Pada akhirnya, Saras mengaku kalah.Dia tidak bisa menolak saat Alpha mengajaknya untuk pergi meninggalkan rumah Bastian. Sebab jauh di lubuk hati Saras, itulah yang dia inginkan. Dia ingin kabur, dia ingin terlepas dari siksaan keluarga Bastian. Saya akan bantu kamu melawan mereka.Kalimat yang Alpha ucapkan berhasil meluluhkan Saras, membuatnya percaya bahwa dia tidak sendirian. Sebetulnya Saras mampu melepaskan diri dari Bastian tanpa bantuan siapapun. Dia bisa kabur jauh-jauh hari dan bersembunyi di tempat yang tidak diketahui oleh siapapun. Namun Saras tidak bisa seegois itu. Bastian akan mencelakai Alpha dan Gani jika Saras kembali meninggalkan pria itu dan berdiri sebagai lawan. Ancaman Bastian bukan guyonan semata. Saras tau persis bagaimana pria itu kala dikhianati. "Saya takut," ucap Saras memecah sunyi yang membuat Alpha hampir mati. Mereka tak bersuara sejak mobil melaju meninggalkan rumah Bastian dan Alpha tidak tahan dengan hal itu."Apa yang kamu takutkan?" tanya Alph
Rupanya mobil mereka tidak berhenti di rumah Alpha, melainkan di sebuah apartemen yang letaknya cukup jauh dari pusat kota. Pantas saja jalanan yang mereka lalui terasa asing. Alpha turun lebih dulu, lalu disusul Saras. Pria itu berjalan di depannya. Saras berlari kecil, berusaha menyamai langkahnya dengan langkah lebar Alpha. Di tempat ini hanya ada satu apartemen yang dikelilingi oleh rimbunnya pepohonan. Terletak di tempat terpencil. Saras menatap sekeliling. Hanya ada hijaunya pohon, serta warna warni dari bunga yang tumbuh di sekeliling apartemen. Indah, tapi bisa juga seram.Di lobi—lebih tepatnya di meja resepsionis, ada seorang perempuan. Dia menundukkan kepalanya kala Alpha berjalan mendekat. Lalu resepsionis tersebut memberikan kunci tanpa perlu Alpha minta. Selanjutnya Alpha membawa Saras memasuki lift. Lantai tujuan mereka adalah 10, tapi lift bergerak ke bawah. Saras tersentak karena pergerakan aneh itu. Dia menatap Alpha."Aman," ucap Alpha seakan tau dengan kecemasan
"Kalian nggak becus! Ketimbang jagain perempuan hilang ingatan samo bego aja nggak bisa!"Bastian mengamuk pada orang-orang yang dia minta menjaga Saras. Ketika Bastian pulang, tidak ada seorang pun yang menyambutnya. Bastian tidak masalah jika mama dan Aderion tidak di rumah, tapi Saras, perempuan itu turut menghilang. Saat di cek lagi, ternyata perempuan itu dibawa pergi oleh Alpha. "Sore tadi kenapa tidak ada satupun yang berjaga di depan gerbang?!"Semua pengawal yang telah dia bayar mahal untuk menjaga Saras hanya bisa menundukkan kepala. Mereka tidak membantah karena mereka mengaku salah. Mereka tidak tau bahwa Saras meninggalkan kamar dan pergi ke halaman untuk menyiram tanaman. Mereka juga tidak menduga hal itu akan terjadi dan memilih nongkrong di pos depan. Sebagian lagi tidur dan sebagian lagi pergi untuk membeli cemilan. Bastian menendang meja di hadapannya. Kali ini dia benar-benar kalut. Minggu depan Bastian akan mengadakan konferensi pers lagi. Membawa calon wali kota
Alpha sempat mengatakan bahwa dirinya ingin menjadikan Saras sebagai kekasihnya. Setelah diingat-ingat lagi, Alpha menyesal telah berkata seperti itu. Sebab setelahnya, Alpha dijadikan bulan-bulanan oleh Derma. Pria itu selalu menggodanya dan berkata cie-cie saat bertemu. Menyebalkan sekali.Hari ini adalah hari ketiga Alpha menyembunyikan Saras. Seperti ucapannya kala membawa Saras kembali, Alpha benar-benar berkunjung tiga kali sehari. Saat sarapan, makan siang dan makan malam. Bahkan kemarin malam Alpha sengaja pulang agak sedikit larut agar bisa menyaksikan Saras beristirahat.Pekerjaan perempuan itu juga tidak terlalu berat. Hanya sebatas membersihkan kamar yang ditinggalinya, lalu memasak makanan untuk Alpha dan Gani. Dan pagi ini, Alpha kembali berkunjung. Sudah dua malam Gani menginap di rumah mama, sehingga Alpha tidak terlalu khawatir untuk meninggalkan rumah. Dia juga merasa sedikit bebas karena bisa pulang lebih lama.Ah, Alpha jadi merindukan masa dimana dirinya masih bi
