Hari baru tiba.Febriella akhirnya memutuskan untuk pura-pura mengunjungi kantor Adinata Group dan berhasil menemui Darvis.Tentu saja dengan mudah Shadow sudah mendapatkan rekaman pembicaraan mereka. Terlihat jelas dalam nada suara kedua peselingkuh itu, bahwa mereka sangat panik.Dan sepertinya, Darvis ini punya cukup banyak relasi, sehingga bisa menjanjikan Febriella bahwa masalah ini akan lenyap seperti tidak pernah ada.“Sepertinya kita harus bertindak cepat untuk mendapatkan sample darah Darvis. Apa kita harus melakukan seperti kemarin, Nona?” tanya Javier.Visha menangkap nada yang kurang setuju dari Javier, kalau mereka menggunakan cara sebelumnya untuk mendapatkan sample darah untuk tes DNA itu.Tentu saja sepanjang hari setelah kejadian itu, Javier terus saja mengoceh pada Madoka mengenai ‘gangguan’ yang ia terima dari Chie-chan dan Mi-chan.Untungnya, menurut Javier, Mi-chan masih lebih sopan ketimbang Chie-chan yang menghalalkan segala cara supaya bisa jatuh ke dalam peluk
“Kau … uhm, bisa duduk di … uhm, maksudku … kau berdiri saja senyamanmu.”Ucapan Shadow itu membuat Javier ingin menjungkir-balikkan semua meja yang ada di dekatnya. Tapi suara Visha tiba-tiba terdengar di telinga kirinya—keluar dari anting berbeda, “Jangan terlalu jauh, Jav.”Hanya suara itu yang bisa menahan emosinya. Ia pun memutuskan untuk mengambil segelas koktail leci yang berada di atas nampan seorang pelayan bar.Sementara itu Visha yang sudah nyaman duduk di tempatnya, menyesap koktail yang tidak akan membuatnya mabuk. Shadow sudah memastikan.Tak lama bagi Visha—yang sudah berdandan dengan pakaian menggoda, membuat Darvis mendekatinya.Pria hidung belang itu sedang sangat membutuhkan seseorang untuk bisa melepaskan penatnya setelah pembicaraan menakutkan pagi tadi dengan Febriella.“Hey, Nona manis. Apa enak minum sendirian di hari-hari seperti ini?” sapa Darvis sambil menggeser bokongnya mendekat ke kursi di sebelah Visha.“Uhm … yeah. Aku hanya sedang penat. Aku hanya in
“Italia.” Adalah jawaban Javier atas pertanyaan Visha kemarin malam, dalam perjalanan pulang.Tadinya Visha berpikir ia akan tinggal di Indonesia saja, tapi karena jawaban dan penjelasan Javier, wanita itu jadi mempertimbangkan ulang keinginannya.‘Dan lagi Ayah juga sudah cukup tua. Ada baiknya aku terus berada di sisinya.’ Visha menetapkan niatnya, dalam hati.Hari ini, semua bukti sudah berada di tangan Visha dan siap untuk diluncurkan.Shadow pun sudah bersiap di dekat gedung Adinata Group. Karena tugas ini, Shadow sudah beberapa kali bolak-balik Jakarta-Italia.Mereka berencana akan mengeksekusi rencana pembongkaran perselingkuhan pada saat kondisi gedung cukup ramai.Menurut info yang didapat, hari ini Raffael mengundang klien yang cukup signifikan, datang mengunjungi kantor Adinata.“Aku sudah siap. Javier, berikan aba-aba supaya aku bisa mengganti semua layar di gedung Adinata dengan materi yang sudah kusiapkan.” Shadow terdengar sangat antusias.“Yeah. Kita bereskan hari ini,
“Apa alat rekam itu juga bisa mengambil video?” tanya Visha pada Madoka, yang masih mendengarkan semua respon baik dari Raffael dan Darvis yang ada di kantor maupun Gregorry dan Febriella yang ada di rumah.Madoka pun mengangguk, bukan untuk mengiyakan pertanyaan Visha, tapi memberi tanda bahwa ia akan menanyakannya pada Shadow dan Javier.“Shad, Nona menanyakan fungsi alat rekam yang diletakkan di rumah keluarga Adinata, apa bisa merekam video?”Kekehan Shadow pun terdengar menggema di telinga Visha dan Madoka. “Aku sudah mengaktifkannya, kalau-kalau mendapatkan video yang bisa menambah panas berita mengenai mereka. Tenang, Nona.”Mendengar itu Visha pun terkekeh. Ia memuji cara kerja sang peretas ulung itu, karena sudah mempersiapkan segala sesuatu dengan baik.“Tapi sayang, saat ini nyonya rumah sedang pingsan,” keluh Visha yang memang tidak mendapatkan visualisasi apa yang terjadi di sana, selain suara-suara saja.Tapi Shadow langsung menyela, “Saya mendapatkan video tuan rumah it
