"Astaga! Ke mana pakaianku saat ini?!" teriak Nara yang tiba-tiba saja terkejut, ketika menyadari dirinya yang sedang tak memakai sehelai kain apa pun di balik selimutnya.
Nara berusaha bangkit dari tidurnya, akan tetapi sayang saat ini seluruh tubuhnya benar-benar terasa sakit. Ia tak mampu bergerak lebih jauh, hingga akhirnya pasrah untuk diam ditempat.Deggh!Degup jantungnya tiba-tiba saja terasa terhenti. Seluruh aliran darah yang mengalir di tubuhnya seolah dengan kompak tersendat, hingga membuat wajahnya semakin lama terlihat semakin pucat pasi.Apa yang telah terjadi dengan dirinya semalam? Siapa yang telah membawanya ke tempat asing ini? Siapa yang telah melakukan ini semua? Kenapa sekarang dirinya sama sekali tak memakai pakaian apa pun? Sebenarnya apa yang telah terjadi?Ya Tuhan, sungguh kepala Nara benar-benar hampir pecah memikirkan semuanya!Nara memang baru saja terbangun dari tidur pulasnya yang amat panjang. Ke"Awh! Lepaskan! Lepaskan aku! Aku tidak mau ikut dengan kalian!" teriak Nara yang lagi-lagi berusaha memberontak. Ia ketahuan sudah sadar, tepat setelah selesai memakai pakaian tadi. Sehingga kini, dirinya diseret-seret paksa oleh seorang pria berbadan besar dan juga seorang wanita bertubuh tinggi ke arah luar."Diam kau! Ikut saja dengan kami!" hentak pria yang sedang menyeretnya itu tak kalah tegas.Pria tersebut semakin mencengkram kuat kedua pergelangan tangan Nara. Ia benar-benar menyeretnya dengan kasar, seolah tak menyadari bahwa yang ada di hadapannya ini adalah seorang artis terkenal yang baru saja menyelesaikan syuting sinetronnya."Mau ke mana kalian membawaku? Hah? Tolong, lepaskan aku! Aku mau kembali pulang!" pekik Nara kembali, dengan berusaha sebisa mungkin menahan langkahnya."Akhh! Diam kau! Kita akan membawamu ke tempat yang lebih jauh lagi! Dan ini semua karena ulah kekasihmu!" hentak pria berbadan besar itu dengan terus menyeret Nara sampai bergerak maju."A–apa?
Bughh!"Ayo, ikut denganku!"Belum sempat selesai keterkejutan Nara, yang baru saja dipergoki oleh penculiknya. Tiba-tiba saja, ada hal lain lagi yang lebih mengejutkan dirinya.Ya! Itu semua karena kedatangan seseorang yang sama sekali tak pernah diduganya. Pria itu telah berhasil memukul penculiknya sampai pingsan tak sadarkan diri, di mana hal tersebut sungguh membuatnya tercengang.Orang itu bukanlah Dimas yang sempat dilihatnya, atau bukanlah Marvori yang selalu ditugaskan untuk menjaganya. Akan tetapi melainkan, sosok yang selama ini cukup jarang ditemuinya."Nara! Ayo! Tunggu apa lagi? Kita harus segera kabur, sebelum para penculikmu ke sini!" ucap sosok yang tak disangka-sangka itu, sambil menarik salah satu lengan Nara dan membawanya pergi menjauh begitu saja.Sungguh, sebenarnya Nara sama sekali belum bisa mencerna semua ini. Posisinya ia masih sangat syok, hingga tak bisa menolak atau pun melawan."Ayo! Cepat, Nara! Kita bersembunyi dulu di sini!" ucap pria itu dengan langs
"Nara!"Dengan segera perempuan itu menoleh, tepat di saat kedua telinganya mendengar sebuah suara yang sangat tak asing. Kedua sudut bibirnya pun seketika saja terangkat, seiring dengan kemunculan sang kekasih yang kian semakin mendekat."Akhh! Sial!" rancau Evan tak jelas.Kedua tangan pria itu terkepal erat saat ini, berkat kedatangan Dimas di waktu yang sangat tak ia harapkan olehnya."Kau kenapa, Mas? Bukannya seharusnya kau senang, karena akhirnya ada Mas Dimas yang menemukanku? Dengan begitu kau jadi tidak perlu repot-repot mengantarkan aku pulang," tutur Nara yang ternyata belum melepas sepenuhnya rasa curiga pada sang mantan suami."Ck! Bukan itu yang aku maksud, Nara. Dengan adanya Dimas yang menemukanku nanti, ia pasti akan menuduhku yang macam-macam. Kalau dituduh denganmu mungkin masih bisa aku tahan, tetapi kalau dia? Bisa-bisa nanti aku berkelahi dengannya di tempat ini!"Jika dipikir-pikir, benar juga ucapan Evan. Kalau Dimas tahu ada mantan suaminya itu di tempat ini,
