Mendengar ucapan Andra yang seperti petir di siang hari, Kayla hanya bisa menggeleng lemah.
"Mas, kamu menceraikan aku tanpa berpikir panjang lagi hanya karena wanita murahan seperti itu?" Mata Andra langsung menatap nyalang ke arah Kayla. "Sudah berapa kali kukatakan, jangan menganggap Adelia wanita seperti itu, Kay! Sekarang kita sudah tidak punya hubungan apa pun lagi, dan ingat, Adelia itu istriku." "Istri?" Satu pertanyaan itu lolos dari bibir Kayla dengan hati yang hancur berkeping-keping. "Jadi, kalian sudah menikah di belakangku? Itu sebabnya kamu tidak terima aku mengatai kalian berzina? Kalau seperti itu kenapa kamu masih meminta izinku untuk menjadikan dia seorang madu, Mas?!" teriak Kayla putus asa. Andra sudah mencuranginya sejauh ini, dan Kayla masih berusaha menganggap jika suaminya tidak mungkin sejahat itu. "Silakan kemasi barang-barangmu, Kay. Ini rumahku, tinggalkan tempat ini, dan semua urusan perceraian biar aku yang urus. Aku mau cepat-cepat meresmikan pernikahan dengan Adelia di mata hukum," jawab Andra tanpa rasa bersalah sama sekali. Dia tidak peduli lagi dengan semua pertanyaan yang Kayla lontarkan. Sekarang Kayla hanya bisa menatap Andra dengan tatapan tak percaya. Dadanya terasa sesak dengan semua keputusan Andra. Pria itu bahkan mengusirnya malam ini juga, tanpa peduli bagaimana nasib Kayla di malam hari yang tidak tau arah tujuan. Rasa ketidakpedulian Andra, benar-benar terasa seperti garam yang ditabur di atas luka yang masih basah. Perih. *** Kayla benar-benar tidak punya arah dan tujuan. Mau tidur di mana dia malam ini setelah Andra mengusirnya tanpa rasa belas kasih. Pergi ke kost Alana? Rasanya itu tidak mungkin. Kayla tidak mau merepotkan Alana malam-malam begini. Kembali ke panti? Apa kata Bu Arumi nanti? Kayla tidak punya tenaga lagi jika harus menjelaskan banyak hal, atas pertanyaan yang akan dia terima. Kayla melepaskan gagang koper yang dia pegang, dan duduk di halte bus dengan amarah yang masih tinggal di hati. Lagi dan lagi, pertanyaan konyol muncul dalam benaknya. Kenapa Andra bisa setega ini? Kayla menundukkan wajah dan mengusap air mata dengan kasar. Dia benci karena masih menangisi kejahatan pria sebejat Andra. "Jangan menangis, Kay. Semua tidak akan berubah hanya karena kamu terus menangis. Bukankah sejak dulu, kamu sudah terbiasa dengan kesendirian?" batin Kayla pilu. Mungkin di dunia ini, hanya dia seorang anak yatim piatu yang tidak ingat apa pun, pada masa lalunya. Kayla benar-benar sebatang kara setelah ini. Mata besar milik wanita itu mendongak, ketika mendengar suara rintik hujan yang jatuh. Bahkan, langit pun ikut menangis atas nasih buruknya. "Aku tidak ingin hidup lagi." Wanita itu berdiri dengan perasaan hampa. Kenapa Tuhan tidak pernah membiarkan Kayla bahagia sebentar saja? Kenapa Dia harus mengambil Andra yang sangat Kayla percayai? Dalam rintik hujan yang jatuh, Kayla terus berjalan. Dia tidak peduli dengan tubuhnya yang sudah basah. Kayla hanya ingin berjalan, dan berharap setelah ini dia tidak akan membuka mata lagi. Sementara itu, di tempat lain Sagara menatap ke luar dinding kaca kafe tempat dia duduk bersama dengan kedua temannya. "Lo datang nggak kasih kabar ke Daffa, Ga? Anak itu marah-marah terus dari tadi." Devan menatap Sagara yang hanya diam dengan menatap ke arah luar. "Tau tu, Saga. Adiknya sendiri malah dicuekin. Udah tau si Daffa sensian!"Alex