B-boleh," des*h Xander dengan mata yang terpejam. Buaya seperti Xander memang tidak bisa melihat barang bening seperti Clara.
"Ah, Om Xander memang sangat baik. Ternyata aku nggak salah melabuhkan hati kepada Om," Clara menyandarkan kepalanya di dada bidang Xander.Sungguh rasanya gadis itu ingin muntah saat mencium aroma tubuh Xander yang bau nikotin serta bau alkohol. Namun, sebisa mungkin Clara menahannya sampai ia mendapatkan apa yang menjadi tujuannya ke sana.Xander seakan dibuat terbang oleh pujian manis Clara. Ia benar-benar tak menyangka kalau putri dari temannya akan jatuh cinta kepadanya. Bukankah itu adalah anugerah terindah yang Xander dapatkan di tahun ini? Ah, ia berjanji kalau bisa mendapatkan Clara, maka ia tidak akan pernah lagi bermain wanita. Cukup Clara yang menjadi wanita satu-satunya dalam hidupnya."Ayo Om, kita ke sana," tangan Xander ditarik begitu saja oleh gadis cantik itu, dan membawanya ke depan pintu ruang rahasia."Apa harus sekarang? Kenapa nggak nanti saja dulu, Om masih mau berduaan sama kamu," Xander hendak mencium pipi Clara, namun gadis cantik itu melengos begitu saja karena tak ingin memberikan ciuman pertamanya pada pria tua macam Xander."Om nakal banget sih. Aku tuh cuma pengen masuk ke dalam sana, urusan mesra-mesraan bisa nanti 'kan?" ucap Clara mencari alasan. Pokoknya hari ini juga dia harus bisa mendapatkan berkas yang diminta oleh Gracio.Ah, membayangkan wajah pria tampan itu membuat jantung Clara berdetak tak karuan. Ia sangat terpesona dengan ketampanan Gracio, apalagi Clara berpikir kalau Gracio masih bujangan."Baiklah, Om ambil kuncinya sebentar," gegas Xander menuju ke kursi yang di duduki barusan, kemudian mengambil sesuatu di bawah kursi tersebut.'Oke, tempat kuncinya di sana.' Batin Clara sambil menyeringai tipis. Ia memang harus tahu tempat penyimpanan benda-benda penting di dalam sana supaya lebih lancar saat menjalankan misi selanjutnya.Xander sama sekali tidak curiga akan maksud dan tujuan Clara ingin masuk ke dalam ruang rahasianya. Clara adalah orang pertama yang ia bawa masuk ke dalam sana, bahkan istrinya sendiri pun sama sekali tidak tahu akan tempat tersebut."Wah, keren banget ruangannya, Om." Seru Clara menatap takjub pada seisi ruangan itu. Ia pikir di dalam sana akan penuh dengan tumpukan buku atau berkas penting yang tersusun berantakan. Namun, ternyata dugaannya salah, justru tempat tersebut sangat indah dan rapi."Kamu suka?" tanya Xander seraya mendekatkan diri pada Clara."Hm, ini sih lebih udah kayak perpustakaan loh, Om. Apa Om suka membaca, soalnya banyak banget buku-bukunya," cicit Clara sembari berjalan menyusuri rak buku yang berdiri kokoh di hadapannya."Sebenarnya itu bukan buku, tapi berkas-berkas penting yang sengaja dibentuk seperti buku," terang Xander begitu entengnya."Wih, Om Xander emang paling keren. Boleh nggak aku lihat-lihat bukunya. Kebetulan aku suka banget baca buku," pinta Clara menatap penuh permohonan pada pria tua di hadapannya."Tentu saja boleh. Ambil aja apa yang mau kamu baca, asalkan baca di sini jangan dibawa pulang, oke," walau bagaimanapun Xander tidak mau jika berkas-berkas penting itu berkeliaran di luar sana.Clara mengangguk setuju dengan syarat yang diberikan oleh Xander. Ia mencari buku keluaran tahun 1998, sesuai yang diarahkan oleh Gracio bahwa semua data penting ada di tahun itu.Xander menatap Clara dengan kabut gairah, ia benar-benar bodoh sudah membiarkan Clara melihat satu persatu rahasia terbesarnya. Sebab ia berpikir kalau Clara tidak akan mengerti dengan data-data pada kasus di kepolisian. Ia masih mengira gadis itu masih sangat polos dan bodoh, pikirnya.Di luar gedung, Gracio duduk gelisah di dalam mobil karena tak kunjung melihat