Matt dan Nina berada di dalam mobil. Mereka hendak pergi ke Bandung untuk menemui orang tua dan keluarga Nina yag berada di desa itu.
Sesekali Nina melirik ke arah Matt yang serius menyetir. Matt pun ikut melirik ke arah Nina, sesaat mereka saling berpandangan dan tersenyum.
“Kenapa?” tanya Matt.
Nina menggeleng. “Ngga apa-apa.”
Matt mengeryitkan dahinya.
“Aku tuh suka takut sama pria yang bertato.” Ucap Nina yang memang selalu melihat ke arah leher Matt yang terdapat garis berbentuk Z.
“Keluargamu juga takut dengan pria bertato sepertiku?” tanya Matt.
Nina mengangguk, tapi tetap tersenyum.
“Tidak semua pria bertato itu jahat, Sayang,” ucap Matt.
“Iya, tapi di tempatku itu desa banget. Tidak modern dan pastinya kamu adalah orang asing yang baru datang di desaku.”
“Oh ya? Pasti seru,” ucap Matt santai.
“Bye the way, kit
Di inggris, seorang pria berusia delapan belas tahun sedang menangis tersedu-sedu di pusaran makam sang ayah. Ia merupakan anak dari hasil perselingkuhan antara sang milyarder dengan mantan kekasihnya yang bernama Caroline.Pria yang baru beranjak dewasa ini, masih menangis sembari berjongkok. Sedangkan sang ibu hanya berdiri di belakangnya.“Dad, mengapa kau begitu cepat meninggalkanku?” (dalam bahasa inggris)Pria itu bernama Mattew Osborne. Sang ayah mengalami kecelakan tunggal saat bersama ibunya atau sang GranMa. Mattew dan Caroline baru bisa mengujungi makam sang ayah, setelah keluarga Osborne benar-benar pergi.“Bagaimana aku menjalani hidup ini tanpamu, Dad.” Ucap Matt menangis.Kakak lelaki Matt yang bernama David sudah pulang lebih dulu bersama rombongan keluarga besar Osborne yang lainnya. Sejak kecil David tidak pernah tahu bahwa sang ayah yang baru saja tiada ini telah menikah lagi bahkan memiliki seorang anak.
Delapan tahun kemudian.“Uuuu..” Semua orang bersorak, ketika Matt keluar dan hendak memasuki arena.Ya, Matt memang beberapa kali ikut tinju liar. bukan karena jumlah uang yang di tawarkan, melainkan wanita yang menjadi taruhannya. Dalam pertandingan ini, pemenangnya akan mendapatkan wanita cantik yang duduk di antara juri itu. Si pemenang akan di layani oleh wanita itu hingga bosan.“Matt, mana wanita yang menjadi taruhan?” Tanya Mike yang ikut berjalan di samping Matt.“Itu.” Matt menunjuk pada gadis cantik dan sexy yang duduk di bangku paling depan.“Uuu.. Wow bidadari dari surga.” Ucap Harry yang juga berada di samping Matt.“Atau mungkin dia lebih cantik dari bidadari yang ada di surga.” Celetuk Mike.Harry dan Mike menepuk pundak sahabatnya. “Kau pasti menang, Matt.”Matt menjawab dengan mengangkat ibu jarinya ke atas. Lalu, ia mengedipkan satu matan
Seperti biasa, Matt duduk di sebuah kursi bar bersama Mike dan Harry. Namun saat ini, Mike tengah asyik di pojokan bersama seorang wanita. Sepertinya ia sedang one night stand di tempat terbuka, karena di club ini, hampir semua orang sedang bercumbu, entah itu dengan pacarnya atau hanya baru bertemu beberapa menit yang lalu.Matt menoleh ke arah Mike. “Kapan dia bertemu wanita itu?"Harry meneguk minuman alkohol yang kadarnya cukup tinggi, mengingat udara London malam ini benar-benar dingin.“Baru satu jam sebelum kau datang.” Jawab Harry.Harry juga pria normal, terkadang ia juga melakukan hal yang sama seperti Mike dan Matt. Namun, Mike dan Matt lebih gila darinya. Jika Mike menggunakan wanita dari kalangan mana saja, berbeda dengan Matt, ia hanya mau dengan wanita yang berkelas.Matt dan Harry sedang asyik menikmati minuman yang membuat suhu tubuh mereka menghangat. Lalu, mereka di kejutkan oleh suara bising, suara riuh seperti
