Pria muda itu dengan susah payah mengangkat kepalanya, matanya penuh dengan rasa sakit dan putus asa. "Tolong ... tolong selamatkan adik perempuanku. Mereka ... mereka menculiknya."Hatinya berdetak kencang mendengar permintaan bantuan itu. Tanpa ragu, Ryan setuju untuk membantu. "Tentu, aku akan membantumu. Jadi, Ke arah mana mereka membawa adikmu pergi?"Dengan susah payah, pria muda itu mengarahkan Ryan ke tempat terpencil yang ia yakini sebagai tempat di mana para penculik menahan sementara korbannya. Saat Ryan tiba di sana, ia agak sedikit terkejut oleh apa yang ia temukan.Tempat itu adalah gubuk tua yang tampak seperti tempat yang terlupakan oleh waktu. Pintu kayu lapuknya terbuka sedikit, dan dari celah tersebut, cahaya redup memancar keluar, menerangi tanah yang kering di sekitarnya. Ryan mengamati gubuk itu dengan hati-hati, merasakan bahwa ada aktivitas manusia di dalam gubuk terbengkalai tersebut..Namun, sebelum Ryan bisa lebih jauh memikirkan hal itu, ia melihat empat pr
Teriakan itu membuat tiga orang lainnya terkejut. Mereka tampak sedikit ketakutan melihat semua ini."A-apa yang kamu lakukan pada Pros?!""Hee~ jadi nama orang ini Pros?" Ryan terus tersenyum hingga matanya tampak segaris. "Aku tidak melakukan apa-apa, hanya sedikit menyentuh bahunya.""Jangan bohong!""Benar! Tidak mungkin menyentuh saja akan membuatnya seperti itu!""Kamu pasti meretakkan tulangnya!"Ketiganya tidak percaya pada ucapan Ryan. Padahal apa yang dikatakan Ryan adalah fakta. Ryan tidak melakukan apa-apa terhadap Pros. Namun ia merasa kesakitan karena sensitivitas saraf di sekujur tubuhnya telah ditingkatkan hingga batas maksimal.Karena tiga orang lainnya tidak percaya, Ryan pun mulai menyentuh bagian tubuh mereka satu persatu. Jeritan demi jeritan terdengar keras dari gubuk tersebut, memenuhi suasana malam yang hening.Setelah puas memberi mereka pelajaran, Ryan mulai mengajukan pertanyaan pertama tanpa mempedulikan tatapan penuh kebencian dan ketakutan yang ditujukan
Deru mesin kendaraan semakin dekat, hingga berhenti tepat lima meter di depan pintu gubuk yang retak-retak. Sorotan lampu mobil menerangi area sekitar, mengungkapkan sebuah mobil yang penuh dengan orang-orang berjas hitam, berbadan tegap, dan wajah penuh kekejaman. Penampilan mereka jauh berbeda dengan keempat preman sebelumnya. Mereka jauh lebih rapi, tidak seperti seorang preman, melainkan seperti kumpulan anggota mafia. Mereka adalah kawanan penculik, yang ternyata datang untuk menaruh korban yang ditahan di dalam mobil ke dalam gubuk.Sorya, seorang pria yang tampak lebih tua dan berpengalaman, memimpin kelompok kecil ini. Namun, ketika mereka merasa tidak ada aktivitas dari keempat penjaga yang seharusnya menjaga gubuk, raut wajahnya menjadi tegang. "Tunggu! Ini aneh!" Sorya mengawasi sekeliling, namun ia tidak menemukan petunjuk yang berarti. "Kemana Pros, Sokhem, Chan, dan Narith pergi?"Meskipun Sorya merasa ada sesuatu yang mengganjal, tapi kesepuluh anak buahnya hanya meng
"A-apa?!" Sorya yang sedang terbaring di tanah, menatap tajam Ryan dengan nafas yang berat. "Beraninya kamu meremehkanku!"Sorya kemudian bangkit dan mengambil sebutir pil dari kantongnya. Tanpa ragu, ia langsung menelannya. Seketika itu juga, aura berwarna gelap menyeruak keluar dari tubuhnya.Melihat pil yang ditelan Sorya, mengingatkan Ryan akan pertarungannya dengan Darany. "Pil apa itu sebenarnya? Kenapa pil itu dapat membuat orang yang mengkonsumsinya memiliki kekuatan aneh?"Di depan Ryan, Sorya merasa tubuhnya sangat ringan, seakan-akan ia sedang melayang. Bidang penglihatannya pun jauh lebih jelas dan luas dari biasanya. Pikiran Sorya juga jauh lebih segar, sehingga wajahnya kini tampak menunjukkan ekspresi ekstasi."Aku tidak menyangka, NTZ-456 memberikan efek semenakjubkan ini." Sorya tertawa seraya menatap Ryan dengan pandangan penuh semangat. "Dan kau, akan merasakan kekuatanku yang terbangun berkata obat ini!"Detik berikutnya, kedua mata Sorya memancarkan cahaya kuning
