Share

3. Cinta Dedy

Lama Dedy memadangi Wati, sebelum akhirnya pria itu berkata, “Tentu aku cinta kamu. Kenapa kamu tanya begitu?” 

Tangan Dedy seketika berusaha membuka baju Wati lagi, tetapi Wati menepis tangan Dedy.

“Kalau begitu, kenapa kamu membiarkan aku diperlakukan begini oleh Rara?” tanya Wati pelan.

Dedy mendengkus. Ia menghentikan usahanya dan duduk di atas kasur tipis.

“Semua ini aku lakukan karena aku cinta kamu. Rara itu kaya raya. Dia juga sedang sakit berat, hidupnya mungkin tinggal sebentar. Setelah dia pergi, semua hartanya bisa kita miliki. Saat itu, hanya ada aku dan kamu,” bisik Dedy seraya menatap Wati tepat di manik mata.

“Aku membiarkan dia memperlakukanmu seperti babu, agar dia tidak curiga dengan rencanaku. Percayalah, hanya kamu yang aku cinta,” tambah Dedy.

“Jadi, kamu betul-betul tidak cinta dia, Mas?” tegas Wati.

“Pasti! Rara yang melamarku, bukan aku yang melamarnya. Aku ini lelaki, suka memburu dan bukan barang buruan,” jawab Dedy lagi.

Wati terdiam. Apakah Dedy jujur saat ini ataukah ucapannya kepada Rara yang betul?

Sungguh, Wati tak bisa membaca suaminya itu. Namun, diamnya Wati justru dimanfaatkan oleh Dedy. 

Cepat Dedy meraih tubuh Wati. Wati yang kebingungan membiarkan dirinya malam itu diberi nafkah batin.

*****

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Wati bangun dengan perasaan yang bersemangat. Setelah diberi nafkah batin semalam, ia merasa kembali utuh sebagai perempuan.

Orang mungkin menganggapnya bodoh. Namun, Wati memilih percaya ucapan Dedy semalam, ketimbang obrolan tak jelas pria itu dua malam yang lalu.

Wati lalu hendak bangkit untuk mengerjakan tugasnya sehari-hari setiap pagi. 

Ia melirik Dedy yang masih tertidur pulas di sebelahnya. Saat hendak bangkit untuk pergi, tiba-tiba tangan Dedy mencekal tangan Wati.

“Ah!” Wati terpekik kecil, tak menyangka bahwa Dedy sudah bangun.

Lekas-lekas Wati menutup mulutnya dengan sebelah telapak tangan, takut suaranya terdengar oleh Rara di kamar seberang. Bila wanita itu mendapati Dedy di kamarnya, pasti dia akan membuat keributan lagi!

“Aku kira kamu masih tidur, Mas,” bisik Wati.

Dedy tidak menjawab. Ia menarik Wati keras-keras sampai Wati tersungkur ke dalam pelukannya. Wati gelagapan.

“Nanti malam kita ulangi lagi,” bisik Dedy.

Wati tertegun. Sementara itu, Dedy sudah bangun dan duduk di sampingnya.

“Kenapa tidak sekarang saja?” pancing Wati. Dia tiba-tiba ingin melihat apakah sang suami berani menuruti nafsunya dibanding kemarahan madunya nanti?

Lama Dedy terdiam, sebelum akhirnya pria itu berkata, “Nanti Rara keburu bangun. Dia pasti marah aku ada di kamarmu tadi malam.” 

Dedy lalu berdiri dan berlalu pergi. 

Kekecewaan datang di hati Wati begitu mendengar Dedy membuka pintu kamar di seberangnya. Tak lama, pria itu masuk dan mengunci pintu. 

Wati tahu bahwa Dedy telah pindah tidur ke kamar Rara–seolah tak menghabiskan satu malam pun dengan Wati.

******

Sepanjang hari, Wati mengerjakan segala pekerjaan rumah dengan penuh rasa kecewa. Meski demikian, semua dilakukannya dengan baik. Tubuhnya seolah bergerak otomatis.

Pada pukul 8 pagi, Rara belum keluar dari kamarnya. Tidak biasanya, Rara bangun sesiang ini. 

Seketika, Wati termenung. Apakah Rara sakit ataukah Dedy yang menahannya untuk bangun? 

Wati diliputi perasaan cemburu.

“Mbak, sarapanku mana?” teriak Rara begitu keluar dari dalam kamar.

Wati yang sedang mencuci peralatan bekas memasak, terlonjak kaget. Ia cepat-cepat membasuh tangan yang dipenuhi busa sabun cuci piring, lalu lekas menghampiri Rara di depan kamarnya.

Penampilan Rara terlihat acak-acakan. Dari wajahnya, terlihat jelas bahwa dia baru bangung tidur. Rambutnya yang keriting panjang juga terlihat belum disisir. Sosoknya sangat mirip dengan singa baru bangun tidur.

Rara tidak ada cantik-cantiknya sedikit pun di dalam pandangan Wati. Mengapa Dedy mau menikahinya? Betulkah Dedy menikahinya hanya karena harta?

“Mau aku ambilkan sarapan?” tanya Wati dengan suara yang datar.

“Iya. Bawakan ke kamar. Badanku enggak enak,” ketus Rara. Tanpa menunggu jawaban Wati, Rara masuk kembali ke dalam kamarnya.

Sebelum pintu kamar ditutup di hadapan Wati, ia masih melihat Dedy yang tidur bertelanjang dada di ranjang. Tubuhnya hanya ditutupi selimut dari pinggang ke bawah.

Hati Wati serasa diremas. Wati mengepalkan kedua tangannya. Ia berbalik dan menuju ruang makan dengan perasaan hati yang panas karena cemburu. 

Suaminya itu terlihat begitu plin-plan! Semalam beromantis ria dengannya. Pagi ini, sudah berlagak menjadi suami siaga untuk madunya.

“Mas, sebenarnya, apa maumu?” lirih Wati kepada dirinya sendiri. Kebimbangan mulai menyergap benaknya. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
wati anjing, g usah banyak tanya dlm hatl. krn kau dungu maka terima aja nasibmu jd babu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status