Share

Bab 6.

B-boleh," des*h Xander dengan mata yang terpejam. Buaya seperti Xander memang tidak bisa melihat barang bening seperti Clara.

"Ah, Om Xander memang sangat baik. Ternyata aku nggak salah melabuhkan hati kepada Om," Clara menyandarkan kepalanya di dada bidang Xander.

Sungguh rasanya gadis itu ingin muntah saat mencium aroma tubuh Xander yang bau nikotin serta bau alkohol. Namun, sebisa mungkin Clara menahannya sampai ia mendapatkan apa yang menjadi tujuannya ke sana.

Xander seakan dibuat terbang oleh pujian manis Clara. Ia benar-benar tak menyangka kalau putri dari temannya akan jatuh cinta kepadanya. Bukankah itu adalah anugerah terindah yang Xander dapatkan di tahun ini? Ah, ia berjanji kalau bisa mendapatkan Clara, maka ia tidak akan pernah lagi bermain wanita. Cukup Clara yang menjadi wanita satu-satunya dalam hidupnya.

"Ayo Om, kita ke sana," tangan Xander ditarik begitu saja oleh gadis cantik itu, dan membawanya ke depan pintu ruang rahasia.

"Apa harus sekarang? Kenapa nggak nanti saja dulu, Om masih mau berduaan sama kamu," Xander hendak mencium pipi Clara, namun gadis cantik itu melengos begitu saja karena tak ingin memberikan ciuman pertamanya pada pria tua macam Xander.

"Om nakal banget sih. Aku tuh cuma pengen masuk ke dalam sana, urusan mesra-mesraan bisa nanti 'kan?" ucap Clara mencari alasan. Pokoknya hari ini juga dia harus bisa mendapatkan berkas yang diminta oleh Gracio.

Ah, membayangkan wajah pria tampan itu membuat jantung Clara berdetak tak karuan. Ia sangat terpesona dengan ketampanan Gracio, apalagi Clara berpikir kalau Gracio masih bujangan.

"Baiklah, Om ambil kuncinya sebentar," gegas Xander menuju ke kursi yang di duduki barusan, kemudian mengambil sesuatu di bawah kursi tersebut.

'Oke, tempat kuncinya di sana.' Batin Clara sambil menyeringai tipis. Ia memang harus tahu tempat penyimpanan benda-benda penting di dalam sana supaya lebih lancar saat menjalankan misi selanjutnya.

Xander sama sekali tidak curiga akan maksud dan tujuan Clara ingin masuk ke dalam ruang rahasianya. Clara adalah orang pertama yang ia bawa masuk ke dalam sana, bahkan istrinya sendiri pun sama sekali tidak tahu akan tempat tersebut.

"Wah, keren banget ruangannya, Om." Seru Clara menatap takjub pada seisi ruangan itu. Ia pikir di dalam sana akan penuh dengan tumpukan buku atau berkas penting yang tersusun berantakan. Namun, ternyata dugaannya salah, justru tempat tersebut sangat indah dan rapi.

"Kamu suka?" tanya Xander seraya mendekatkan diri pada Clara.

"Hm, ini sih lebih udah kayak perpustakaan loh, Om. Apa Om suka membaca, soalnya banyak banget buku-bukunya," cicit Clara sembari berjalan menyusuri rak buku yang berdiri kokoh di hadapannya.

"Sebenarnya itu bukan buku, tapi berkas-berkas penting yang sengaja dibentuk seperti buku," terang Xander begitu entengnya.

"Wih, Om Xander emang paling keren. Boleh nggak aku lihat-lihat bukunya. Kebetulan aku suka banget baca buku," pinta Clara menatap penuh permohonan pada pria tua di hadapannya.

"Tentu saja boleh. Ambil aja apa yang mau kamu baca, asalkan baca di sini jangan dibawa pulang, oke," walau bagaimanapun Xander tidak mau jika berkas-berkas penting itu berkeliaran di luar sana.

Clara mengangguk setuju dengan syarat yang diberikan oleh Xander. Ia mencari buku keluaran tahun 1998, sesuai yang diarahkan oleh Gracio bahwa semua data penting ada di tahun itu.