Clara lagi setelah masuk ke sebuah ruangan bersama dengan Xander."Haish, semoga Xander tidak berbuat jahat terhadap Clara." Gumamnya sambil menarik rambutnya dengan perasaan tak menentu.Tak ingin kecolongan, Gracio menghubungi ponsel Clara untuk memastikan apakah gadis itu baik-baik saja atau tidak. Panggilan pertama tidak mendapat jawaban dari seberang sana, hal tersebut semakin membuat Gracio khawatir. Ia terus menghubunginya hingga panggilan ketiga baru ada jawaban."Ke mana saja kau ini, kenapa lama sekali mengangkat teleponnya," cecar Gracio setelah panggilan terhubung.Clara menjauhkan ponselnya dari telinga saat suara Gracio meninggi dan menggangu indera pendengarannya. "Apaan sih, Om. Aku lagi sibuk nih," bisik Clara karena takut kedengeran oleh Xander.Beruntung juga Gracio meneleponnya, jika tidak sudah dipastikan kalau Xander akan berbuat mesum kepadanya tadi."Ck! Jangan lama-lama, waktu kita sisa sedikit. Aku tunggu 5 menit lagi kita sudah harus pergi dari tempat ini,""Apa! Tega banget sih Om bikin aku keburu. Mana cukup waktu segitu buat aku nyelesain semuanya," sergah Clara memberikan protes atas perintah Gracio."Waktumu sisa 4 menit 30 detik," cetus Gracio mengabaikan ocehan Clara."Dasar Om gak berperas--Tuuut!" Clara mendengus kesal saat panggilannya diputus secara sepihak oleh Gracio, bahkan ia belum selesai dengan ucapannya. "Ck! Menyebalkan!" Gerutunya sembari meletakkan ponselnya di dalam tas."Siapa yang menyebalkan, hum?" Clara tersentak kaget saat tangan Xander melingkar di perutnya."O-om. Aku lupa kalo ada janji sama temen kampus. Maaf ya, aku harus pulang sekarang juga," ucap Clara memasang wajah sedihnya supaya Xander percaya."Sayang sekali padahal kita belum bermesraan. Ya udah nggak apa-apa, besok Om akan mengajakmu keluar, kamu ada waktu 'kan?" Xander membelai pipi mulus Clara."Nggak tau ya Om, besok aku kuliah soalnya," balas Clara sembari melepaskan tangan Xander yang sejak tadi sangat tidak sopan membelai wajahnya. Gegas ia berjalan ke luar ruangan dan pergi dari markas tersebut."Hufh! Om ya bikin aku ngos-ngosan aja deh," gerutunya menatap marah pada pria di hadapannya."Sudah ngomelnya?" pertanyaan Gracio justru semakin membuat Clara kesal. Bukannya minta maaf malah bertanya seperti itu.Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Gracio sama sekali tak melirik ke arah Clara sedikitpun. Ia tetap fokus pada jalanan karena takut ada yang mengikutinya, sebab ia sudah hafal betul orang macam apa Xander itu."Bagaimana hasilnya yang tad--" Ucapan Gracio menggantung di udara tatkala melihat Clara sudah tertidur pulas.Apa bisa tidur secepat itu? Gracio hanya bisa menggelengkan kepala karena selalu mendapatkan fakta lain mengenai sosok Clara yang menurutnya mempunyai karakter unik.'Dia sangat manis, lugu, dan juga polos di pikiran. Kalau sikapnya sangatlah bar-bar." Batin Gracio seraya menatap intens wajah lelap Clara. Ia menepikan mobilnya di depan rumah miliknya dan juga Violetta.Tidak mungkin Gracio mengantarkan Clara ke rumahnya dalam keadaan tertidur. Ia merasa kasihan terhadap gadis itu yang berjuang demi mewujudkan dendam kesumatnya terhadap Xander dan Robert."Maaf."Hari ini, Clara pergi ke kampus karena ada mata kuliah pagi dari Pak Sean. Clara mengambil jurusan Manajemen Bisnis, karena ingin menjadi wanita karir yang bekerja di perusahaan besar. Seperti biasa, wajah Clara selalu terlihat ceria di depan semua orang. Kecantikannya mewarisi sang Mama saat masih muda dulu. Lagi-lagi Clara berpapasan dengan Sean di parkiran kampus, sebab ia berangkat pagi-pagi sekali karena dia belum mengerjakan tugas yang diberikan oleh Sean pada minggu lalu."Selamat pagi, Pak Sean," sapa Clara menampilkan senyuman manisnya. "Pagi, Clara," balas Sean juga melempar senyum hangat kepada mahasiswinya itu. "Saya duluan ya, Pak," pamit Clara bergegas memasuki area kampus dan menuju ke kelasnya yang terletak di lantai dua.Sean hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Clara yang selalu membuat jantungnya berdebar. Sejak pandangan pertama, Sean sudah jatuh cinta kepada mahasiswinya itu. Namun, ia tidak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaannya karena