Bughh!"Ah, sial! Kenapa mereka berdua bisa tertangkap sih? Bukannya aku sudah bilang untuk segera pergi dari tempat itu!" geram seorang pria yang tengah terduduk di kursi, sambil mencengkram erat ponsel yang digenggamnya.Sedetik kemudian, ia tak lagi melanjutkan percakapan teleponnya. Pria itu melempar ponselnya ke arah ranjang dengan kesal, hingga akhirnya pintu kamarnya terbuka dan langsung menampilkan seorang wanita cantik yang wajahnya nampak sedikit lelah."Dari mana saja kau?" tanyanya singkat, sambil terus menatap wanita yang notabene sebagai istrinya itu."Cih! Tumben sekali kau bertanya padaku, Mas? Bukannya beberapa hari ini kau sangat sibuk?" jawabnya acuh, sambil bergerak membuka satu per satu kancing baju yang dikenakannya.Sosok yang menjadi otak penculikan Nara itu mendengkus keras. Dari tempatnya saat ini, dirinya bisa melihat dengan jelas sebuah tanda merah yang ada di beberapa bagian tubuh istrinya itu. Hingga akhirnya, bantal yang ada di sampingnya pun menjadi temp
Bughh!"Awh! Kamu memukulku dengan bantal?" ucap Dimas seraya meraih sebuah bantal yang dijadikan Nara sebagai senjata.Namun sayangnya, Nara tak mau menyerahkan begitu saja. Ia berusaha menahan bantal tersebut, hingga sempat terjadi tarik-menarik di antara kedua insan yang sudah dewasa itu."Aku tidak mau punya anak sebanyak itu, Mas. Bagaimana dengan badanku nanti? Kalau mau, kamu saja yang merasakan hamil dan melahirkan sendiri," tutur Nara yang kembali memukul kekasihnya dengan bantal gulingnya.Mendapatkan perlakuan seperti itu, Dimas justru semakin tertawa lepas. Ia sungguh sangat senang karena telah berhasil menggoda Nara. Hingga akhirnya sedetik kemudian, dirinya pun langsung mendekap tubuh perempuan itu dengan cepat. Dimas melakukan semuanya, sebelum Nara sempat kembali memukulnya dengan bantal."Mas, aku belum mau memikirkan berapa jumlah anak yang harus kita punya. Cukup satu satu saja dulu," ucap Nara yang akhirnya pasrah di d
"Pak Dimas! Selamat atas pernikannya, semoga rumah tangga kalian bisa selalu harmonis dan bahagia sampai tua nanti," ucap seorang pria berkepala botak itu, sambil sedikit menepuk bahu Dimas.Jujur, yang menjadi perhatian Dimas dan Nara saat ini bukanlah kedatangan dan ucapan selamat dari pengusaha kaya itu. Akan tetapi ada sosok lain yang berdiri di sampingnya, yang jauh lebih mengundang rasa penasarannya."Oh iya, kebetulan saya ke sini bersama Bella. Pak Dimas dan Nara sudah kenal Bella 'kan? Kebetulan sekarang dia sudah resmi menjadi model pada salah satu anak perusahaan saya yang baru. Jadi setelah sempat melaksanakan meeting tadi, saya langsung mengajaknya ke sini. Tidak apa-apa, 'kan?" tanya pria bernama Haris itu, yang juga seketika membuat Dimas tersadar."Ah, iya. Tidak apa-apa, Pak. Kami justru akan senang, jika semakin banyak tamu yang datang ke sini. Selamat juga ya, Pak. Atas lahirnya anak perusahaan Bapak yang baru, maaf waktu itu saya tidak
Tokkk! Tokk! Tokk!"Nara? Kamu kenapa, Sayang? Kenapa lama sekali di dalamnya?" tanya Dimas khawatir, sambil terus mendekatkan telinganya ke arah pintu."Aku ... Aku tidak apa-apa, Mas!" teriak Nara yang sedari tadi tak kunjung keluar dari kamar mandi.Mendengar suara yang terbata-bata itu, sungguh membuat Dimas merasa tak tenang. Ia khawatir pada istrinya, terlebih tadi dirinya sempat melihat sendiri raut wajah yang seperti sedang menahan rasa sakit.Selepas acara pesta pernikahan selesai, Nara dan Dimas memang sudah langsung kembali ke apartemen. Mereka berdua memang sengaja memilih untuk tidak menginap di hotel terlebih dahulu, karena ingin segera mempersiapkan keberangkatannya ke Maldives besok pagi."Apa sebelumnya aku sudah tidak sadar menyakiti Nara? Apa tadi aku sudah terlalu kasar dengannya?" gumam Dimas bertanya-tanya dalam hati."Ah, tidak mungkin! Aku hanya baru menyentuh bibirnya dengan lembut dan pelan kok. Selain itu, aku juga sudah menggosok gigi terlebih dahulu tadi.
"Cepat angkatlah!" geram Dimas tertahan, di saat panggilan teleponnya tak kunjung dijawab oleh seseorang di seberang sana.Brukk!"Sial! Kenapa sulit sekali untuk mengungkap semuanya dengan cepat! Aku sungguh tidak bisa sabar menghadapi hal ini!" teriak Dimas yang sekali lagi menendang sebuah meja yang ada di hadapannya.Saat ini, Dimas memang sudah tak berada di kamar lagi. Pria itu kini sedang berada di ruang kerjanya, meninggalkan Nara yang sudah tertidur pulas di kamar untuk menghubungi seseorang. Akan tetapi sayangnya, orang yang sangat dibutuhkannya itu malah tak kunjung menjawab panggilannya sedari tadi.Kesal! Dimas sungguh sangat kesal, karena ia sudah tak sabar lagi!Rahangnya mengeras, di saat setiap kali benaknya mengingat tangisan Nara. Hatinya terasa tersayat, di setiap kali ia mengingat ekspresi ketakutan istrinya itu. Ia takut dengan apa yang telah dikhawatirkan oleh istrinya tersebut, terlebih segala pemeriksaan dokter ta