Kenyataan bahwa Dedy telah memiliki istri tak membuat Rara surut niat.
“Istri? Gampang. Kamu ceraikan saja dia,” ujar Rara enteng.
“Dia yatim piatu. Kasihan kalau aku ceraikan. Bagaimana kalau dia tetap menjadi istriku?” Dedy menawar. Ada rasa enggan di hati Dedy untuk melepaskan Wati.
Wati telah setia menjadi istrinya dan menuruti semua kemauannya tanpa pernah mengeluh. Dedy ingin tetap memiliki Wati.
“Ya, deh. Kamu boleh tetap memilikinya. Tetapi ingat, selesaikan tugasmu yang aku perintahkan,” kata Rara seraya cemberut.
Pada hari yang telah ditentukan, Dedy datang ke rumah Beny Ardani. Mudah saja Dedy melakukan perintah Rara, karena Beny Ardani juga sedang sakit. Lelaki berumur 50 tahun itu sama sekali tak mengira bahwa kedatangan Dedy ke rumahnya menjadi malapetaka bagi dirinya.
Saat Beny berbalik, Dedy memukulnya keras-keras. Beny tersun
Serta merta teriakannya mengundang para tetangga untuk menoleh ke arah si Nenek.“Cepat tancap!” titah teman si polisi yang telah selesai memasukkan koper.Polisi yang menjadi supir langsung menekan pedal gas dalam-dalam.“Mana, Nek? Mana?” desak beberapa warga.Nenek itu menunjuk ke arah mobil polisi, tetapimobil itu telanjur melaju pergi. Setelah menunjuk mobil, sang nenek pingsan. Ibu-ibu yang ada di dekat si nenek sigap menangkap tubuhnya.“Jari apa, sih?” tanya seorang ibu-ibu berwajah nyinyir.“Kayaknya di koper yang diangkut polisi tadi ada jari tangan manusia,” ujar seorang bapak yang sempat melihat sekilas.“Hah?” seru beberapa warga.Para tetangga yang berkerumun ternganga. Sorot kengerian terpancar dari mata-mata mereka. Mereka memandang ruma
Nyonya Sultan sigap mengambil remote, lalu memperbesar volume suara teve.“Sekilas info. Pemirsa, baru saja kami mendapat kabar bahwa telah ditemukan koper berisi mayat seorang lelaki di rumah ini. Berikut kesaksian warga.”Kamera beralih ke wajah seorang nenek-nenek.“Ibu yakin melihat ada mayat di dalam koper?” tanya wartawan berkacamata.“Yakin! Ada jari yang keluar dari celah koper yang diangkut oleh polisi. Saya sampai pingsan, Mbak! Kalau ingat itu lagi, saya jadi ngeri,” serak suara si nenek seraya memeluk badannya yang menggigil.“Sebetulnya siapa yang tinggal di rumah ini?” lanjut wartawan.“Kami kenal namanya Bu Rara. Orangnya sih memang cantik, tetapigalaknya ... judes pula. Saya enggakmenyangka sama sekali kalau dia juga adalah pembu ... hih!” si nenek tak sanggup meneruskan u
Kasus Rara sudah mencapai puncaknya. Bukti-bukti sudah terkumpul lengkap. Dakwaan terhadap Rara berlapis-lapis. Selain menjadi tersangka kasus pembakaran toko di pasar, juga merencanakan dan melakukan pembunuhan dengan cara sengaja. Banyak saluran teve yang meliput kasus ini. Bahkan ada saluran teve yang sengaja melakukan investigasi mendalam. Ada juga yang sampai membuat film khusus berdasarkan kasus Beny Ardani. Pada sidang putusan hakim, Wati datang diiringi Lily dan Samir. Wati sudah memesan kursi khusus yang berada pada deret pertama kursi penonton di sidang, tetapiia tidak muncul pada awal persidangan. Tatkala sidang hampir mendekati akhir, yaitu momentum ketuk palu putusan hakim, barulah Wati muncul. Wati duduk dengan anggun di kursi penonton. Ia mengenakan kacamata hitam besar. Tak lupa, ia juga mengenakan topi lebar yang menyembunyikan sebagian besar wajahnya. Suasana sempat te
Beberapa hari berlalu. Di kediaman keluarga Sultan, Wati tengah mematut diri di depan cermin kamarnya.“Nona, Tuan Alde sudah datang,” lapor Lily yang mendadak muncul di ambang pintu kamar.Wati tetap berdiri di tempatnya. Ia hanya menghadapkan tubuh ke arah Lily.“Menurutmu aku sudah cantik? Sudah sempurna?” tanya Wati sungguh-sungguh.Lily menatap sekilas dandanan dan gaun yang dikenakan oleh Wati.“Nona sudah cantik dan terlihat sempurna. Jangan khawatir,” ujar Lily membesarkan hati.Barulah Wati tersenyum lega.“Ini kencan pertamaku dengan Alde. Wajar kan kalau aku gugup?” tanya Wati.Lily mengangguk-angguk.Wati meraih sepatu tumit tinggi berwarna merah yang sedari tadi tergeletak di dekat meja riasnya. Warna sepatu itu senada dengan gaun yang t