juga menimpali perkataan Devan. Mendengar ocehan kedua temannya, Sagara hanya bisa menghembuskan napas dengan wajah kesal. "Gue belum mau ketemu Daffa. Lebih tepatnya ketemu sama bokapnya." "Lah bokapnya kan om lo juga." Sagara mengetuk kepala Alex dengan mata mendelik. "Udah, deh, jangan bahas dia lagi. Lagian gue udah telepon si Daffa juga tadi." "Oke-oke. Mood si Tuan Saga udah ambyar. Jangan diperpanjang lagi, bisa-bisa dia cabut!" ujar Devan yang langsung membuat Alex terdiam saat ingin menyela ucapan Sagara. Sagara mengangguk setuju. Pria itu segera mengambil gelas berisi kopinya yang masih panas, dan sangat cocok dengan cuaca dingin di luar. "Lo bakalan stay di sini, atau balik ke Belanda lagi, Ga?" tanya Alex lagi yang membuat Sagara kembali menoleh. "Balik ke Belanda lagi, tapi nanti setelah semua urusan gue selesai di sini." Sagara kembali menatap hujan yang turun lebat di luar sana. Dia suka hujan, itu mengapa Sagara tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari rintik air yang jatuh dari langit itu. "Gila ya itu cewek!" Alex tampak menggeleng tak percaya saat melihat seorang wanita berjalan di tengah hujan. "Hujan-hujan begini bukannya pulang masih aja keluyuran." "Cari mangsa kali!" imbuh Devan tanpa melihat apa yang Alex lihat. Pria itu terlalu sibuk dengan ponselnya. Berbeda dengan Sagara yang merasa penasaran. Detik itu juga, dia langsung mengalihkan tatapannya pada seorang wanita yang sekarang sudah berdiri di seberang jalan raya. Sayangnya, Sagara tidak bisa melihat wajah wanita itu dengan jelas. "Cewek zaman sekarang kalau putus cinta bawaannya. langsung pengen bunuh diri. Padahal dia cuma ngancam doang." Alex tampak menggelengkan kepalanya dengan ekspresi geli. Dia kembali menyeruput kopi miliknya. Sagara tidak peduli lagi dengan celotehan Alex dan juga Devan. Dia hanya terfokus dengan wanita berpakaian perawat rumah sakit yang tampak tak asing. Wanita itu berdiri di pinggir jalan dengan tatapan hampa, dan saat dia mendongakkan wajahnya, Sagara langsung tahu siapa wanita yang sedang dibicarakan oleh kedua temannya. "Mau ke mana lo, Ga?" tanya Alex saat melihat Sagara berdiri. Sagara tidak mengindahkan pertanyaan yang Alex lontarkan. Pria itu berlari keluar, menerobos hujan, dan berteriak saat wanita itu tiba-tiba saja menyebrangi jalanan yang ramai. "Kayla!"Kayla mendongakkan wajah, merasakan setiap rintik hujan yang membasahi tubuh. Hujan ini terasa begitu damai. Akankah ini menjadi hujan terakhir bagi Kayla? Pikiran Kayla benar-benar buruk. Wanita itu tidak tahu tujuan hidupnya lagi sekarang, setelah dihancurkan oleh Andra menjadi butiran debu. Mata wanita itu menatap--menerawang ke arah lalu lalang lalu lintas yang tampak ramai. Kendaraan banyak yang mengebut karena hujan yang semakin deras. Tanpa banyak berpikir lagi, kaki Kayla melangkah ke depan. Mungkin ini akan benar-benar menjadi hujan terakhirnya. Namun, saat wanita itu berdiri di tengah jalan, tiba-tiba saja sepasang tangan besar menariknya dengan keras, menuju pinggiran. "Kamu gila!" bentak pemilik tangan yang membuat Kayla langsung menengadahkan pandangannya. "Tuan Saga," panggil Kayla dengan mata mendelik. Dia terkejut. "Kamu punya otak itu dipakai, Kayla! Apa kamu nggak berpikir bagaimana perasaan orang yang nggak sengaja nabrak kamu di jalanan n
