Malam berlalu begitu saja. Tanpa sepengetahuan Alpha, Saras telah hilang. Semua kejadian itu terjadi begitu saja tanpa sepengetahuan siapapun. Hingga pagi datang, Alpha melakukan rutinitasnya seperti biasa. Bangun, menyiapkan sarapan, memandikan Gani, lalu mempersiapkan dirinya untuk ke kantor. Hari ini Alpha memutuskan mengundurkan diri dari perusahaan. Rasanya dia sudah tidak butuh perusahaan itu. "Gani ikut papa aja ya," ujar Alpha sembari mengoleskan salep di pinggang Gani. Alpha trauma meninggalkan Gani sendirian. Dia takut kejadian seperti malam tadi terulang kembali. Gani menatap Alpha. "Papa mau kemana emangnya?""Ke kantor sebentar, ke rumah sakit terus ke tempat tante Saras." Alpha mengulas senyuman. Gani turut tersenyum. Dia selalu merasa senang mendengar nama Saras. "Okee."Alpha tertawa pelan seraya mencubit pipi gembul Gani. Sebentar lagi Gani akan berusia 5 tahun. Tidak lama lagi perayaan besar-besaran akan diadakan di rumah ini. Sebagai anak tunggal dan cucu satu-sa
Rencana Alpha hancur begitu saja. Semua yang telah dia rencanakan ketika hendak meninggalkan rumah berantakan karena panggilan telpon dari Angel. Wanita itu mengatakan kondisi apartemen sedang tidak baik-baik saja. Beberapa pengawal ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri di gudang basement. Angel sendiri juga tidak sadar bahwa dia tidur di sebuah mobil yang entah milik siapa dalam kondisi kurang baik. Dia meminta Alpha untuk segera datang melihat semuanya secara langsung.Di sinilah Alpha sekarang. Menatap hampa lobi yang kacaunya seperti sehabis perang. Angel berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk, begitu juga dengan beberapa penjaga yang tampak penuh luka di wajahnya. Alpha melirik cctv yang terpasang di setiap sudut lobi. Setidaknya pasti ada sedikit rekaman yang bisa dijadikan bukti.Namun untuk saat ini Alpha akan meminta penjelasan mereka terlebih dahulu. Apa yang terjadi pada mereka sehingga kondisinya tampak begitu memprihatinkan."Silahkan. Saya persilahkan kalian
"Iya, tapi untuk urusan itu aku nggak mau tau, Pha. Toh tujuan aku cuma mau dia hilang dari hidup kamu."Bicara pada orang orang gila tidak akan ada habisnya. Alpha tidak mengerti dengan rasa cinta yang sering Eva serukan. Bagaimana bisa dia mencintai seseorang dengan cara seperti itu? Mencelakakan orang lain demi perasaannya sama saja dengan dusta. Tidak akan ada yang dia dapat setelahnya selain sia-sia.Alpha meninggalkan Eva di restoran itu. Obrolan mereka berhenti di sana karena tensi Alpha sudah lebih dulu naik. Dia benar-benar akan menampar wanita itu jika memilih untuk tetap tinggal dan meladeni perasaan cintanya yang tak masuk akal. Kini Alpha sudah berada di kantor. Alpha melangkah memasuki ruangannya. Membuka pintu dengan kasar, lalu menutupnya dengan tenaga dalam. Bunyi pintu yang ditutup begitu kuat membuat Rani terperanjat kaget. Pun dengan Derma yang tertidur di meja kerjanya. Langsung terbangun dan menatap sekitar dengan separuh nyawa yang tersisa."Lo kalau nggak mau
Bastian menatap pada hamparan laut yang membentang mengelilingi tempatnya berpijak saat ini. Udara pagi yang benar-benar menyegarkan. Bastian menoleh, menatap pada sebuah rumah yang terletak tak jauh dari sana. Jendela kamar lantai dua terbuka. Bastian dapat melihat seorang perempuan duduk di sana, menghadap pantai dengan tatapan tajam. Saraswati terikat dan tak bisa kabur."Selamat pagi sayang!" seru Bastian melambaikan kedua tangannya ke arah Saras. Bastian terlihat begitu bahagia. Wajahnya berseri-seri.Sedangkan Saras, dia hanya bisa terdiam dengan mulut terkunci. Lakban itu sudah menutup mulutnya sejak semalam. Bahkan saat sadar dari pingsannya, Saras sudah dalam kondisi terikat di atas kursi. Saras tidak tau perjalanan seperti apa yang telah membawanya jauh ke tempat ini.Bastian tertawa kala tak ada sahutan dari Saras. Lalu berbalik, berjalan menyusuri pasir pantai yang menenangkan. Dia menghela napas lega. Akhirnya Bastian berada satu langkah di depan Alpha. Sesuai informasi y