Xander menatap Clara dengan kabut gairah, ia benar-benar bodoh sudah membiarkan Clara melihat satu persatu rahasia terbesarnya. Sebab ia berpikir kalau Clara tidak akan mengerti dengan data-data pada kasus di kepolisian. Ia masih mengira gadis itu masih sangat polos dan bodoh, pikirnya.

Di luar gedung, Gracio duduk gelisah di dalam mobil karena tak kunjung melihat Clara lagi setelah masuk ke sebuah ruangan bersama dengan Xander.

"Haish, semoga Xander tidak berbuat jahat terhadap Clara." Gumamnya sambil menarik rambutnya dengan perasaan tak menentu.

Tak ingin kecolongan, Gracio menghubungi ponsel Clara untuk memastikan apakah gadis itu baik-baik saja atau tidak. Panggilan pertama tidak mendapat jawaban dari seberang sana, hal tersebut semakin membuat Gracio khawatir. Ia terus menghubunginya hingga panggilan ketiga baru ada jawaban.

"Ke mana saja kau ini, kenapa lama sekali mengangkat teleponnya," cecar Gracio setelah panggilan terhubung.

Clara menjauhkan ponselnya dari telinga saat suara Gracio meninggi dan menggangu indera pendengarannya. "Apaan sih, Om. Aku lagi sibuk nih," bisik Clara karena takut kedengeran oleh Xander.

Beruntung juga Gracio meneleponnya, jika tidak sudah dipastikan kalau Xander akan berbuat mesum kepadanya tadi.

"Ck! Jangan lama-lama, waktu kita sisa sedikit. Aku tunggu 5 menit lagi kita sudah harus pergi dari tempat ini,"

"Apa! Tega banget sih Om bikin aku keburu. Mana cukup waktu segitu buat aku nyelesain semuanya," sergah Clara memberikan protes atas perintah Gracio.

"Waktumu sisa 4 menit 30 detik," cetus Gracio mengabaikan ocehan Clara.

"Dasar Om gak berperas--Tuuut!" Clara mendengus kesal saat panggilannya diputus secara sepihak oleh Gracio, bahkan ia belum selesai dengan ucapannya. "Ck! Menyebalkan!" Gerutunya sembari meletakkan ponselnya di dalam tas.

"Siapa yang menyebalkan, hum?" Clara tersentak kaget saat tangan Xander melingkar di perutnya.

"O-om. Aku lupa kalo ada janji sama temen kampus. Maaf ya, aku harus pulang sekarang juga," ucap Clara memasang wajah sedihnya supaya Xander percaya.

"Sayang sekali padahal kita belum bermesraan. Ya udah nggak apa-apa, besok Om akan mengajakmu keluar, kamu ada waktu 'kan?" Xander membelai pipi mulus Clara.

"Nggak tau ya Om, besok aku kuliah soalnya," balas Clara sembari melepaskan tangan Xander yang sejak tadi sangat tidak sopan membelai wajahnya. Gegas ia berjalan ke luar ruangan dan pergi dari markas tersebut.

"Hufh! Om ya bikin aku ngos-ngosan aja deh," gerutunya menatap marah pada pria di hadapannya.

"Sudah ngomelnya?" pertanyaan Gracio justru semakin membuat Clara kesal. Bukannya minta maaf malah bertanya seperti itu.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Gracio sama sekali tak melirik ke arah Clara sedikitpun. Ia tetap fokus pada jalanan karena takut ada yang mengikutinya, sebab ia sudah hafal betul orang macam apa Xander itu.

"Bagaimana hasilnya yang tad--" Ucapan Gracio menggantung di udara tatkala melihat Clara sudah tertidur pulas.

Apa bisa tidur secepat itu? Gracio hanya bisa menggelengkan kepala karena selalu mendapatkan fakta lain mengenai sosok Clara yang menurutnya mempunyai karakter unik.

'Dia sangat manis, lugu, dan juga polos di pikiran. Kalau sikapnya sangatlah bar-bar." Batin Gracio seraya menatap intens wajah lelap Clara. Ia menepikan mobilnya di depan rumah miliknya dan juga Violetta.

Tidak mungkin Gracio mengantarkan Clara ke rumahnya dalam keadaan tertidur. Ia merasa kasihan terhadap gadis itu yang berjuang demi mewujudkan dendam kesumatnya terhadap Xander dan Robert.

"Maaf."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status