Share

Nina, I'm coming

Din, kita jadi ke Mall?” tanya Tasya.

“Iya, jadi.” Dinda merapihkan peralatan medisnya, karena waktu bertugas mereka telah selesai.

“Bokap lu udah transfer?” tanya Tasya.

Lama berteman dengan Tasya membuat logat Jawa Dinda memudar, karena walau mereka tinggal di Surabaya, tetapi mahasiswa yang berasal dari jakarta sangat banyak.

“Udah.”

Dinda dan Tasya langsung menuju kota sebelum matahari tenggelam. Mereka menaiki taksi setelah berada di jalan raya.

“Stop.” Tasya melambaikan tangannya pada mobil berwarna biru itu.

Mereka pun membuka pintu mobil dan masuk.

“Ke Mall xxx ya pak,” kata Dinda.

“Itu di mana ya, Mba? Maaf saya baru ada di Bali, jadi masih belum tau jalan.”

Dinda dan Tasya menghelakan nafasnya.

“Ya udah, gue buka g****e map dulu,” kata Dinda. Lalu, mereka jalan.

Di dalam mobil, Dinda dan Tasya merasa kegerahan. Hingga Dinda membuka kaca jendela itu.

“Mas, emang AC nya ga di pasang ya?” Tanya Tasya pada supir taksi itu.

“Maaf, mba. Saya cuma supir, kalo pasang AC saya ngga bisa. Ada temen saya yang bisa.”

“Eh capek deh.” Tasya menepuk jidatnya. Sedangkan Dinda tertawa geli.

Tasya tak mau lagi bertanya pada si supir itu, dari pada makan ati. Dinda masih terkekeh geli, melihat temannya yang sedang kesal, karena jawaban si supir selalu berbeda dengan pertanyaan Tasya.

“Sabar, Sya.” Dinda mengelus dada sahabatnya sambil tertawa.

Akhirnya mereka sampai di Mall itu, walau dengan drama panjang karena si supir yang kelewat polos dan Tasya yang tidak sabaran. Mereka pun masuk ke dalam Mall dan berbelanja.

“Sya, udah yuk. Gue udah dapet nih baju-bajunya,” kata Dinda sembari menenteng beberapa setel pakaian.

“Daleman, jangan lupa di beli sekalian.”

“Udah ini.” Dinda kembali menunjukkan barang belanjaannya sebelum sampai di kasir.

Tak lama kemudian, Tasya melihat dua sosok pria bule.

“Din, itu bukan sih cowok bule yang nyium lu di bandara,” kata Tasya berbisik.

Arah mata Dinda langsung mengikuti telunjuk Tasya. “Iya bener.”

“Tapi bukan dia, Sya. Noh yang lagi jalan ke kasir.” Dinda dan Tasya mengintip di sela-sela pakai yang terdisplay rapih dengan maniken-manikan di sampingnya.

“Gue samperin.” Dinda berjalan menuju kasir. Namun belum sampai kasir, Matt meninggalkan tempat itu dan berjalan cepat ke arah pakaian yang lain.

“Eh dia pergi,” kesal Dinda yang tidak sempat bertemu Matt.

Matt pun tak melihat kehadiran Dinda di sana.

Akhirnya, Dinda berjalan menuju kasir dan meletakkan semua barang belanjaannya. Ia melihat kartu hitam yang masih di pegang oleh kasir. Itu artinya, kartu itu pasti milik si bule tadi.

“Mba, ini semua dia yang bayar.” Dinda menunjuk ke arah Matt yang sedang membelakanginya jauh di sana. Matt terlihat sedang berbincang dengan Sales promotion girl.

“Din.” Tasya menarik-narik ujung pakaian yang Dinda kenakan.

“Saya pacarnya. Jadi semua ini dia yang bayar,” ucap Dinda lagi pada si kasir itu. kasir itu pun hanya mengangguk.

“Supaya impas, Sya. Dia berani nyium gue. Sekarang dia harus bayar," ucap Dinda berbisik pada Tasya.

“Emang lu cewek bayaran?” tanya Tasya.

“Ya nggalah. Tapi seenggaknya biar dia tanggung jawab. Enak aja, gue rugi dia juga harus rugi.”

“Terserah.”

