"Apa maksudmu?" tanya Aryo. "Aku gak bisa jawab sekarang, Mas. Aku juga merasa kasihan pada istri dan anakmu. Selain itu, aku juga ingin melihat kesungguhanmu padaku, sebelum aku memberikan jawaban," jawab Indah. "Aku sudah membicarakan semuanya dengan Tania. Aku gak akan melepaskan tanggung jawabku pada anakku. Ini justru bentuk kesadaran dan tanggung jawabku padamu dan anak-anak kita, Indah. Aku kembali pada kalian, bukankah itu yang kalian inginkan?" tanya Aryo. "Aku ingin mendengar dari Tania secara langsung, bahwa ia rela bercerai denganmu, Mas. Aku gak mau menyakiti orang lain, apalagi sampai merebut suaminya," jawab Indah. "Baiklah kalau itu yang kamu mau, kita akan bertemu dengan Tania dan membicarakan semua. Tapi kamu masih mencintai aku, kan?" tanya Aryo sambil menggenggam tangan Indah. Indah membiarkan Aryo berpikir demikian. Ia tersenyum dan menatap Aryo yang mencium tangannya dengan lembut. Aryo mempersiapkan sebuah acara untuk kembali melamar Indah dan menyatakan k
"Hahaha.. Aku puas sekali melihat ekspresi bodohmu tadi, Mas," ejek Tania. "Diam kamu!" hardik Aryo. "Kamu terlalu percaya diri untuk mendapatkan Indah kembali, Mas. Dulu mungkin dia sangat mencintai kamu. Dia bertahan dengan sikap burukmu, karena dulu dia belum menjadi apa-apa, hanya ibu rumah tangga yang sederhana. Tapi sekarang, dia sudah berubah menjadi cantik, sukses, dan mandiri. Jadi seleranya bukan lagi kamu, Mas! Kamu sudah gak selevel dengan dia," cerocos Tania. Aryo menjadi semakin gusar, ia menatap Tania dengan tajam dan menjawab, "Diam! Jangan berisik!" "Ah, aku senang sekali melihat lelucon konyol siang ini. Kamu melamar pujaan hatimu dan ditolak, menyakitkan bukan? Sudahlah, aku pulang saja!" kata Tania. Teman-teman Aryo yang mendengar ucapan Tania berusaha menahan tawa. Aryo memang sangat menyedihkan hari itu, karena telah dipermalukan di depan banyak orang. "Kami pulang dulu, ya," ujar teman-teman Aryo. Aryo masih duduk terpaku di tempat parkir restoran, ia men
Malam itu Indah harus lembur untuk membuat laporan keuangan restoran. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Restoran itu sudah tutup, dan satu per satu karyawan pulang ke rumah.Indah masih duduk di dalam ruangan kantor sambil menatap layar laptopnya. Ia sudah terbiasa lembur setiap akhir bulan tiba. Ketika Indah masih sibuk memeriksa kembali laporan yang ia buat, pintu ruangannya tiba-tiba terbuka. Indah mengangkat wajahnya dan melihat Sandy membawa satu plastik besar berisi makanan dan minuman dari restoran makanan cepat saji ternama. "Loh, Mas Sandy, kenapa masih ada di sini?" tanya Indah. "Tentu saja untuk menemani kamu. Mana mungkin aku tega membiarkan seorang wanita bekerja sendirian hingga larut malam?" kata Sandy. "Oh, sebentar lagi aku selesai koq, Mas," kata Indah. Sandy duduk di kursi di hadapan Indah, lalu mengeluarkan makanan dan minuman dari dalam plastik itu dan meletakkannya di meja. "Aku akan menemani kamu sampai selesai. Sekarang kita makan dulu,
Sandy langsung melakukan pendekatan pada kedua anak Indah, Arinna dan Charles. Awalnya Sandy harus berjuang lebih keras karena sebelumnya mereka tidak dekat dengan Aryo. "Ma, Arinna gak mau Mama dekat sama Om Sandy," kata Arinna menjelang tidur malam itu. "Kenapa, Sayang?" tanya Indah sambil membelai kepala Arinna. "Rina gak mau Om Sandy membuat Mama sedih, seperti papa dulu," jawabnya polos. Sorot mata Arinna menyiratkan kesedihan, saat ia mengingat kembali peristiwa buruk dahulu. Walaupun Aryo sempat mencoba memperbaiki kesalahannya, dengan kembali mendekati kedua anaknya, tapi ternyata luka yang sudah tergores tak mudah hilang. Indah mencoba tersenyum dan memahami perasaan kedua buah hatinya. Saat ini jika akan membuka hati untuk seorang pria, tentu kedua anaknya akan menjadi pertimbangan utama. Indah tidak boleh egois memikirkan perasaan dan kebahagiaannya sendiri. Kedua anaknya harus nyaman, bahagia, dan merestui pilihan Indah nantinya. Bagi Indah, yang terutama saat ini ad