"Om, maaf banget ya udah bikin Om nunggu lama. Tuh gara-gara Pak Sean, aku dikurung dalam ruangannya selama 3 jam. Sangat menyebalkan, untung ganteng, kalo nggak udah aku caci maki dia," cicit Clara seperti tak bernafas. "Emangnya berani?" tanya Gracio seakan mengejek keberanian Clara yang hanya seujuo kuku. "Enggak sih, Om. Hehehehe," Clara terkekeh kecil saat menyadari ucapannya yang hanya bercanda tadi. "Ngapain aja selama tiga jam di ruangan dosen kamu?" todong Gracio menatap penasaran pada gadis cantik di hadapannya tersebut. "Kepo!" Clara memalingkan wajah ke luar jendela mobil karena tak ingin membahas kegiatannya di dalam ruang dosen tadi. Moodnya dibuat hancur oleh Sean hanya dengan tiga ucapan saja. "Aku mencintaimu, Clara."Ungkapan cinta dari Sean membuat Clara seakan tak percaya dan berharap semua itu hanya mimpi. Rasa kagum yang sempat ia berikan kepada dosen pembimbingnya itu seketika sirna hanya karena ungkapan cinta yang sangat tak diinginkan oleh Clara. Gracio t
Gracio melihat jam yang melingkar di tangannya. Sisa 15 menit waktu yang dimiliki Clara di dalam sana untuk mendapatkan dokumen penting milik Xander. Walaupun dia tahu bahwa Clara terlalu spektif akan rencana mereka. Namun, Gracio memberikan konspirasi yang baik terhadap gadis itu supaya tetap optimistis dalam menjalankan tugasnya. Ada sedikit keraguan dalam hatinya saat melihat kepolosan Clara yang selalu patuh terhadapnya. "Sudah sejauh ini, aku tidak boleh lengah." Gracio berkata dengan tatapan tajamnya. Hatinya hampir saja goyah akibat memikirkan Clara. Di dalam sana, Clara kesulitan untuk bergerak karena Xander terus memeluknya dari belakang. "Om mending duduk aja deh, aku nggak bisa gerak bebas nih," gerutu Clara memasang wajah kesal. "Om sudah nggak sabar pengen main bareng kamu di atas sana," tunjuk Xander pada ranjang kecil di samping rak buku. Benar-benar membuat darahnya seakan mendidih. "Ish, Om Xander mesum banget ya. Aku tuh masih gadis dan wanita baik-baik, masak ma
"Ma, Pa, aku berangkat dulu ya," pamit Clara pada kedua orang tuanya. "Akhir-akhir ini jam kuliah kamu padat banget ya, Cla?" tanya Camellia kepada sang putri tercinta. "Ah, iya, Ma. Aku ikut les tambahan sekarang," jawab Clara berbohong. 'Maafin aku, Ma, Pa. Ini semua demi kebaikan keluarga kita.' Batinnya menimpali. "Jangan terlalu capek, Sayang. Papa nggak mau melihat kamu sakit kalau kurang istirahat," sambung Robert mengusap puncak kepala sang putri penuh dengan cinta. "Iya, Pa. Aku giat belajar juga demi kalian, supaya aku bisa menjadi anak yang berguna di masa depan nanti," ungkap Clara merasa tercubit dengan ucapannya sendiri. Jangankan giat, ada tugas rumah pun Clara sering terlambat mengerjakan. "Ayo biar Papa yang antar, kebetulan hari ini Papa akan pergi menemui Xander," gegas Robert meraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja. Kedua mata Clara membulat sempurna saat mendengar nama Xander dari mulut sang Papa. "Kenapa bengong, tuh ditungguin sama Papa di depan,"