Menjadi trending topik dengan kasus buruk tentu bukan prestasi yang Bastian inginkan. Dia pikir hanya stasiun televisi nasional yang memuat berita tentangnya, tapi ternyata berita luar negeri juga mulai memampangkan wajahnya di breaking news malam ini. Bastian tidak masalah jika kawasannya masih di bagian Asia, tapi naasnya stasiun tv Amerika dan Australia juga ikut campur. Harga diri Bastian langsung turun. Dia tidak akan membiarkan orang yang menaikkan berita itu hidup dengan tenang. Dan Bastian yakin, pelakunya adalah Alpha."Kamu kan yang ngasih tau Alpha soal berita itu?"Saras duduk di hadapan Bastian. Dengan posisi terikat di atas kursi dan mulut dilakban. Wajah Saras penuh luka akibat ulah Bastian. Dia memukul perempuan itu berkali-kali kala televisi terus-terusan menyebut namanya yang kini ditetapkan sebagai buronan. Sial sekali! Bastian benar-benar dipermalukan oleh berita sampah itu."Perempuan jalang! Apa yang kurang dalam hidup kamu sampai harus melakukan hal menjijikan
"Kamu sudah tidak punya apa-apa! Jangan belagu! Anak saya juga sudah tak menginginkan kamu!""Ayolah, Bastian nggak bakal tau kalau kita tidur berdua.""Dasar jalang! Bisa-bisanya kamu memfitnah adik saya! Dia tidak mungkin berbuat demikian kalau bukan kamu yang memancing!"Plak!Buagh!"Jangan coba-coba kabur!""Hahahah! Nggak bakal ada yang percaya sama kamu, kak.""Mati saja kamu! Saya tidak akan membiarkan kamu meninggalkan rumah ini dalam keadaan bernyawa! Dasar manantu sialan! Suami saya mati juga karena kamu kan?! Dasar tidak tau diri!"Mimpi itu lagi. Saras terjaga, menatap sekeliling toko yang sudah ramai oleh orang lalu lalang. Ia lagi-lagi ketiduran di tempat ini. Di sebuah toko, di depan jalanan umum. Saras segera beranjak, melangkah pergi. Ia bisa tertangkap jika terus-terusan berada di tempat ramai. Melangkah secepat mungkin tanpa tau kemana arahnya.Dua hari sudah Saras menjadi gelandangan. Ia memutuskan kabur dari rumah. Ibu mertua, adik ipar bahkan suaminya tidak bisa
Alpha tidak tau harus bersikap seperti apa setelah ditarik oleh perempuan asing menerobos rumahnya sendiri. Kalau saja yang menarik Alpha dengan semena-mena adalah bu Warni—tetangganya—Alpha tidak akan marah. Namun ini beda cerita. Bukan bu Warni yang menarik pergelangan tangan Alpha, tapi perempuan asing tidak tau diri yang sudah Alpha usir tapi tidak mau pergi. Alpha ingin memukul apa saja rasanya karena kesal."Tinggalkan rumah saya. Laki-laki tadi pasti sedang mencari kamu," datar Alpha menatap Saras. Perempuan itu berdiri di hadapannya, sedangkan Alpha duduk di pinggiran sofa."Beneran nggak butuh pembantu, Mas?" Saras masih berharap. Tentu saja, ini harapan terakhir Saras untuk tetap hidup. Saras bisa saja berkelana lagi mencari lowongan pekerjaan, tapi ia terlalu malas. Alpha menggeleng tegas. "Tolong segera tinggalkan rumah ini. Mumpung saya masih baik."Saras menatap Alpha sinis. "Kalau baik ya terima saya kerja di sini, bukan ngusir." Saras mendumel. "Saya baru aja mengalam
"Saya beneran boleh kerja di sini, mas?"Mungkin pertanyaan barusan sudah ditanyakan untuk ke enam kalinya sejak kepergian mama dari rumah. Tadi mama Alpha datang, mendiskusikan perihal Saras. Katanya Alpha tidak bisa hidup berdua dengan Gani. Anak kecil itu butuh teman bermain, teman bercerita sedangkan Alpha sibuk bekerja dan sering pulang larut malam. Gani juga butuh perhatian. Harus ada satu orang yang memperhatikan jadwal Gani. Dimulai dari bangun hingga bangun lagi di keesokan harinya. Alpha meminta mama saja yang menjaga Gani, tapi wanita itu menolak. Ia juga sibuk, tour ke sana kemari bersama komunitas travelingnya. Ya, semenjak ditinggal papa, mama tidak pernah betah duduk di rumah. Paling hanya empat hari, lalu esoknya pergi lagi.Alhasil, dengan sangat amat terpaksa, Alpha menerima Saras menjadi pembantu di rumahnya. Tentu saja tidak cuma-cuma. Alpha memberikan beberapa syarat yang harus Saras sanggupi jika memang ingin bekerja di rumah ini."Jangan bikin saya berubah piki