Bohong jika tadi Dimas mengatakan hanya sebentar saja, karena kenyataannya kini sudah hampir satu jam lebih pria itu sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda ingin bangun dari tempat tidurnya.Dimas masih terlelap di dalam posisi yang sama seperti awal, yaitu mendekap erat seorang perempuan yang ada di pelukannya seolah menjadikannya sebagai bantal guling hidup.Sementara Nara, perempuan itu justru tak bisa tidur. Jantungnya terus berpacu dengan cepat, terlebih di setiap kali Dimas semakin mengeratkan pelukannya dan bermanja-manja di dalam tidurnya."Huftt! Bagaimana kamu bisa tidur dengan begitu nyenyak di saat jantungku terus berdebar tak karuan seperti ini, Mas?" keluh Nara yang mencoba bergerak, guna memberikan sedikit jarak aman.Jujur saja, sebenarnya Nara merasa tak nyaman. Di masa pernikahan dulunya saja, ia tak pernah sampai tidur dalam posisi yang seperti ini. Sehingga sekarang dirinya terlihat sangat begitu kaku, dan canggung."Hmm ...."Sebuah suara erangan, langsung membua
Selepas pertemuanya dengan Bella yang tidak disengaja, Nara pun terus-menerus memikirkan segala tuduhan yang telah dilontarkan oleh wanita itu padanya. Pikirannya tak pernah berhenti memikirkan hal tersebut, hingga ia tak sadar telah sampai tepat di depan apartemennya sendiri."Eh, Nyonya Nara? Sini, biar Bibi bantu bawakan barang belanjaannya," ucap salah seorang pembantu di apartemennya, yang langsung sigap membantunya menaruh beberapa bahan makanan ke dapur."Ada yang bisa bibi bantu lagi, Non?" tanya pembantu itu lagi, karena merasa tak enak telah membiarkan atasannya memasak sendirian di dapur."Hmm ... Sepertinya tidak, Bi. Bibi cukup jaga-jaga saja di sana, takut-takut nanti Mas Dimas membutuhkan bantuan," jawabnya dengan sedikit tersenyum, dan kembali melanjutkan aktivitasnya memotong beberapa sayur yang ada di hadapannya.Kalau urusan memasak, Nara memang cukup handal. Dari dulu ia selalu memasak untuk ayahnya, sehingga terbiasa melakukan semuanya sendiri. Hingga kurang lebih
Di sini tempatnya. Di sebuah restoran yang cukup mahal, kini Nara dan Dimas sedang duduk berhadap-hadapan dengan saling memandang satu sama lain.Nara mengerenyitkan dahinya, karena kekasihnya itu tak kunjung berbicara. Hingga akhirnya ia melihat kedatangan Marvori dari kejauhan, dengan membawa beberapa map cokelat yang entah apa isinya."Mas—""Tunggu sebentar, Nara," potong Dimas dengan cepat, sambil mengecek beberapa berkas bawaan dari Marvori.Ada beberapa lembar kertas bertinta di sana. Akan tetapi sayangnya, dari posisinya saat ini Nara tak bisa membaca isi tulisan tersebut. Sehingga kini, ia pun terdiam sambil menunggu Dimas mengecek kelengkapan semua dokumen itu."Nah, ini. Coba lihat semuanya," tutur pria itu akhirnya, yang memberikan semua kertas ditangannya pada sang kekasih.Nara meraih beberapa lembar kertas tersebut, dan melihat semuanya secara sekilas terlebih dahulu. Hingga kedua alisnya mengerenyit tak mengerti, dan mulai membaca satu per satu isi surat dokumen itu."
Dimas mengerjap tak percaya, sambil memegangi salah satu pipinya yang baru saja disentuh dengan begitu lembut oleh bibir indah kekasihnya.Sungguh, ini seperti mimpi!Tak biasanya Nara melakukan ini padanya, biasanya ia yang selalu memulai lebih dahulu. Dan ini, ini adalah sebuah peningkatan yang cukup sangat signifikan.Kekasihnya itu tak hanya bertindak selangkah lebih agresif, akan tetapi juga sudah berhasil menutup semua rasa ragu yang pernah menggelayuti hatinya.Nara sudah menegaskan semuanya. Ia sudah tak lagi mencintai Evan, dan sudah memberikan sepenuh hatinya pada Dimas.Hingga sedetik kemudian, Dimas pun langsung menarik tangan Nara mendekat. Ia membuat perempuan itu terjatuh di pangkuannya, lalu menyambar dengan cepat bibir yang telah mengecup salah satu pipinya itu sesaat."Sudah, Mas. Ini masih di restoran, aku khawatir ada orang lain yang melihat ...." Ucapan Nara tiba-tiba saja terhenti, di saat kedua netranya langsung disambut oleh sebuah kotak kecil berwarna merah.
