Share

3. Tuduhan keji

"Apa yang ingin kau tunjukkan? Bentuk tubuhmu? Atau kakimu yang jenjang?"

Luna mengepalkan kedua tangan kuat, sampai buku-buku tangannya memutih. Tidak terima dengan tuduhan Leon yang seolah menganggap dirinya gemar memamerkan lekuk tubuh. Selain itu, Luna juga tidak menyangka Leon akan ikut turun. Pasalnya setelah menyambar kaos pria itu dan mengenakannya----Luna sempat memastikan jika Leon benar-benar masih terlelap setelah percintaan panas mereka beberapa saat lalu.

"Ini tubuhku, kau tidak berhak mengaturku harus bagaimana!" Luna sangat marah, terlebih mengetahui ada orang lain yang juga ikut mendengar tuduhan Leon padanya.

Tanpa mengalihkan pandangan dari Luna yang berdiri di ujung tangga, kaki Leon perlahan turun menapaki anak tangga satu persatu. Hingga tak berselang lama, tubuh tinggi besarnya sudah menjulang di dekat Luna yang semakin terlihat kecil. Leon masih berdiri di dua anak tangga terakhir, ketika menatap pria paruh baya yang berdiri tidak jauh dari Luna.

"Pergilah Pak Jang, biarkan aku yang menemaninya." 

Luna terhenyak, heran Leon bisa berubah selembut itu saat berbicara dengan Pak Jang----kepala pelayan di mansion pria itu.

Dua hari lalu, tepatnya setelah pernikahan itu terjadi, Leon memboyong Luna kembali ke mansion. Tetapi sejak dikenalkan pada seluruh pelayan sebagai 'Nyonya Smith', Luna hilang kepercayaan diri. Bahkan untuk sekedar menyapa mereka saja, Luna tidak sanggup. Terlalu takut menghadapi kenyataan. Dianggap telah menggoda majikan mereka. 

"Aku tidak butuh teman," ketus Luna segera pergi begitu Pak Jang sudah menjauh. 

Ia benar-benar bisa gila jika selalu berada di dekat Leon. Atau memang sudah gila, karena nyatanya sekarang mulai terbiasa melayani permainan panas pria itu di atas ranjang.

Leon memilih tidak mengikuti Luna. Setelah turun dari anak tangga terakhir, Leon justru menuju arah yang berbeda. Setidaknya sekarang tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Sehingga cukup memperhatikan Luna yang berkeliaran dari tempat persembunyiannya.

Duduk di bal stool, sambil menyandarkan punggung pada meja bar. Lewat kaca besar penyekat ruangan, Leon masih memperhatikan Luna yang ternyata tengah memakan sesuatu di meja dapur. Kondisi dapur yang terang, memudahkan Leon bisa memperhatikan Luna dengan jelas. Tapi tidak sebaliknya. Letak bar Leon yang menyimpan berbagai jenis minuman beralkohol, berada di bawah tangga yang bentuknya melengkung setengah lingkaran. Selain itu, pencahayaan sengaja Leon biarkan tamaran. 

Luna memang tidak pernah tahu ada sepasang mata yang terus mengawasi dirinya. Karena setelah mengambil sebungkus roti dan sekotak susu, ia memilih duduk di kursi dengan posisi membelakangi dinding kaca.

"Aku tidak bisa seperti ini. Persetan dengan pernikahan itu, karena memang aku tidak menginginkannya." Sambil kembali menggigit roti yang dikeluarkan setengah bagian dari dalam bungkusnya, Luna masih memikirkan cara bagaimana bisa terbebas dari Leon. 

"Tapi jika aku nekat pergi, bagaimana dengan ancaman itu? Apakah dia akan tetap baik-baik saja?" Keraguan tiba-tiba muncul, menghancurkan keyakinan yang baru saja terbangun. 

Luna dilema.

Mengedarkan pandangan ke setiap sudut dapur yang berukuran sangat luas. Luna tidak menyangka jika keputusannya datang ke mansion Leon enam bulan lalu, justru menjadi awal petaka untuk dirinya sendiri. Keinginan bisa mengumpulkan banyak uang pun sirna begitu saja. Sekarang Luna hanya berharap bisa pergi, dan kembali menjalani hidup apa adanya.

Luna berpikir berada di mansion memiliki peluang lebih besar untuk bisa kabur—setelah dipindahkan dari apartemen Leon. Lantaran Luna menganggap, selain memiliki banyak akses untuk keluar, luasnya halaman diyakini bisa dijadikan tempat persembunyian sementara sebelum sampai gerbang utama. Semua rencana sudah tersusun rapi, dan Luna yakin besok pagi-pagi sekali ia bisa memulai aksinya. 

