasangan suami-istri yang menyebalkan ini adalah orang tua dari wanita yang dicin
Orang-orang yang tadi menjagokan perusahaannya Arman ikut-ikutan melancarkan protes.“Tolong jelaskan apa yang sebenarnya terjadi! Ini pasti ada kesalahan!”“Mitoba Ltd. Co. adalah salah satu perusahaan di bawah naungan Gigantio Group. Apakah Charta Group melupakan itu?”“Kalaupun ada nominator yang harus dicoret, itu mestilah Wistara Group!”“Benar! Beberapa waktu yang lalu Wistara Group nyaris bangkrut. Merekalah mestinya yang dicoret dari daftar nominator, bukan Mitoba Ltd.Co.!”Mendengar para pebisnis ulung di Kota HK itu membelanya, Arman membusungkan dada.Senyum angkuh menghiasi wajahnya. Dia menatap si pembawa acara seolah-olah pria yang berdiri di balik podium itu adalah anak buahnya.Dan dia tak sedikit pun peduli kalaupun kata-kata pembelaan mereka itu menyinggung Keluarga Wistara.Di mata Arman, terpilihnya Wistara Group sebagai salah satu nominator saja sudah sebuah keganjilan.Sedangkan Henry dan kedua anak lelakinya, melihat sejumlah orang di acara lelang itu tiba-tiba
Agnes menatap layar ponselnya dengan alis hampir menyatu di tengah.Sedikit pun dia tak mengerti pada apa yang dikatakan si pengirim yang entah siapa itu.Agnes pun mengirim pesan balasan.[Siapa ini?]Dia menunggu, tapi tak juga ada jawaban.Dia pun mengirim pesan lainnya.[Kalau kau tak juga membalas pesanku, akan kublokir nomormu ini!]Beberapa saat kemudian, terlihat seseorang itu tengah mengetik sesuatu.Dan pesan-pesan balasan darinya itu datang juga.[Aku adalah pemilik Charta Group.] [Berdasarkan keterangan dari suamimu, kau sebenarnya memiliki potensi untuk mengelola bisnis.] [Tapi, selama ini, kau tak diberi ruang dan kesempatan oleh keluargamu untuk menunjukkan apa yang kau bisa.][Dan sekarang aku memberimu kesempatan itu.][Gunakanlah sebaik mungkin!]Membaca pesan-pesan tersebut, Agnes justru semakin bingung.Orang ini mengaku dirinya pemilik Charta Group. Apakah itu mungkin?Dia curiga ini hanya prank. Dan jujur saja, baginya ini sama sekali tidak lucu.Pertama, bagaim
Dalam perjalanan pulang, di mobil, Agnes mengarahkan pandangannya ke jendela.Dia tengah memikirkan lagi pesan-pesan chat dari si pengirim misterius itu.Di dokumen penyerahan proyek yang ditunjukkan ayahnya tadi, Agnes melihat namanya tercantum di situ, sebagai orang yang akan mengelola proyek tersebut.Ini persis dengan apa yang dikatakan seseorang yang entah siapa itu.Bagaimana mungkin ini kebetulan belaka?Agnes telah mencoba menghubungi seseorang itu lagi, lewat chat. Dia juga mengancam lagi akan memblokir nomornya.Namun, belum ada respons. Seseorang itu seperti membiarkan Agnes untuk menerka-nerka.“Ingat, Agnes, besok pagi ketika kau berhadapan CEO Charta Group, jangan sedikit pun kau menyinggung soal rencana kita tadi. Robert yang akan mengelola proyek ini, meskipun yang tertulis di dokumen adalah namamu,” kata Henry.Agnes tak merespons. Dia sebenarnya tak peduli juga kalaupun proyek prestisius yang baru saja mereka menangkan ini ditangani oleh kakak sulungnya.Tapi apa-ap
Kedua satpam itu memukuli Indra berkali-kali. Bahkan, mereka juga menghajarnya dengan sengatan listrik.Dan mereka tak berhenti meski Indra merengek-rengek meminta ampun.Berbeda dengan Indra, kedua satpam itu mengenali Morgan.Seminggu yang lalu, setelah insiden di mana Alex ditampar dan diturunkan posisinya oleh Morgan, mereka langsung tahu kalau Morgan bukan orang sembarangan.Hari itu juga, saat Felisia mengantar Morgan keluar, sang CEO Charta Group memberitahu mereka kalau Morgan adalah pemilik Charta Group yang baru.“Cukup!” kata Morgan.Barulah, kedua satpam itu berhenti menghajar Indra.Pada saat ini kondisi Indra sudah cukup parah.Bukan hanya mukanya penuh memar, rambutnya pun acak-acakan dan dasi yang dipakainya sudah tak keruan.“Sekarang, kau mau mengakui kesalahanmu? Aku masih berbaik hati, memberimu kesempatan kedua,” ujar Morgan.Indra menatap Morgan dengan takut. Dia tak tahu siapa pria ini, tapi jelas sekali kedua satpam yang dipanggilnya itu begitu patuh padanya.
“Jangan asal bicara! Sadari posisimu!” hardik Henry.“Sepertinya bertemu dengan CEO Charta Group membuatmu lupa diri, Agnes. Ingat, meski nama yang tertulis di dokumen adalah namamu, akulah pada kenyataannya yang mengelola proyek itu,” ujar Robert.Agnes menunduk sambil memegangi pipinya yang memerah terkena tamparan.Dia sungguh sedih. Tak ada seorang pun yang membelanya, padahal mereka adalah keluarganya.“Kau paham itu, Agnes? Jawab aku kalau aku bertanya!” hardik Henry lagi.“Iya, Pa. Aku paham,” jawab Agnes, masih sambil menunduk.Di saat-saat seperti ini, dia kembali merindukan Morgan.Suaminya itu selalu membelanya dalam situasi apa pun, terutama setelah dia bebas dari penjara.Lagi-lagi Agnes menyesal karena telah meminta suaminya itu pergi, hanya karena dia tak bisa memberikan penjelasan yang masuk akal soal hal-hal mencurigakan yang dilihat Agnes.Bagaimana kalau seandainya suaminya itu menyembunyikan sesuatu karena harus melakukannya?Bagaimana jika, untuk saat ini, tak men
Hari sedang terik-teriknya.Morgan tiba di sebuah pusat pelatihan ilmu bela diri.Memasuki ruang di antara pintu depan dan arena berlatih, dia langsung dihampiri seorang pria berkepala plontos.“Ada yang bisa dibantu?” tanya pria itu.Dari gelagatnya dan caranya menatap Morgan, terlihat sekali dia curiga.Morgan saat ini memang masih mengenakan setelan businessman-nya, meski tak lagi dilengkapi jas.Tentu saja agak aneh orang dengan penampilan seperti itu mendatangi pusat pelatihan ilmu bela diri.“Aku ingin bertemu dengan Allina. Dia sedang ada di sini?” cetus Morgan.Si pria berkepala plontos itu semakin menaruh curiga padanya.“Ada keperluan apa kau dengannya? Sudah mengatur janji?”Morgan menggeleng.“Banyak orang ingin bertemu dengannya dan tak semua bisa. Harus mengatur janji dulu, itu pun daftar tunggunya bisa panjang,” ucap si pria berkepala plontos.Morgan tahu orang ini hanya mengulur waktu. Dia pun menatapnya dengan malas, lalu menyodorkan padanya kartu namanya.Di kartu na