Tokk! Tokk! Tokkk!Belum selesai keterkejutan Nara dan Marvori, tiba-tiba saja ada seseorang yang telah mengetuk kaca mobilnya terlebih dahulu. Nara merasa ragu untuk membukanya, terlebih saat ini pandangan seseorang yang telah ia pantau tengah tertuju pada mobilnya."Bagaimana ini, Nyonya? Apa saya keluar saja untuk berbicara pada orang itu?" tawar Marvori memberikan solusi.Nara mengangguk, dengan mengibaskan salah satu tangannya. Ia menyuruh Marvori keluar, hingga kini dirinya bisa kembali mengamati Evan dari kejauhan.Bagaimana bisa pria itu terlihat sangat menyedihkan seperti ini? Padahal setahu Nara kurang lebih tepat tiga Minggu yang lalu, pria itu telah berhasil menebus rumahnya kembali.Ya, Nara tahu informasi itu dari Dimas. Kekasihnya itu bilang, bahwa ada seseorang yang cukup kaya yang mampu membantu Evan keluar dari permasalahannya. Tadinya, Dimas mau mempersulit itu. Akan tetapi, dengan cepat Nara mencegahnya.Namun sekarang, kenapa nampaknya pria itu malah terlihat sema
Setelah mendapatkan persetujuan, Evan pun langsung berlutut di hadapan perempuan itu. Nara begitu terkejut, hingga ia langsung mundur selangkah untuk menghindar."Apa-apaan ini, Mas? Kenapa harus berlutut seperti ini? Ayo, cepat bangun! Aku tidak mau menjadi pusat perhatian orang lain!" ucap Nara sambil berusaha membuat pria itu beranjak dari hadapannya."Enggak, Nara! Mas mau begini, karena mas mau minta maaf ke kamu! Mas, baru menyadari semua kesalahan mas yang dulu ke kamu. Mas sangat menyesal, dan merasa sangat bersalah dengan kamu," tutur Evan yang tak mau beranjak dari tempatnya.Nara menggeleng tak mengerti, tentang kenapa mantan suaminya itu bisa menyesal dengan begitu cepat seperti ini. Biar bagaimanapun, ia tak boleh gegabah memaafkannya begitu saja. Karena sebenarnya dirinya juga takut, kalau nanti ternyata ada maksud jahat lain dibalik ini semua. Tentu Nara tidak mau terjatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya."Tolong maafkan mas ya, Nara? Mas benar-benar sanga
Keesokan harinya seperti hari libur yang sebelumnya, Nara baru terbangun tepat jam sembilan pagi. Akhir-akhir ini ia memang sangat sibuk karena sinetronnya yang kejar tayang, sampai ia tak begitu menyadari keberadaan Dimas yang telah berpakaian sangat rapi dan duduk di ruang tengah apartemennya."Mas?"Perempuan itu hanya refleks memanggil pelan akan tetapi sang pria langsung menepuk ruang kosong di sampingnya seolah memberikan kode pada sang kekasih untuk segera duduk di sisinya."Hoamm!""Hmm, masih mengantuk ya?" tanya Dimas yang kini sudah menaruh ponselnya.Nara mengangguk, sambil berupaya membuka kedua matanya dengan lebar. Semalam ia memang baru bisa tertidur sekitar jam empat pagi, setelah sempat menghabiskan waktu seharian syuting sebelumnya.Sementara Dimas yang mendengar jawaban itu, seketika pun menjadi merasa iba. Ia jadi tak sabar menunggu masa di mana kontrak Nara habis, agar nantinya ia bisa segera menikahi dan menghidupi perempuan itu."Mas, aku belum mandi," elak Nar
"Bella? Untuk apa kamu ke sini?" tanya Nara dengan rasa keterkejutan yang masih menggelayut.Kedua netra kekasih pemilik DMS Hitz tersebut, kini pun langsung beralih pada seorang pria besar yang ada di sisi wanita bermasker hitam itu. Ia mengabaikan tatapan membeku dari sosok yang diyakini sebagai Bella, yang juga sepertinya tak kalah terkejut di kala melihatnya."Dia siapa, Honey? Apa kamu kenal mereka?" tanya pria tersebut dengan suaranya yang sangat berat.Nara semakin mengerenyitkan alisnya, di saat kedua telinganya mendengar sapaan romantis tersebut. Ia menggeleng tak percaya, hingga akhirnya kembali tersadar di saat Dimas berdeham pelan di sampingnya."Ekhemm! Maaf! Gaun ini sudah lebih dulu saya dan kekasih saya pilih, jadi Anda tidak bisa memilihnya begitu saja!" tekan Dimas dengan tatapan sinisnya.Oh, tidak. Di saat Nara cukup terkejut dengan keberadaan Bella bersama seorang pria asing, kekasihnya itu malah masih fokus pada gaun pernikahannya. Sepertinya untuk kali ini, isi