"Tante Saras!"Teriakan girang Gani menyambut Saras kala membuka pintu unit apartemennya. Dia pikir yang datang adalah Angel. Sebab kalau Alpha, pria itu langsung masuk tanpa mengetuk.Kehadiran laki-laki kecil itu menjadi kejutan tak terduga pagi ini. Saras tidak menyangka Alpha akan membawa Gani bertemu dengannya. Saras benar-benar merindukan bocah kecil itu."Gani!" sambut Saras merentangkan tangannya. Gani langsung berhamburan ke dalam pelukan Saras.Kedua manusia itu berpelukan sambil menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri."Tante kangen kamu," ucap Saras."Gani juga," balas Gani.Alpha yang menyaksikan hanya bisa tersenyum. Dia tidak salah pilih."Sekarang masuk dulu yuk. Tante udah masak makanan enak." Saras menatap Gani setelah mengurai pelukan. Bocah kecil itu mengangguk dengan semangat.Saras berdiri. Tangannya menggenggam telapak tangan mungil Gani. Kemudian memb
Setelah meninggalkan Alpha begitu saja, Eva kembali muncul dengan alasan yang masih tak bisa mama tebak. Mantan menantunya itu tiba-tiba datang berkunjung membawa ibunya tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Mama sebetulnya tidak masalah. Baguslah jika mereka masih ingat dengan keluarga dari mantan suaminya.Tapi rasanya untuk menerima kembali, mama tidak akan bisa. Dia ingat betul bagaimana jahatnya Eva meninggalkan Alpha bersama Gani dengan alasan sudah tak mencintai putranya. Alasan gila yang kala itu membuat darah tinggi mama kambuh.Usai meninggalkan begitu banyak luka, kini mereka malah kembali seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Terkadang mama mempertanyakan, kenapa bisa mereka bersikap seperti itu. Apakah mereka tidak merasa berdosa setelah membuang Alpha dan Gani? Bahkan jika dipikir-pikir lagi, Eva tidak pantas dipanggil ibu oleh cucunya. Gani berhak mendapatkan ibu yang lebih baik dari perempuan itu."Apa yang membawa ka
Alpha kembali pada rutinitas seperti biasa. Bangun pagi, membuat sarapan, membantu Gani bersiap-siap ke taman kanak-kanak dan terakhir merapikan semua kekacauan yang dia perbuat kala memasak sarapan. Alpha bekerja lebih ekstra. Yang biasanya hanya memasak, kini juga mencuci peralatan masak. Bukan hanya membersihkan rumah, Alpha juga harus merawat tanaman di depan rumah. Mencabuti rumput liar yang tumbuh di antara bunga, menyiram tanaman dan memanen mangga yang sudah matang. Alpha harus bangun lebih pagi agar bisa menyelesaikan semuanya tepat waktu. Belum lagi ke kantor, mengurus perusahaan dan mengurus Dermaga. Dia benar-benar sibuk.Saat ini Alpha sedang menyiram tanaman. Sudah beberapa hari tanaman itu tidak mendapat air. Sebagian bunga ada yang telah lepas dari batangnya. Ada juga daun yang layu dan beberapa tumbuhan yang mati. Alpha merasa bersalah karena melupakan tanaman kesayangannya.Pagar depan sengaja Alpha buka. Niatnya tadi biar tidak susah saat mengeluarkan mobil. Namun
Agaknya sebentar lagi Alpha benar-benar akan ditendang dari kantor tempatnya bekerja karena kembali absen tanpa keterangan. Derma telah mengirimkan banyak pesan mengenai bos mereka yang mulai naik darah. Rani juga menelvon Alpha berkali-kali dan tak satupun yang Alpha jawab. Dia bukannya tak bertanggung jawab sebagai 'budak', hanya saja untuk saat ini ada yang lebih penting dari pada posisi biasa dengan gaji standar itu.Dulu, Alpha bekerja karena gabut sekaligus menutupi identitasnya sebagai pemilik Alpha's world. Dia juga tidak jahat karena telah menjadikan Rafi sebagai CEO gadungan. Justru karena Rafi hidup sebatang kara, makanya Alpha memilih pria itu untuk menjadi pemilik abal-abal Alpha's world. Alpha hanya sedang berusaha melindungi keluarganya dari oknum tertentu."Ntar kopinya pusing kalau diaduk terus," celetuk Saras menatap Alpha. Pria itu duduk di hadapannya, mengaduk kopi yang mulai mendingin dengan tatapan yang terlihat kosong.Tadi Alpha datang dengan wajah murung. Kata