Potongan kalimat Alde yang tertangkap oleh telinga Wati membuat sekujur tubuh Wati menjadi kaku. Selama sesaat Wati membeku di tempat. Ia tak tahu harus berbuat apa.Apakah ia harus menegur Alde dan memergokinya yang mengucap kata sayang kepada gadis tak dikenal di telepon itu? Bukankah ia berhak karena ia sekarang adalah tunangan Alde? Namun, keraguan menyergap benak Wati. Apakah tingkahnya tak akan terlihat konyol dan memalukan? Ia takut terlihat kampungan."Tentu. Sudah pasti itu." Alde masih terus mengobrol dengan seorang wanita di seberang sana. Tak terlihat tanda-tanda bahwa ia menyadari keberadaan Wati di belakang punggungnya.Air mata menitik di sudut mata Wati. Pada akhirnya, Wati memutuskan untuk mundur. Dengan perlahan, Wati berbalik dan kembali ke tempat duduknya semula. Ia diam mematung di sana menunggu Alde kembali. Selera makannya sudah lenyap.Alde kembali dengan wajah ber
Mobil masuk melewati pintu gerbang, lalu meluncur mulus melewati deretan pohon palem yang ditanam sepanjang jalan sampai ke pintu depan rumah keluarga Sultan. Tepat di depan pintu utama, mobil berhenti.“Masuk dulu, Mas,” kata Wati berbasa-basi.Alde menunduk ke arah pergelangan tangan kirinya, tempat jam tangan mewah bersepuh emas melingkar dengan elegan.“Lain kali saja, Shelia. Terima kasih. Aku masih ada janji yang lain,” tolak Alde.Wati mengangguk tanpa berusaha membujuk. Toh ia memang tak berharap Alde mau turun. Apalagi setelah kejadian telepon di restoran tadi.“Oke. Hati-hati di jalan, Mas,” kata Wati.Mobil berputar arah. Alde melambaikan tangan sebelum mobil meluncur pergi. Setelah membalas lambaian tangan Alde, Wati langsung berbalik untuk masuk rumah. Ia tak merasa perlu repot-repot menunggu mobil Alde menghil
“Jadi mereka sepasang kekasih,” cetus Wati dengan hati yang perih.Tatkala Alde dibawa ke rumah keluarga Sultan dan dikenalkan sebagai tunangannya, Wati berpikir hidupnya seperti di negeri dongeng. Aldebaran adalah pangeran tampan berkuda putih seperti dalam dongeng putri Disney. Ternyata semua itu hanya ilusi.“Mengapa Ibu tidak menceritakan hal ini sebelumnya? Jika Alde adalah tunangan Raya, mengapa dia ditawarkan kepadaku?” tanya Wati lagi dengan suara serak karena menahan tangis yang hampir tumpah.“Maafkan Ibu. Ibu juga tidak menyangka bahwa Alde ternyata sungguh-sungguh mencintai Raya dan sebaliknya. Selama ini Ibu berpikir, Alde dan Raya menerima pertunangan ini sebagai perjodohan bisnis. Mereka berdua mau dijodohkan karena tahu bahwa mereka harus menikah demi hubungan baik antar keluarga. Oleh karena itulah, ketika Raya diketahui bukan anak Ibu, Alde kami jodohkan denganmu,” je
Mobil kecil berjenis city car yang sedang melaju itu bukan mobil yang biasa keluar. Dedy mengamati mobil itu dengan ekspresi ragu. Tiba-tiba mobil itu menepi di sebuah kios buah-buahan di pinggir jalan. Wati keluar dan membeli buah. Melihat Wati, Dedy menatap tajam istrinya tersebut.Dedy menghampiri seorang tukang ojek yang sedang mangkal sambil terkantuk-kantuk.“Pak, saya mau minta antar,” kata Dedy kepada seorang lelaki yang umurnya tak berbeda jauh dengan dirinya.“Ke mana, Pak?” jawab si supir ojek sopan.“Ikuti mobil yang baru jalan itu.” Dedy menunjuk mobil Wati yang kembali melaju setelah Wati selesai berbelanja buah.“Siap!” supir ojek memberikan helm kepada Dedy.Dedy menguntit mobil Wati.***“Wati, buat apa kamu repot-repot begini,” ujar Bu Nara seraya t