**************

Luna yang hampir meraih mimpi tersentak, dan kembali terjaga begitu merasakan ada yang menyusup kedalam selimut yang ia kenakan. Namun, belum sempat menyingkap selimut untuk memastikan. Luna sudah lebih dulu dikejutkan dengan kedua kakinya yang ditekuk dan dibuka lebar. Spontan Luna membuka mulut, bertepatan dengan inti tubuhnya sedang dipermainkan di bawah sana. 

Dasar Binal!

Luna yakin, hanya Leon yang memperlakukan dirinya dengan sangat brengsek dan tidak tahu diri. 

"Bersikaplah layaknya istri yang baik, dengan begitu kau dan dia akan tetap kupastikan hidup." 

Luna memejamkan mata, tidak hanya sensasi yang berhasil Leon ciptakan di bawah sana. Tapi juga kalimat sialan itu kembali menari-nari di benaknya setiap kali ia ingin menolak sentuhan Leon.

Sialnya, Luna masih cukup keras kepala dengan melakukan penolakan-penolakan kecil. Walaupun sadar itu tidak akan mampu menghentikan kebrutalan Leon terhadap tubuhnya. 

"Kau tau apa yang bisa kulakukan sekalipun kau tidak menginginkannya," bisik Leon setelah berhasil mencengkram kedua tangan Luna dan meletakkan ke atas kepala.

"Kau pria brengsek, mesum, binal. Aku membencimu, Leon!"

Luna tidak mau menyerah meski tahu dirinya sudah sangat mustahil bisa terlepas dari kungkungan Leon.

"Lakukan apa yang kau inginkan. Sekarang kau istriku. Siapapun tidak ada yang bisa melarangku melakukan apa saja pada tubuhmu," bisik Leon lagi seraya meremas kasar gumpalan lembut Luna secara bergantian.

Semakin ingin menghalau gejolak yang selalu berhasil Leon hadirkan pada tubuhnya, yang ada Luna dibuat gelisah menerima sentuhan pria itu yang semakin brutal dan menuntut. Kali ini Luna benar-benar merutuki kecerobohannya yang tidak sempat berpakaian dengan benar, setelah kembali dari dapur. 

Kurangnya waktu tidur---sering diganggu Leon yang selalu memaksakan kehendaknya, membuat Luna sama sekali tidak bisa mendapatkan tidur yang berkualitas. Lantaran hal tersebutlah Luna terlihat lesu dan nyaris seperti mayat hidup. Sebelumnya Luna juga sempat tertidur sebentar di meja dapur. Karena tersentak, Luna memutuskan kembali ke kamar dan bermaksud ingin melanjutkan tidurnya yang tertunda. Namun, siapa sangka, lagi-lagi kembali diusik oleh pelaku yang sama.

"Hentikan!! Tidak bisakah kau membiarkan aku tidur dengan tenang? Sekarang bahkan hampir pagi." 

Geram. Luna mengerahkan semua tenaga untuk mendorong bahu keras Leon agar belitan di kedua kakinya terlepas. Tetapi bukannya terjadi seperti yang Luna inginkan, Leon yang sudah menenggelamkan wajah di pangkal pahanya, justru menghisap kuat bagian itu. Sontak saja, Luna yang akan kembali mendorong bahu Leon memekik tertahan.

"Kau benar-benar gila! Lepaskan aku!"

Leon menegakkan kepala. Menyingkap selimut dan melemparkannya ke lantai. Sekarang terlihat jelas bagaimana posisi mengerikan mereka dengan Leon yang kembali menenggelamkan wajah di tempat sebelumnya. Menjilat dan menggigit bagian itu secara brutal. 

Pria itu benar-benar persis seperti singa yang sesungguhnya. Pria dewasa yang selalu paham, bagaimana harus mengoyak pertahanan Luna hingga membuatnya terombang-ambing, antara ingin menolak atau hanyut dalam permainan kotor Leon.

"Tolong hentikan. Biarkan aku tidur, Le." Luna nyaris melebur jika Leon tidak juga menghentikan permainannya. "Aku mohon." Suara Luna sudah tersengal-sengal disertai lenguhan panjang. Luna benci ketika tubuhnya kembali dibuat tak berdaya. Leon memang brengsek dengan semua permainan kotornya.

"Ini hukuman untukmu berani keluar dengan hanya memakai pakaianku," lirih Leon tanpa berniat berhenti. Meski tahu Luna sudah tidak cukup bertenaga untuk menolak dirinya. 

"Kau memang tidak waras!" marah Luna di sisa tenaga. Tapi tak urung kembali mendesah nikmat. 

"Aku memang tidak waras, dan kau harus menanggung kegilaanku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status