Setelah selesai, Dinda dan Tasya langsung berlari meninggalkan toko itu. Mike melihat Dinda dan Tasya yang keluar dengan langkah terburu-buru. Mike mengeryitkan dahinya dan berjalan menghampiri Matt di kasir.

“Matt, tadi aku melihat wanita itu.” Mike menepuk bahu Matt yang sedang berdebat serius dengan kasir.

“What? Coba hitung lagi, belanjaan saya tidak sebanyak itu.” Ucap Matt pada si kasir.

“Benar pak. Soalnya tadi pacar bapak datang dan membeli semua pakaian ini.” SI kasir memperlihat struk pembelian Dinda.

“Siapa?”

“Dua gadis muda tadi.”

“Matt, aku lihat dua gadis itu,” kata Mike.

“Dua gadis siapa?” tanya Matt bingung.

“Gadis yang kau cium di bandara bersama temannya.”

“Apa? Dimana dia?” Matt segera menyelesaikan transaksi itu dan segera keluar untuk mencari Dinda.

Matt dan Mike berlari mengitari Mall, berharap dapat bertemu Dinda dan temannya.

“Dinda, bule itu kayanya nyariin kita. Dia sadar kartunya buat bayar belanjaan lu.”

“Jongkok.” Dinda meminta Tasya untuk Jongkok di sebuah pohon buatan dengan pot yang sangat besar yang terdapat di dalam mall itu.

“Sini.” Dinda berlari ke tembok untuk mencari tempat persembunyian yang aman. Tasya pun mengikutinya.

Mereka pun bersembunyi di balik tembok itu.

“Din, kok urusannya jadi ribet gini sih?” Tanya Tasya.

Dinda menarik nafasnya dalam-dalam sembari menyandarkan tubuhnya di tembok itu. “Gue juga ngga tau.”

“Lagian kenapa sih lu nekat banget. Bukannya bayar aja pake ATM lu dah.”

“Sorry, Sya. Abis ngeliat muka tuh bule bikin gue kesel.”

Setelah di rasa aman dan tak terlihat kedua bule itu lagi, akhirnya Dinda dan Tsya segera keluar dari mall itu dan kembali ke penginapannya.

“Sial, dasar wanita aneh.” Umpat Matt saat mengingat apa yang telah Dinda lakukan padanya.

“Sudahlah, uang segitu tidak ada artinya untukmu.”

“Bukan uang, Mike. Masalahnya dia telah mengerjaiku.” Kesal Matt.

Namun, Mike malah tertawa, karena baru kali ini Matt di kerjai oleh seorang wanita apalagi wanita yang kelihatannya jauh lebih muda darinya.

“Seharusnya dia bertemu denganku baik-baik dan kembalikan koper kami masing-masing, karena di dalam koper itu juga ada baju dan jam tanganku yang harganya tidak murah.”

“Yes, I know. Semua yang kau pakai memang tidak pernah murah.”

Matt berjalan mondar mandir di kamar hotelnya dengan nafas memburu. Ia sungguh kesal dengan kelakukan Dinda.

****

Satu bulan berlalu. Matt baru saja meletakkan ponselnya, setelah berbicang dengan sang kakak melalui telepon. Sejak berada di negara ini, belum sekalipun ia mengunjungi rumah sang kakak di Jakarta. Padahal ia pun sudah sangat merindukan asisten rumah tangga kakaknya di sana.

Matt mengambil lagi ponselnya.

“Mike, apa besok jadwalku padat?”

“Tidak begitu. Ada apa?”

“Tolong handle pekerjaanku di sini. aku akan ke Jakarta.” Jawab Matt.

“Hei, katanya kau akan kesana tahun depan.”

“Terlalu lama, aku sudah merindukan asisten rumah tangga kakakku.”

Mike tertawa. “Dasar kau. Ya sudah terserah.”

Matt menutup ponselnya dan memesan tiket untuk ke Jakarta. Ia merubah apa yang telah di jadwalkan sebelumnya. Sepertinya, ia akan membuat kejutan untuk sang kakak di sana.

“Nina, I’m coming,” gumam Matt saat menatap wajah Nina di layar ponselnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
yeni octaviani
gak rela bgt masak Matt suka sama ceweknya Ardi ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status