"Kayla!" panggil Bu Arum terpekik saat melihat Kayla berdiri basah kuyup di depan pintu. Waktu sudah hampir tengah malam, dan wanita paruh baya itu tidak tau alasan apa yang membawa Kayla sampai ke sini. "Rico!" panggil Bu Arum dengan berteriak. Dia segera membawa Kayla masuk. "Kamu kenapa, Nak? Rico, cepat ambil handuk! Kak Kayla kebasahan." Tidak lama setelah itu, seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun berlari, diikuti oleh beberapa anak lainnya dengan membawa handuk yang Bu Arum minta. Bu Arum tidak banyak bertanya. Dia segera membantu Kayla dengan cara mengeringkan rambut wanita itu yang sudah basah. Melihat mata Kayla yang sembab, wanita paruh baya itu sudah tahu jika ada yang tidak beres. "Kak Kayla kenapa, Bu?" "Kalian masuk aja, dan tidur lagi. Kak Kayla cuma kecapekan." Tidak ada bantahan. Anak-anak itu segera kembali masuk ke dalam kamar setelah melihat Kayla hanya diam saja. "Kayla--" "Aku boleh menginap di sini, Bu?" tanya Kayla yang pada ak
Sagara bisa lepas dari rencana perjodohan sialan itu berkat kebohongannya. Sekarang masalah lain timbul, dan memaksa Sagara harus memutar otak untuk memenuhi permintaan Sang kakek. "Kamu punya pacar?" Sagara mengangguk cepat. Dia sama sekali tidak gugup seolah sudah terbiasa berbohong. "Kalau begitu, bawa dia kemari. Baru aku percaya kalau kamu sudah punya pacar." "Tapi, Kek," keluh Sagara yang langsung terkejut dengan permintaan Tuan Wisnu. "Kalau kamu menolak, aku anggap berbohong. Bawa dia kemari, dan aku baru akan berhenti merencakan perjodohan ini." Sagara meremas rambutnya dengan gusar. Sekarang dia harus mencari wanita yang mau menjadi pacar bohongan. Sebab pada kenyataannya, Sagara tidak punya seorang kekasih yang bisa dia kenalkan kepada Tuan Wisnu. Bagaimana mau punya kekasih? Sagara baru tiba sehari di sini. "Sialan!" Pria itu memukul kemudi mobilnya dengan kesal. Di saat yang bersamaan, ponselnya bergetar menandakan ada pesan yang masuk. Daffa
Plak! Suara tamparan itu terdengar nyaring hingga membuat perhatian beberapa orang teralihkan, begitu juga dengan Sagara. Pria itu langsung berbalik dan menatap Andra yang sedang memegang pipi dengan tatapan yang tak bisa dibaca. Hanya tangan pria itu yang tampak mengepal kuat. "Alana, beraninya kamu!" bentak Andra dengan wajah merah menahan malu. "Dasar laki-laki brengsek! Jadi, selama ini kamu selingkuh di belakang Kayla? Apa jangan-jangan Kayla tidak masuk karena sudah tahu semua ini?" sinis Alana dia menatap wanita yang berdiri congkak di samping Andra. "Dan kamu ... dasar wanita nggak tau malu! Pelakor!" "Alana, jaga ucapan kamu. Dia bukan pelakor, dia istriku. Lagipula aku dan Kayla sudah memutuskan untuk berpisah." Lagi-lagi Alana dibuat terkejut dengan ungkapan Andra yang terkesan tak tau malu. "Berpisah? Oh, sialan! Kalian berdua benar-benar brengsek, nggak tau malu." "Alana--" Tangan Andra terangkat ke udara ingin membalas perkataan Alana, tetapi tidak j
"Akhirnya ketemu," ucap Sagara pelan. Dia tidak peduli dengan keterkejutan di wajah Kayla. "Tuan, ba-bagaimana bisa Anda ada di sini?" Kayla mengusap kasar pipinya, dan langsung berdiri hendak membungkukkan tubuh sebagai tanda hormat, tetapi Sagara mencegah dengan duduk langsung di samping Kayla. "Kamu tidak masuk kerja seminggu ini. Apa kamu tidak tau ada pemeriksaan di rumah sakit?" Sagara menoleh, dan dia terdiam sesaat saat melihat mata Kayla yang masih tampak terkejut. "Saya ... ingin mengajukan pengunduran diri. Bagaimana Tuan tau saya ada di sini?" Kening Kayla masih tampak berkerut, kebingungan. Kenapa Sagara tiba-tiba saja ada di depan matanya? Lantas, dari mana pria itu tahu dia ada di sini? Sagara kembali menatap lurus ke depan. Melihat anak-anak yang sedang bermain dengan riang gembira. Selama beberapa hari ini, dia sudah berusaha mencari Kayla ke mana-mana, dan akhirnya Sagara berhasil menemukan keberadaan wanita itu. "Tuan, saya butuh penjelasan agar