Wanita berambut panjang tersebut terkejut dengan cengkraman kuat itu. Ia kemudian menoleh dan melihat Ryan yang entah sejak kapan muncul di sampingnya. 'Apa aku ketahuan?' batinnya.Wanita berdandanan seronok tersebut segera menyembunyikan kegelisahannya dan tersenyum centil, "Apakah Tuan berminat menggunakan jasa saya?"Mendapat tatapan menggoda tersebut, ekspresi Ryan sama sekali tidak berubah. "Apa kau akan menghubungi Noreaksey?""A-apa maksud Tuan? Siapa Noreaksey?" ucap wanita tersebut pura-pura tidak tahu."Hee …" Ryan tersenyum dan berkata, "Tidak ada yang bisa berbohong di depanku."Sophea merintih kesakitan saat cengkraman tangan Ryan semakin erat. Pada saat yang sama, Ryan juga menyuntikkan energi Qi-nya ke dalam tubuhnya. Energi Qi yang masuk ini menciptakan sensasi sakit yang tajam dan menusuk, membuatnya hampir tidak bisa bernafas. Tatapannya penuh ketakutan dan kepanikan, tapi Ryan hanya menatapnya dengan mata dingin, tanpa belas kasihan."Katakan padaku, siapa kau seben
Ryan berhenti dan mendekati mobil itu dengan hati-hati. Saat dia membuka pintunya, dia terkejut melihat dua orang wanita dan dua orang pria terikat dan terbungkus kain di dalamnya. Wanita-wanita itu terlihat ketakutan, sedangkan pria-pria itu tampak lemas dan tidak sadarkan diri. Ryan dengan cermat melepaskan mereka dari ikatan mereka. "Sudah aman sekarang," ucap Ryan dengan senyum hangat. "Kalian baik-baik saja?"Keempat orang tersebut mengangguk dengan sedikit ragu. Salah satu wanita bertubuh pendek dengan rambut sebahu kemudian berkata dengan nada penuh terima kasih. "Terima kasih Mas telah menyelamatkan kami." "Perkenalkan, namaku Winnie, dan di sebelahku ini Ratna, Chandra, dan Laksmana," ucapnya sembari menunjuk ke teman-temannya yang masih dalam keadaan sedikit terkejut."Terima kasih Mas," sahut Ratna, Chandra, dan Laksmana sembari menundukkan kepalanya."Tidak masalah, kebetulan saja aku sedang punya masalah dengan Geng Black River. Dari nama kalian, apakah kalian turis as
Kota Phnom Penh, ibukota Kamboja, semakin tenggelam dalam kegelapan malam yang pekat. Di balik tirai malam, rahasia-rahasia gelap dan kisah-kisah kelam mungkin takkan pernah terungkap sepenuhnya. Di bawah cahaya remang-remang lampu jalan yang redup, sebuah kelompok kecil melintasi jalan-jalan kota yang semakin sepi, membawa beban cerita masing-masing dalam hati.Arunny, wanita muda dengan mata berbinar dan tekad yang teguh, memimpin langkah mereka dengan langkah pasti. Di sekelilingnya, Ryan dan keempat turis yang menjadi korban penculikan sebelumnya, mengikuti langkahnya dengan hati-hati. Kota ini tak sama seperti kota yang pernah mereka lihat sebelumnya; ini adalah wajah gelap yang mungkin tak terlihat oleh para wisatawan yang datang untuk menikmati kemegahan sejarah dan keindahan arsitektur.Mereka melangkah melewati gang-gang sempit yang kelam dan gelap. Bangunan-bangunan kumuh berjejer di kedua sisi, dengan dinding-dinding yang terlihat lapuk dan lelah. Lampu-lampu temaram yang t
Keesokan harinya, sinar matahari yang lembut menyelinap masuk ke dalam kamar hotel yang Ryan tempati. Ini adalah kamar hotel yang sangat mewah, karena kamar yang Ryan tempati saat ini adalah kamar bertipe President Suite, tipe tertinggi dna termewah di hotel Hyatt ini Saat Ryan masih terlelap dalam tidurnya, suara ketukan lembut terdengar dari pintu kamar. Menggosok matanya, Ryan menggeliat dan segera bangun, berjalan menuju pintu untuk membukanya. Dari balik pintu, Ryan menemukan dua wajah tersenyum yang familiar."Winnie, Ratna? Selamat pagi!" sapa Ryan dengan suara sedikit serak karena tidurnya. Namun, senyuman hangat langsung terpancar di wajahnya ketika ia melihat dua mahasiswi cantik itu berdiri di ambang pintu."Selamat pagi, Ryan!" Winnie menjawab dengan penuh semangat. Suaranya yang riang memecah keheningan pagi di dalam kamar. "Kami berpikir mungkin kami boleh bermain-main mengunjungi kamarmu?"Ryan mengangguk sambil tersenyum, mengundang keduanya untuk masuk. Mereka berdua