Dor Dor DorMatt sedang berlatih menembak di pekarangan rumahnya. Sudah dua hari, ia pulng ke Villa untuk menemani sang ibu.“Hai, Matt, kau di sini?” Tanya Mike yang langsung menghampiri sahabatya, setelah memarkirkan mobilnya asal.Mike cuek dan tetap memfokuskan diri dengan terus menembakkan peluru ke arah target. Kali ini targetnya adalah botol-botol kaleng yang di letakkannya cukup jauh darinya.DorMatt menumbangkan satu botol kaleng yang tersisa.Prok.. Prok..“Luar biasa, bidikanmu semakin oke.” Kata Mike.Kemudian, Matt melepaskan semua atribut menebaknya dan meminum botol bir yang tersedia di meja santai.“Aku membawa kabar, kakakmu akan datang ke sini minggu depan.” Ucap Mike yang kini menjadi asisten pribadi Matt di perusahaan ayahnya.Hari ini, Matt memang tidak ke kantor. Ia ingin menemani sang ibu yang terus merengek minta untuk tidak di tinggalkan. Oleh karenanya
"Matt.” Panggil Mike yang melihat sahabatnya terus menegukkan minuman ke tenggorokan.“Jangan mabuk, Matt!”Harry pun memperingatkan sahabatnya itu. Pasalnya Matt pria paling ribet jika mabuk, ia akan banyak bicara dan sangat menyusahkan.“No, aku tidak mabuk.” Ucap Matt.“Kau memang tidak boleh mabuk. Bukankah malam ini, kau ingin ke rumah besar keluarga Osborne?” Tanya Mike.Mereka berbicara dalam bahasa Inggris.“Hmm.” Jawab Matt singkat.Ia memang belum mabuk sepenuhnya, hanya sedikit berat di bagian kepala.“Sepertinya, kau mabuk Matt. Lebih baik kau ke apartemenku.” Kata Harry yang kini sudah menjadi dosen di sebuah universitas ternama di London.Pria berkacamata itu hendak membantu Matt untuk berdiri.“Come on, Harry. Aku tidak mabuk.” Kata Matt yang berdiri sendiri saja sampai terjatuh-jatuh.“Seperti ini kau bilang
Sejak semalam, kedua mata Matt tak bisa di pejamkan. Sosok wajah Nina selalu membayangi pikirannya. Entah mengapa, gadis itu mampu mmbuatnya tertarik, padahal perawakan Nina sangat jauh wanita-wanita yang selama ini mengisi waktu luang Matt.Matthew menginap di rumah besar keluarga Osborne bersama David dan keluarganya. Ia bangun, lalu membuka jendela kamar. Matanya berkeliling menikmati matahari yang bersinar dan hamparan bunga serta rumput yang tertata rapih di halaman belakang rumah itu. Halaman belakang yang luas seperti sebuah taman.Kemudian, mata Matt terdiam lama pada sosok wanita yang dari semalam wajahnya berseliweran dalam pikiran. Gadis itu terlihat sedang menyuapi bayi berusia sembilan bulan. Matt tersenyum sambil bersidekap memegang dagunya. Ia melihat senyum yang tulus dari seorang pengasuh. Melvin yang tengah duduk di stroler itu pun tertawa bersama pengasuhnya sambil menikmati sarapan pagi.Matt bergegas memakai pakaiannya. Ia turun dan menghamp
“Hai, Matt.” Sapa Harry yang langsung duduk di sebelah Matt.“Musim panas nanti, kau akan kemana?” Tanya Harry.Matt menggeleng. “Belum terpikir.”“Bagaimana jika kita berkeliling Asia.” Ucap Mike sembari merangkul kedua sahabatnya yang tengah duduk di meja bar.“Setuju.” Ucap Harry.“Bagaimana denganmu?” Tanya Mike pada Matt.“Ide bagus.”“Aku penasaran dengan wanita Asia.” Kata Mike.“Thailand.” Kata Mike lagi. “Wanita di sana berkulit eksotik dan berbadan sekal.”“Korea.” Sahut Harry. “Aku suka mereka yang berkulit putih bersih.”“Kau Matt?” Tanya Mike dan Harry sembari menggoyangkan tubuh sahabatnya itu.Seketika Matt terbayang wajah Nina, membuatnya terdiam sesaat sambil tetap memutar ujung gelas yang ada di depannya.“Matt.”
Perlahan, wanita itu terbangun. Kepalanya sangat berat. Ia terkejut dan mengecek dirinya.“Ah, pakaianku masih utuh.” Gumamnya.‘Aku bukan pria yang memanfaatkan wanita yang sedang mabuk berat.” Suara itu muncul di hadapannya.“Kau.” Wanita itu mencoba mengingat apa yang terjadi semalam.“Kau berhutang padaku. Kau kalah dan harus menemaniku tidur selama satu bulan.” Ucap Matt sembari mendaratkan dirinya di samping wanita itu.Wanita itu masih diam.“Mattew, biasa di panggil Matt.” Matt mengulurkan tangannya di hadapan wanita itu.“Lyra.” Wanita itu membalas uluran tangan Matt.Matt tersenyum. “Well, apa aktifitasmu?”“Aku mahasiswa di Universitas XX.”Matt terus memperhatikan wajah wanita itu. Mat, hidung, dan bibirnya sama persis dengan yang di miliki Nina.“Sorenya, aku bekerja part time di sebuah cafe.&r