Sandy langsung menggandeng tangan Indah dan menu selangkah, seolah sedang berusaha melindungi wanita yang ia cintai dari segala kemungkinan buruk. "Ma, Sandy benar-benar mencintai Indah. Sandy mohon Papa dan Mama mau merestui kami," kata Sandy. Ekspresi wajah Bu Ratna belum berubah, masih datar dan dingin. Melihat wajah itu jantung Indan terasa berdebar. Ia menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Walaupun sudah berusaha menyiapkan diri untuk segala respon dan kemungkinan terburuk, tapi ia tetap merasa gemetar saat ini. Indah menggenggam tangan Sandy lebih kuat lagi berharap ada kekuatan yang mampu menopang tubuhnya. "Apa kalian yakin? Usia kalian sudah cukup dewasa, Mama rasa bukan saatnya lagi kalian main-main dan hanya memikirkan emosi sesaat," ujar Bu Ratna. "Justru itu, Ma. Kami memang berniat serius," jawab Sandy. Bu Ratna menatap Sandy dengan tajam, "Apa yang kamu sukai dari Indah? Dia sudah pernah menikah dan bercerai. Juga mempunyai dua orang anak," Pertanyaan itu m
Suatu sore, Aryo datang ke rumah Ibu Indah. Ia sengaja datang sebelum Indah pulang bekerja. Ibu Indah terkejut melihat kedatangan mantan menantunya itu. "Nak Aryo, ada perlu apa datang kemari? Apa sudah telepon Indah?""Saya mau ketemu Arinna dan Bagas, Bu. Saya ini papa mereka, Bu. Apa saya harus ijin dulu untuk menemui mereka? Walaupun sudah bercerai, saya tetap punya hak untuk menjalin hubungan dengan mereka.""Ibu mengerti, Nak. Tapi kamu tetap harus minta ijin pada Indah kalau mau bertemu dengan mereka.""Aturan dari mana itu, Bu? Ibu jangan coba menghalangi saja untuk menemui mereka. Atau saya akan mengambil mereka dari Indah secara paksa untuk selamanya!"Ibu Indah mundur beberapa langkah karena terkejut mendengar ancaman Aryo itu. Ia sangat takut kalau Aryo kalap dan nekat melakukan itu. Apalagi Ibu Indah tahu bahwa Aryo sakit hati karena Indah telah mempermalukan dirinya beberapa waktu yang lalu. "Arinna, Charles, ini Papa, Nak," panggil Aryo. Arinna dan Charles berlari da
Pagi itu Indah bersiap menuju restoran. Seperti biasa, Sandy akan datang menjemput Indah dan Arinna. Lalu Sandy dan Indah akan mengantar Arinna ke sekolah. Arinna yang sudah memakai baju seragamnya duduk dan memakan sarapannya dengan malas. Tak seperti biasanya Arinna bersikap seperti itu. Biasanya ia selalu ceria dan bersemangat untuk berangkat ke sekolah. Sejak tadi malam, Arinna dan Charles lebih banyak diam. Indah berusaha menanyakan apa yang membuat sikap mereka berubah, tetapi Arinna dan Charles tetap bungkam. Ketika Indah membereskan piring dan mencucinya di wastafel, suara klakson mobil Sandy terdengar. "Rinna, kamu keluar dulu, ya. Sampaikan sama Om Sandy kalau Mama akan menyusul," kata Indah. Arinna diam dan langsung keluar dari rumah, Charles juga menyusulnya dari belakang. Namun ternyata ia keluar untuk mengungkapkan rasa kesalnya pada Sandy. "Pagi, Rinna cantik," sapa Sandy. Arinna melipat kedua tangan di depan dadanya dan merengut. "Om jangan datang ke sini lagi!
"Kita harus menemui Aryo. Dia harus menjelaskan semuanya ini pada kita." Sandy mengambil tas selempang dan kunci mobilnya."Bagaimana kalau dia mengelak, Mas? Aku gak ingin menemui dia lagi. Seandainya mungkin, seumur hidup aku gak mau berhubungan dengan dia," ujar Indah."Tenang saja aku punya cara untuk mengatasi persoalan ini dan membuat Aryo tunduk pada kita."Sandy dan Indah menuju mobil dan meninggalkan restoran itu. Di perjalanan Sandy menghubungi seseorang yang tidak dikenal oleh Indah. Indah tidak terlalu memperhatikan atau menanyakan siapa yang Sandy hubungi. Ia berpikir Sandy hanya menghubungi karyawan atau membicarakan masalah pekerjaan dengan seseorang.Di tengah perjalanan, Indah terkejut karena mobil tersebut mengarah ke suatu tempat yang ia kenali. Dan tepat seperti dugaannya, mobil tersebut masuk ke halaman kantor tempat Aryo bekerja."Mas, mau apa kita ke sini? Aku tidak mau membuat keributan di tempat ini," kata Indah.Di kantor itu beberapa orang masih mengenali In