Privat room di sebuah restoran termewah di kota Violens. Interior Whilsire dengan nuansa klasik khas western begitu kental, dekorasi bunga cantik dan lampu gantung menambah suasana romantis semakin syahdu. Di sinilah pasangan ini akan menghabiskan malam perayaan ulang tahun Sabila. Ya, mereka hanya berdua dan tidak ingin diganggu siapapun. Bahkan tawaran orang tuanya untuk membuatkan pesta besar-besaran ditolaknya mentah-mentah.
Sabila hanya ingin bersama Glenn, menghabiskan waktu dengan merencanakan dan merancang keinginan-keinginan mereka setelah menikah nanti.
"Kenapa kau tidak ingin dirayakan seperti biasa, Sayang?" tanya Glenn sedikit bingung. Karena biasanya ulang tahun Sabila dirayakan bersama keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya.
Sabila menggeleng dan melengkungkan senyumnya, bibir tipis itu membuka mulutnya. "Aku hanya ingin bersamamu, entahlah akhir-akhir ini aku ingin menikmati waktuku bersamamu," ucap
PART 26 Muslihat Lala Jika Sabila bahagia dan tampak puas dengan kado yang diberikan olehnya. Glenn sendiri bingung bagaimana menentukan sikapnya. Di satu sisi dia sudah berhasil membuat kekasih jelitanya bahagia di sisi lain dia harus berhadapan dengan Lala. Gadis kecil, imut-imut, dan lucu itu kini membuatnya pusing tujuh keliling. Hari ini dia berhasil mengalahkan Glenn dalam taruhannya. “Sial, dasar licik, banyak tipu muslihat,” gerutu Glenn kesal sambil memukul-mukul setir. Sesampai di rumah Glenn sudah tidak sabar untuk bertemu Lala. Glenn membuka pintu apartemennya tergesa, membuka sepatunya cepat-cepat dan melemparkan asal. Langkah itu begitu tergesa mencari Lala. Untuk apa lagi? Tentu saja untuk memarahi pembantunya itu. Kreeek!!! Derit pintu terbuka menampakkan sosok gadis mungil terlelap terbungkus selimut. Glenn menatap jam dinding menunjukkan pukul 02.00. Tanpa rasa kasihan dan tidak terpengaruh waja
Pagi sudah mendatangi, tapi tampaknya Lala belum beranjak pergi dari kamarnya. Bukankah dia harus mengerjakan rutinitas hari ini, membuat sarapan dan semua perkerjaannya. Lala enggan! Bukan malas! Tapi Lala belum siap untuk bertemu Glenn pagi ini. Dirinya masih belum mampu menatap laki-laki itu, mengingat semalam tidak dipungkiri dirinya pun menikmati ciuman singkat itu. Lala memutuskan mandi saja, setidaknya dengan mandi bisa menghapus jejak bibir itu. Apa pun harus dihadapi tidak bijak terus bersembunyi. “Lagi pula belum tentu Glenn merasakan hal yang sama, mungkin saja dia telah melupakannya." gumam Lala. Lala membuka pintu kamar dan langsung menuju dapur, takut jika waktu membuat sarapan tidak keburu. Langkahnya melambat saat terdengar sudah ada aktivitas di sana. Ketika kaki itu sudah mencapai ambang pintu, matanya menatap tidak percaya. Seorang laki-laki dengan celemek polkadot tampak begitu asyik memasak di dapur
Pelacur cilik?? Begitu ringan bibir itu berucap. Dari sekian banyak umpatan apa tidak ada yang lebih pantas di ucapkan? Dari sekian kosakata apa tidak ada pilihan kata yang lebih enak di dengar? Jika bisa berkata baik untuk apa selalu berujar buruk? Lala berlari dan membanting tubuhnya di kasur. Dadanya sesak tangisnya semakin menjadi. Air matanya mulai menganak sungai. Sakit seperti itu yang dirasakannya. Selama 18 tahun hidup, belum pernah ada yang mengatakan dengan ucapan Sekasar itu. Ucapan Glenn seperti ribuan jarum yang menusuk-nusuk hatinya. Sehina itukah dirinya di mata Glenn? “La, maaf, begitu saja ngambek. Aku hanya bercanda tadi. Habisnya kamu tidak menjawabnya dengan serius,” ucap laki-laki tidak punya perasaan yang hobinya selalu menghina itu. Lala tersentak, tidak mengira jika Glenn menyusulnya ke kamar. Tapi Lala memilih tidak bergeming dan masih menelungkupkan tubuhnya di kasur. Rasa hatinya masih kesal. Malas s