“Saat ini kami masih menunggu di depan rumah sakit, mengenai klarifikasi dari pihak dokter, yang menangani CEO Gregorry Adinata ….”Visha mendengkus geli melihat berita yang baru saja disaksikannya. Ia tidak menyangka semua itu malah akan membuat Gregorry masuk rumah sakit karena ditemukan pingsan di ruang kerjanya.“Tsk! Kalau dia masuk rumah sakit, terlalu enak untuknya. Dia malah bisa bebas dari kejaran wartawan,” keluh Madoka sambil mengisi mulutnya dengan sarapan pagi.“Nah … kurasa tidak akan lama. Begitu mendengar perusahaannya bangkrut, mungkin ia akan bertindak … atau tak sadarkan diri lagi. Bagaimana dengan perusahaan itu?” tanya Visha sambil menyuapi Dante.Hari ini adalah hari libur. Jadi, Dante tidak sekolah.“Kudengar sudah lebih dari 80% kontrak kerjasama dibatalkan. Hanya tinggal menunggu waktu bagi Adinata Group untuk tumbang.” Javier menjelaskan.Visha pun mengangguk paham. “Kalau begitu, kita masuk rencana terakhir, Jav, Madoka.”“Baik, Nona.”*** Satu minggu
117“Ini tidak mungkin. Saat itu, orang suruhan Papa mengatakan kalau Visha sudah meninggal. Tidak mungkin dia melahirkan anak itu,” ungkap Raffael dengan suara pelan.Tapi cukup jelas bagi Callista dan juga alat perekam yang diletakkan Javier dalam ruang kerja CEO Adinata itu, untuk bisa tertangkap.“Callista, apa kau punya kenalan yang bisa mencari tahu siapa yang menjadi narasumber berita ini?” tanya Raffael lagi sambil memijat keningnya yang mulai terasa pusing.Tapi Callista menggeleng. Bagaimanapun, ia hanyalah seorang sekretaris biasa. Bagaimana caranya ia bisa tahu mengenai hal-hal yang sepertinya—“Ah! Apa mungkin kita bisa minta bantuan pada IT, Tuan Raffael?” usul Callista ketika ia membayangkan bahwa apa yang diminta Raffael, mungkin berhubungan dengan peretasan data.“Hacker?” tanya Raffael mengkonfirmasi usulan Callista.Sekretaris perempuan itu mengangguk. Ia kemudian menjelaskan bahwa salah satu dari mereka punya kenalan yang berhasil menjinakkan virus yang pernah meng
“Kau mau pesan apa, hm? Tenang saja. Aku yang bayar.” Steven tersenyum tulus sambil memberikan buku menu pada Raffael.Raffael pun mengangguk sambil membuka buku menu tersebut. Sebenarnya, Raffael sudah tidak punya selera makan.Pikirannya sudah penuh dengan banyak hal. Ia seperti sedang menanti hukuman mati saja. Benar-benar tak ingin makan.“Kalau kau sedang tak selera makan, coba dessert yang manis-manis, Raff.” Steven menganjurkan sambil menunjukkan pesanannya pada sang pelayan yang berdiri di sampingnya.“Pilihkan saja dessert manis yang tak terlalu banyak, Steve. Aku sudah benar-benar tidak bisa memikirkan hal lain selain masalahku.” Raffael pun mengembalikan buku menu itu dan duduk saja menunggu Steven membereskan pesanan mereka.Saat ini mereka tengah berada di ruang VIP sebuah restoran bergaya cantonese dengan menu-menu chinesse food tentunya.“Bagaimana kondisi ayah dan ibumu?” tanya Steven memulai pembicaraan mereka.Raffael terdiam sesaat. Ia baru menyadari bahwa ia belum
"Bagaimana hasil penilaian untuk perusahaan Adinata Group, Pak Keinan?" Steven tengah menemui Keinan Dexter—direktur pelaksana Viensha Ltd. di Indonesia.Sudah hampir satu minggu lagi berlalu, sejak pertemuan Steven dengan Raffael hari itu. Hari ini, Steven mencoba peruntungannya untuk menolong sahabatnya itu.Tentu saja Keinan sudah diberitahu bahwa tujuan jangka pedek cabang perusahaan Viensha itu berdiri di Indonesia adalah untuk menjalankan rencana Visha.Namun, tidak dengan Steven. Pria muda yang sudah menjadi sahabat Raffael sejak lama itu, tidak tahu menahu bahwa semua ini memang direncanakan oleh Luca, untuk membawa nama Viensha Ltd ke depan pintu perusahaan Adinata.Departemen HRD milik Viensha Ltd tidak hanya melakukan interview seperti perusahaan-perusahaan lain. Mereka akan selalu mengecek latar belakang—yang tersembunyi sekalipun, dari setiap orang yang bekerja di sana.Dan ketika Steven melamar di Viensha, Luca cukup terkejut saat mengetahui kalau sang pelamar kerja itu