Share

8. Putus Asa

Mendengar ucapan Andra yang seperti petir di siang hari, Kayla hanya bisa menggeleng lemah.

"Mas, kamu menceraikan aku tanpa berpikir panjang lagi hanya karena wanita murahan seperti itu?"

Mata Andra langsung menatap nyalang ke arah Kayla. "Sudah berapa kali kukatakan, jangan menganggap Adelia wanita seperti itu, Kay! Sekarang kita sudah tidak punya hubungan apa pun lagi, dan ingat, Adelia itu istriku."

"Istri?" Satu pertanyaan itu lolos dari bibir Kayla dengan hati yang hancur berkeping-keping. "Jadi, kalian sudah menikah di belakangku? Itu sebabnya kamu tidak terima aku mengatai kalian berzina? Kalau seperti itu kenapa kamu masih meminta izinku untuk menjadikan dia seorang madu, Mas?!" teriak Kayla putus asa.

Andra sudah mencuranginya sejauh ini, dan Kayla masih berusaha menganggap jika suaminya tidak mungkin sejahat itu.

"Silakan kemasi barang-barangmu, Kay. Ini rumahku, tinggalkan tempat ini, dan semua urusan perceraian biar aku yang urus. Aku mau cepat-cepat meresmikan pernikahan dengan Adelia di mata hukum," jawab Andra tanpa rasa bersalah sama sekali. Dia tidak peduli lagi dengan semua pertanyaan yang Kayla lontarkan.

Sekarang Kayla hanya bisa menatap Andra dengan tatapan tak percaya. Dadanya terasa sesak dengan semua keputusan Andra.

Pria itu bahkan mengusirnya malam ini juga, tanpa peduli bagaimana nasib Kayla di malam hari yang tidak tau arah tujuan.

Rasa ketidakpedulian Andra, benar-benar terasa seperti garam yang ditabur di atas luka yang masih basah. Perih.

***

Kayla benar-benar tidak punya arah dan tujuan. Mau tidur di mana dia malam ini setelah Andra mengusirnya tanpa rasa belas kasih.

Pergi ke kost Alana? Rasanya itu tidak mungkin. Kayla tidak mau merepotkan Alana malam-malam begini.

Kembali ke panti? Apa kata Bu Arumi nanti? Kayla tidak punya tenaga lagi jika harus menjelaskan banyak hal, atas pertanyaan yang akan dia terima.

Kayla melepaskan gagang koper yang dia pegang, dan duduk di halte bus dengan amarah yang masih tinggal di hati.

Lagi dan lagi, pertanyaan konyol muncul dalam benaknya. Kenapa Andra bisa setega ini?

Kayla menundukkan wajah dan mengusap air mata dengan kasar. Dia benci karena masih menangisi kejahatan pria sebejat Andra.

"Jangan menangis, Kay. Semua tidak akan berubah hanya karena kamu terus menangis. Bukankah sejak dulu, kamu sudah terbiasa dengan kesendirian?" batin Kayla pilu.

Mungkin di dunia ini, hanya dia seorang anak yatim piatu yang tidak ingat apa pun, pada masa lalunya. Kayla benar-benar sebatang kara setelah ini.

Mata besar milik wanita itu mendongak, ketika mendengar suara rintik hujan yang jatuh. Bahkan, langit pun ikut menangis atas nasih buruknya.

"Aku tidak ingin hidup lagi." Wanita itu berdiri dengan perasaan hampa.

Kenapa Tuhan tidak pernah membiarkan Kayla bahagia sebentar saja? Kenapa Dia harus mengambil Andra yang sangat Kayla percayai?

Dalam rintik hujan yang jatuh, Kayla terus berjalan. Dia tidak peduli dengan tubuhnya yang sudah basah. Kayla hanya ingin berjalan, dan berharap setelah ini dia tidak akan membuka mata lagi.

Sementara itu, di tempat lain Sagara menatap ke luar dinding kaca kafe tempat dia duduk bersama dengan kedua temannya.

"Lo datang nggak kasih kabar ke Daffa, Ga? Anak itu marah-marah terus dari tadi." Devan menatap Sagara yang hanya diam dengan menatap ke arah luar.

"Tau tu, Saga. Adiknya sendiri malah dicuekin. Udah tau si Daffa sensian!"Alex juga menimpali perkataan Devan.

Mendengar ocehan kedua temannya, Sagara hanya bisa menghembuskan napas dengan wajah kesal.

"Gue belum mau ketemu Daffa. Lebih tepatnya ketemu sama bokapnya."

"Lah bokapnya kan om lo juga."

Sagara mengetuk kepala Alex dengan mata mendelik. "Udah, deh, jangan bahas dia lagi. Lagian gue udah telepon si Daffa juga tadi."

"Oke-oke. Mood si Tuan Saga udah ambyar. Jangan diperpanjang lagi, bisa-bisa dia cabut!" ujar Devan yang langsung membuat Alex terdiam saat ingin menyela ucapan Sagara.

Sagara mengangguk setuju. Pria itu segera mengambil gelas berisi kopinya yang masih panas, dan sangat cocok dengan cuaca dingin di luar.

"Lo bakalan stay di sini, atau balik ke Belanda lagi, Ga?" tanya Alex lagi yang membuat Sagara kembali menoleh.

"Balik ke Belanda lagi, tapi nanti setelah semua urusan gue selesai di sini."

Sagara kembali menatap hujan yang turun lebat di luar sana. Dia suka hujan, itu mengapa Sagara tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari rintik air yang jatuh dari langit itu.

"Gila ya itu cewek!" Alex tampak menggeleng tak percaya saat melihat seorang wanita berjalan di tengah hujan. "Hujan-hujan begini bukannya pulang masih aja keluyuran."

"Cari mangsa kali!" imbuh Devan tanpa melihat apa yang Alex lihat. Pria itu terlalu sibuk dengan ponselnya.

Berbeda dengan Sagara yang merasa penasaran. Detik itu juga, dia langsung mengalihkan tatapannya pada seorang wanita yang sekarang sudah berdiri di seberang jalan raya.

Sayangnya, Sagara tidak bisa melihat wajah wanita itu dengan jelas.

"Cewek zaman sekarang kalau putus cinta bawaannya. langsung pengen bunuh diri. Padahal dia cuma ngancam doang." Alex tampak menggelengkan kepalanya dengan ekspresi geli. Dia kembali menyeruput kopi miliknya.

Sagara tidak peduli lagi dengan celotehan Alex dan juga Devan. Dia hanya terfokus dengan wanita berpakaian perawat rumah sakit yang tampak tak asing.

Wanita itu berdiri di pinggir jalan dengan tatapan hampa, dan saat dia mendongakkan wajahnya, Sagara langsung tahu siapa wanita yang sedang dibicarakan oleh kedua temannya.

"Mau ke mana lo, Ga?" tanya Alex saat melihat Sagara berdiri.

Sagara tidak mengindahkan pertanyaan yang Alex lontarkan. Pria itu berlari keluar, menerobos hujan, dan berteriak saat wanita itu tiba-tiba saja menyebrangi jalanan yang ramai.

"Kayla!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status