Lala menatap air yang ada di taman tepi danau di kampusnya. Air itu tenang tanpa ada yang ngusik. Guguran bunga Angsana masih setia berjatuhan menghiasi sekitaran taman mesti tanpa diminta.Lala merapikan rambutnya yang tertiup angin. Kemudian mengambil selembar kertas dan pena dari dalam tasnya. Kemudian dirinya menulis untuk batinnya sendiri.Hei kekasihJika kita untuk saat iniDitakdirkan untuk berpisahAku tak ingin kau hadirkanDuka yang kian gelisahJika kita untuk saat iniDitakdirkan untuk tidak bertemu lagiAku tak ingin kau hadirkanLuka yang menggantung di hatiBiar kugulung rinduku sendiriTanpa kau berhak mencampuriLala menyimpan kembali penanya, dan meletakkan kertas itu di kursi tepi danau.Kaki beralas flatshoes warna putih itu melangkah menuju bulevard hendak pulang.“Tunggu, La!” Suara yang sangat dirindukannya akhirnya
Putus cinta untuk pertama kalinya pacaran dirasakan oleh lala. Rasanya sakit melebihi sakitnya dicaci maki Glenn. Lala kini membenamkan diri dalam bacaan novel pilihannya. Tangis yang tak kunjung berhenti mengaliri kedua pipinya. Tisu-tisu berserakan di sana-sini tidak dipedulikan lagi. Salah! Novel pilihannya bukan membuat Lala melupakan kesedihannya, tapi itu malah membuatnya nangis sejadi-jadinya. Lantaran kisah cinta dalam novel itu mengharu biru dan mengaduk-aduk perasaan Lala. Astaga, begitu lihainya sang author memainkan perasaannya. Sadar diri sudah larut dalam cerita novel itu Lala segera bangkit ke dunia nyata. Membereskan tisu yang berserakan dan memasukkannya dalam tempat sampah. Cinta harus diperjuangkan! Itu hikmah yang ia temukan dalam bacaan novelnya. Gadis itu meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Alan. Tapi sia-sia sebanyak 16 kali panggilan tidak satu pun dijawab oleh Alan. Kiranya laki-laki itu benar-benar sudah
Ada apa dengan hati Lala? Mungkinkah dia jatuh cinta dengan Glenn? Tidak! Semoga saja tidak, mungkin saja itu pelarian rasa sedihnya karena putus sama Alan. Alan Arya Wibisono namanya. Lala mengenalnya pertama kali saat acara out Bound pelantikan anggota baru teater sastra. Lelaki itu berbeda dengan yang lain, pendiam dan suka menyendiri. Pelantikan itu di adakan di puncak tepatnya di lereng gunung Anira. Alan adalah seniornya di UKM teater sastra fakultas Nuansa. Bodohnya sudah tahu acara di adakan di puncak Lala tidak membawa jaket. Sudah tentu tubuhnya menggigil. Malam itu seluruh rangkaian acara telah usai. Lala masih belum bergeming dari duduknya, gadis itu sendirian menekuk kaki dan memeluknya sesekali tertunduk menenggelamkan kepalanya. Ketika tiba-tiba Alan datang dan mengulurkan sweater army berbahan rajut. “Sudah pakai saja,” ucap Alan. “Tapi bagaimana dengan kamu, bukankah cuaca begitu dingin?” tolak Lala. “B
PART 32_NYONYA BESAR Mengingat Alan itu menyakitkan, bersama Glenn jauh lebih makan hati. Alan dan Glenn jangan di bandingkan ibaratnya langit dengan bumi. Alan bersama sifat rendah hatinya sementara Glenn mendominasi sifat sombong. Soal fisik tentu saja Glenn lebih gagah, tapi Alan juga tidak terlalu buruk. Lala selalu nyaman bersandar di bahu itu. Alan menghembuskan nafas kasar kenapa isi kepalanya terus-terusan diisi ke dua laki-laki itu. TOK!! TOK!! TOK!! Siapa yang datang malam-malam begini? Pakai ketuk pintu pula. Lala mematikan Chanel televisinya. Kemudian membuka pintu. “Buka pintu lama sekali! Lagian ponsel kenapa gak aktif sih?!” ucap wanita dengan dress maroon, mungkin usianya setara dengan Iriani. Lala tersentak mendengar Omelan itu, Dahi Lala mengernyit baru pertama kali melihat wanita itu dan tiba-tiba saja langsung marah-marah. “Kamu?!! Siapa kamu?” Wanita itu tak kalah kagetnya melihat Lala. “Apa yang kau lakuka
Pasangan kekasih itu sudah datang membuat Lala sedikit lega. Glenn memeluk dan menciumi Sintia bertubi-tubi seperti tidak bertemu mamanya selama bertahun-tahun. Sudut hati Lala tersentil, kapan momen seperti itu dapat ia rasakan? Sabila mencium tangan Sintia dengan takzim, kemudian keduanya berpelukan. “Mama kangen kamu, cantik! Kamu apa kabar?” ucap Sintia, masih terus memandangi calon menantunya itu. “Sabila baik, Ma.” “OKE, Ayo kita duduk, ngobrol-ngobrol cantik dulu.” Sintia menarik tangan calon menantunya dan mengajaknya duduk, “ Ehh ... Siapa tadi namamu,” ucapnya sambil memegangi kepalanya, kemudian menunjuk ke arah Lala. “Lala, o iya ... Lala! bikin minum atau apa kek? cemilan ini itu dikeluarin semua, bagaimana sih! Masa iya harus ditunjukkan.” “Persis ... Sum