"Om!" Clara terpekik kaget saat tiba-tiba Gracio menarik tangannya. "Om kapan nyampek sini?" tanyanya sambil lalu mengikuti langkah pria itu yang masih tetap menggenggam tangannya. "Ck! Pantas saja lama," Gracio menggerutu tanpa mau membahas sosok pria yang tadi."Maksud Om apa? Om cemburu?" tuding Clara seraya tersenyum senang. "Dia itu dosen aku, Om. Kami nggak punya hubungan apa-apa, jadi nggak perlu khawatir, aku masih jomblo kok," terangnya sudah seperti seorang kekasih yang takut pasangannya salah paham. Ah, atau itu adalah kode buat Gracio supaya mau menembaknya dengan cinta? Clara memang terlalu percaya diri, ia berpikir kalau Gracio ada rasa terhadapnya. "Berisik! Cepat masuk!" Titahnya sembari membukakan pintu mobil untuk Clara. Dia benar-benar kesal karena sedari tadi gadis tengil itu selalu mengoceh sehingga membuat telinganya panas. Di ujung koridor, Sean menatap kepergian Clara yang entah dengan siapa. Hatinya memanas tatkala melihat kedekatan dua insan itu, apakah p
Kediaman Baron. Violetta duduk termenung di balkon kamar. Tatapannya menerawang jauh entah ke mana. Memikirkan nasib pernikahannya yang berada diujung tanduk, membuatnya seakan berhenti bernafas. Jika bukan karena tekanan keluarga Violetta tidak akan meninggalkan Gracio, sebab dia yakin kalau suaminya itu tidak bersalah, hanya saja kebenaran belum terungkap. "Cepatlah datang, Mas. Aku nggak sanggup hidup tanpamu, Kevin selalu menanyakan kabarmu." Gumamnya disertai linangan air mata. Diusia pernikahan mereka yang ke-7 tahun, cobaan datang silih berganti. Tidak mudah untuk sampai ke titik ini yang mana mereka memulai hubungan itu penuh perjuangan. Dari restu orang tua yang tak kunjung mereka dapatkan, dan juga ocehan orang-orang yang memandang rendah status suaminya karena mantan Bandar narkoba. "Mama kenapa nangis?" ucap seorang bocah laki-laki yang tak lain adalah Kevin. "Mama nggak nangis kok, cuma kelilipan aja. Gimana sekolah Kevin hari ini? Maaf, Mama nggak bisa nganter tadi,"
Gracio terus terbayang akan kebersamaannya dengan Clara, gadis tengil yang pantang menyerah. Jika mereka terus-terusan bersama dalam jangka waktu yang panjang dapat dipastikan kalau pertahanan Gracio akan runtuh juga. Singa tidur pun akan mengaung jika diusik ketenangannya. Sama halnya dengan perasaan Gracio yang akan berubah jika terus didesak oleh cinta membara dari Clara. Kucing mana yang akan tahan melihat ikan di depan mata, apalagi ikan tersebut masih sangat segar, tentu saja kesempatan itu tidak akan disia-siakan."Aku bisa gila jika terus seperti ini." Gumamnya merasa frustasi. Tak dapat dipungkiri bahwa Gracio merasa nyaman saat bersama dengan Clara, ada desiran aneh yang menyerang tubuhnya tatkala menatap manik mata abu-abu milik gadis tengil itu. Namun, wajah istri dan anaknya yang menangis di saat terakhir mereka bertemu berhasil menjadi benteng pertahanan di hati Gracio. Tak ingin larut dalam pikirannya, Gracio melajukan mobilnya dan menuju ke markas. Mungkin di sana ia
Pagi ini Gracio menjemput Clara di halte dekat rumahnya. Berhubung sekarang weekend, Gracio ingin mengajak Clara jalan-jalan ke pantai sebagai bentuk hadiah dari hasil kerja kerasnya dalam mendapatkan dokumen penting milik Xander. Sebentar lagi gadis itu akan kembali menjalankan perannya di hadapan Xander karena masih ada beberapa berkas penting lagi yang harus Clara dapatkan. Tentu saja Clara sangat senang karena bisa jalan berdua sama pria pujaan hatinya. Wajah Clara berbinar terang layaknya mentari pagi yang menyinari bumi. Dia berjalan riang sembari menghampiri Mama dan Papanya. "Wah, tumben sudah rapi pagi-pagi sekali. Mau ke mana, hum?" tanya Robert saat melihat putri semata wayangnya begitu ceria. "Aku mau jalan sama temen, Pa, Ma. Boleh ya?" izin Clara penuh harap. Ia bergelayut manja di lengan sang Papa, hal yang selalu dilakukannya setiap hari. "Boleh, tapi dengan siapa kamu pergi?" Robert tidak akan membiarkan putrinya pergi dengan sembarangan orang. "Sama temen kampus