Mencari informasi mengenai Alpha sama halnya dengan mencari sebuah jarum di tumpukan jerami, sulit dan hampir mustahil untuk ditemukan. Berbagai laman berita serta artikel Eva gulir untuk menemukan seperti apa kehidupan Alpha dua tahun terakhir. Sebagai pemilik Alpha's world, Alpha pasti disorot banyak media. Seharusnya pria itu terkenal dan populer.Namun sayang sekali, Eva tak menemukan satupun artikel Alpha's world yang berkaitan dengan Alpha. Justru di artikel yang telah dia baca, CEO dari Alpha's world bukanlah Alpha melainkan seorang pria bernama Rafi. Eva tidak mengenal laki-laki itu. Eva memang tidak pernah peduli dengan orang-orang di sekitar Alpha. Dia bahkan tidak tau siapa orang kepercayaan Alpha. Karena merasa usahanya sia-sia, Eva memutuskan untuk menutup laptopnya. Dia masih berada di caffe yang sama dengan Alpha dan Saras. Dari tempatnya dia masih bisa melihat sepasang manusia itu berinteraksi. Penuh tawa dan kehangatan. Alpha tampak berbeda sekali ketika masih bersam
"Nggak nyangka gue kisah cinta lo seburuk itu," cibir Eva menatap Bastian. Mereka langsung bertemu di malam hari, membahas rencana selanjutnya mengenai kisah cinta mereka.Bastian menatap Eva dengan senyuman miring. Gelas kecil yang berada di genggamannya membawa wine di dalamnya menari-nari seirama dengan gerakan tangan Bastian. Mereka berada di klub malam milik Bastian. Pria itu meminta Eva untuk datang dan menemuinya di sana. Eva tentu tak neko-neko, dia butuh Bastian malam ini juga untuk menyelesaikan semuanya."Lo sendiri kenapa sebodoh itu? Dulu berlagak minta cerai, sekarang minta balikan." Bastian balas mencibir.Eva meneguk winenya. Dia akui, dia memang bodoh. "Namanya juga manusia kan? Semuanya bisa berubah."Bastian tertawa pelan. Wanita selalu punya jawaban atas segala tindakannya."Jadi, apa ide kamu?" Satu-satunya ide yang ada di benak Eva adalah ide yang diutarakan oleh Aderion di pertemuan pagi tadi. Mungkin itu juga akan menjadi jalan terakhir bagi mereka. Sebab sete
"Ini nomornya, Bas. Gue serahin semuanya sama lo," ujar Eva memberikan kertas nama berisi nomor Alpha.Bastian menerimanya. "Dan selanjutnya kamu yang bertugas."Eva menganggukkan kepalanya. Ada misi lain yang harus dia lakukan agar rencana ini terlaksana dengan baik."Gue jamin ini bakal berhasil," kata Eva sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkan kantor Bastian.***Alpha berada di apartemen Saras sejak tadi siang. Tidak ada pekerjaan pasti yang dia lakukan di sana selain membantu perempuan itu mengenang kembali masa-masa indah mereka. Perlahan-lahan, ingatan Saras mulai membaik. Ada kemajuan dan Alpha sangat mensyukuri hal itu."Lucu juga ya," ucap Saras menatap foto-foto mereka sewaktu remaja.Alpha tersenyum. Bukan karena foto yang mereka lihat, melainkan karena wajah Saras yang tampak menggemaskan. "Iya."Saras menoleh, langsung bertemu tatap dengan Alpha. Sejurus kemudian Saras mengusap wajah pria itu menggunakan telapak tangannya. "Nggak usah kayak gitu natapnya.""Apa sa
Saras menunggu kabar dari Alpha dengan resah. Dia mondar mandir di depan televisi sembari menggigiti kukunya dan tak hentinya melirik jam dinding. Sudah setengah jam sejak kepergian Alpha dan pria itu belum memberikan kabar apapun. Saras bisa saja menelpon lebih dulu, tapi dia takut mengganggu. Alhasil Saras hanya bisa menunggu dengan sabar. Semoga Gani dan Alpha baik-baik saja.Namun mau bagaimana Saras mencoba sabar, perasaan gelisahnya tak mau hilang. Dia harus melihat sendiri keadaan Gani agar dirinya bisa tenang. Lantas Saras berpikir lagi. Dia tidak ingin membantah ucapan Alpha tapi berdiam diri di tempat ini juga bukan hal yang baik. Saras mencoba menimang lagi untuk melakukan ide gilanya. Ah, tidak ada waktu lagi untuk berpikir. Toh ini juga sudah malam. Tidak akan ada yang mengenali Saras.Tanpa membuang lebih banyak waktu, Saras bersiap-siap pergi ke rumah Alpha. Dia hanya mengenakan sweater rajut dan celana panjang. Tak lupa masker untuk menutupi separuh wajahnya. Saras tid