Kayla tertawa begitu mendengar syarat yang diajukan oleh Sagara. Menikah? Terdengar mustahil. Bagaimana dia bisa menikah dengan orang yang baru dikenal? "Kamu butuh kekuasaan untuk membalaskan rasa sakit hatimu, Kayla. Menjadi Nyonya Dewanta bukan pilihan yang buruk." Seketika tawa Kayla terhenti. Dia menatap Sagara dengan saksama. Perkataan pria itu benar. Sagara kembali menatap wajah sendu Kayla dengan lekat. Mata besar dengan bulu mata lentik itu benar-benar tidak pernah bisa pergi dari bayangan Sagara sejak mereka bertemu. "Pernikahan kontrak. Ini adalah perjanjian yang saling menguntungkan, Kayla. Setelah mendapatkan gelar Nyonya Dewanta, kamu bisa membalaskan rasa sakitmu kepada pria itu." "Lalu apa yang akan Tuan dapatkan?" Sagara terdiam sejenak. "Aku akan terbebas dari perjodohan." "Perjodohan?" "Ya, aku tidak suka dengan hal seperti itu," jawab Sagara tenang. "Kamu tau aku tinggal di negara bebas, dan aku tidak suka dengan ikatan seperti itu." "Kal
"Apa itu sangat penting?" Sagara tidak menjawab pertanyaan yang Kayla lontarkan. Pria itu justru kembali bertanya yang mana membuat Kayla kebingungan. "Saya rasa ... tidak terlalu," ucap Kayla pada akhirnya. Dia memilih untuk melanjutkan perbincangan mereka. Kayla segera mengambil surat kontrak yang sudah selesai mereka tandatangani. "Kalau begitu, saya permisi dulu, Tuan. Saya harus kembali ke panti." "Tunggu dulu, Kayla!" Sagara ikut berdiri saat melihat Kayla berdiri. Pria itu memanggil pelayan untuk membayar pesanan mereka, dan setelah selesai Sagara kembali menatap Kayla yang sejak tadi setia menunggunya. "Tuan ingin saya melakukan sesuatu lagi?" Sagara mengangguk. "Bulan depan kamu harus bertemu dengan keluarga saya." Wajah Kayla tampak terkejut dengan permintaan Sagara yang tiba-tiba. "Bertemu dengan keluarga Anda? Apa itu tidak terlalu cepat, Tuan? Lagi pula saya tidak tahu apakah putusan perceraian sudah keluar dari pengadilan?" "Aku hanya ingin mengenalkan
Sagara benar-benar menepati ucapannya. Pria itu datang kembali setelah satu minggu berlalu. Dia akan menagih janji Kayla yang akan pindah dari panti hari ini. Tentu saja, kedatangan Sagara membuat bu Arum terkejut. Apalagi saat Sagara mengutarakan niatnya untuk menjadi donatur tetap di panti ini. “Tuan serius ingin menjadi donatur panti?” tanya bu Arum tak percaya. Wanita paruh baya itu bahkan sampai berkaca-kaca karena terlalu senang. Akhirnya, panti yang dia dirikan sejak dulu akan punya masa depan yang jelas. Sagara mengangguk dengan senyum tipis. “Saya serius, Bu.” “Terima kasih kalau begitu, Tuan. Saya merasa sangat bahagia karena akhirnya ada malaikat yang mau menolong kami semua di sini.” Bu Arum meraih tangan Sagara dan menggenggamnya dengan kuat sebagai ucapan terima kasih, bahkan sampai ingin mencium tangan pria itu sebelum Sagara menolaknya. “Panggil saya Saga saja, Bu, dan jangan mencium tangan saya seperti ini. Saya lebih muda dari Ibu.” “Terima