Masa lalu yang telah dijanjikan untuk tidak diingat ternyata kembali dibawa naik ke permukaan. Alpha menggali lagi memori yang berisi kebersamaan dirinya dan Saras. Ini adalah saat yang tepat. Alpha tidak ingin mengulur lebih banyak waktu lagi untuk mengungkapkan semuanya. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk kesekian kalinya."Bapak nggak bercanda kan?" tanya Saras menatap Alpha. Pria itu duduk di hadapannya, menatap lekat wajahnya. Tatapan yang sebelumnya tak pernah Saras lihat, tatapan yang begitu berbeda. Binarnya seperti binar seseorang yang sedang jatuh cinta.Hah? Jatuh... cinta? Alpha jatuh cinta?Saras menelan salivanya. Mendadak suasana berubah canggung. Rasanya sulit untuk berucap. Bait kalimat yang memenuhi kepala Saras berakhir di tenggorokannya. Berhenti di sana seakan tidak diizinkan untuk terucap."Untuk apa saya bercanda?" Alpha balik bertanya. Wajar Saras meragu, tapi tidak rasional rasanya jika Alpha bergurau hanya untuk menarik perhatian Saras. Dia jelas bis
"Kamu mau jadi pacar saya?"Kalimat itu terus membayang-bayangi kepala Alpha. Dia menendang tong sampah yang berada di sudut meja, merasa kesal sekaligus menyesal. Apa-apaan dia bertanya seperti itu pada Saras. Alpha merasa ada yang tidak beres dengan dirinya."Tapi saya masih istri sah Bastian.""Saya bisa bantu kamu lepas dari pria itu.""Saya pikir dulu, pak."Alpha mengusap rambutnya. Dia tampak begitu frustasi. Seharusnya Alpha tidak bertanya secepat itu. Obrolan mereka seharusnya selesai di pembahasan tentang hubungan mereka di masa lalu. "Alpha gila!""Iya! Gue gila, mau apa lo?!" Dia menatap tajam Derma yang memasuki ruangan. Kini Alpha telah berada di kantor. Dia tidak punya muka untuk berlama-lama di tempat Saras. Bahkan dia enggan untuk makan siang di sana. Mungkin akan bersembunyi selama beberapa hari dan berharap Saras melupakan pertanyaan tidak masuk akal itu.Derma mendelik sinis. Dia berjalan mendekati Alpha, lalu melemparkan berkas-berkas laporan tugas yang diberikan
"Alpha suka sama dia, ma," cetus Alpha secara tiba-tiba. "Sekarang Alpha lagi berusaha untuk bantu dia ingat Alpha, ingat semuanya. Dan Alpha juga lagi berusaha untuk meminta dia jadi pacar Alpha."Apa yang bisa Alpha lalukan selain jujur? Dia jelas tidak bisa melihat mama merajuk. Alpha akan merasa bersalah.Mama tersenyum miring. Kalimat ini yang dia nantikan. "Jadi kamu beneran berharap Saras kembali?" tanya mama."Awalnya Alpha nggak berharap apa-apa. Tapi lambat laun Alpha percaya kalau Alpha mencintai, Saras. Rasanya masih sama kayak dulu, ma."Mama tersenyum tipis. Dia berbalik, menatap Alpha dengan punggung bersandar pada meja di samping oven. Kedua tangannya terlipat di depan dada. "Kalau kamu memang sungguh-sungguh, maksimalkan usaha mu. Lawan kamu bukan orang sembarangan, Pha. Bastian itu pebisnis terkenal. Sekutunya banyak," jelas mama. Meski sibuk dengan arisan, mama tetap tau dengan perkembangan dunia bisnis. Dia mengikuti berita bisnis dan segala rumor yang tercantum
Derma bersiap-siap untuk acara konferensi pers malam ini. Seperti yang telah mereka rencanakan sebelumnya, Derma akan diusung sebagai calon wali kota. Rafi telah mempersiapkan semuanya. Konferensi pers diadakan di taman kota. Konferensi ini akan dihadiri oleh banyak orang dan terbuka untuk umum. Alpha juga datang. Duduk di kursi tamu, berlagak sebagai tamu.Di belakang layar, Rafi sibuk menata Derma. Membantu pria itu menghafal kalimat yang telah ditulis oleh Alpha."Anjir, deg-degan gue. Berasa mau jadi wali kota beneran," ungkap Derma melakukan peregangan. Dia merasa gugup dan berdebar.Rafi menatap Derma malas. "Kan beneran jadi wali kota. Lo pikir ini cuma buat main-main?"Derma menatap Rafi. Matanya mengerjap dua kali. "Jadi gue beneran mau jadi wali kota?"Rafi berdecak pelan. Dia memukul kepala Derma menggunakan gulungan majalah di tangannya. "Nggak usah banyak bacot. Hafal aja itu pidato."Derma merenggut pelan. Dia mengusap kepalanya. "Nggak ada sopan-sopannya lo sama yang le