Share

Nina Aulia

"Matt.” Panggil Mike yang melihat sahabatnya terus menegukkan minuman ke tenggorokan.

“Jangan mabuk, Matt!”

Harry pun memperingatkan sahabatnya itu. Pasalnya Matt pria paling ribet jika mabuk, ia akan banyak bicara dan sangat menyusahkan.

“No, aku tidak mabuk.” Ucap Matt.

“Kau memang tidak boleh mabuk. Bukankah malam ini, kau ingin ke rumah besar keluarga Osborne?” Tanya Mike.

Mereka berbicara dalam bahasa Inggris.

“Hmm.” Jawab Matt singkat.

Ia memang belum mabuk sepenuhnya, hanya sedikit berat di bagian kepala.

“Sepertinya, kau mabuk Matt. Lebih baik kau ke apartemenku.” Kata Harry yang kini sudah menjadi dosen di sebuah universitas ternama di London.

Pria berkacamata itu hendak membantu Matt untuk berdiri.

“Come on, Harry. Aku tidak mabuk.” Kata Matt yang berdiri sendiri saja sampai terjatuh-jatuh.

“Seperti ini kau bilang tidak mabuk? Apa kata kakakmu, jika mereka melihatmu seperti ini.” Tegas Mike.

“Oke, bawa aku ke toilet.” Ujar Matt.

Lalu, kedua sahabatnya membawa Matt ke tempat yang ia tuju. Di sana, Matt mencuci wajahnya. Ia mencoba menetralisir alkohol yang telah ia minum. Sesekali ia menegakkan kepalanya ke atas. Sungguh hidupnya tidak punya warna sama sekali. Ia seperti bosan dengan semuanya. Ia coba meyakinkan hati untuk tidak iri saat berada di kediaman mewah keluarga Osborne itu. ia harus mempersiapkan diri agar tidak iri dengan sang kakak yang telah menemukan kebahagiaannya. Ia pun tak ingin terlihat lemah di hadapan sang kakak.

Matt mencuci lagi wajah dan sedikit mengusap rambutnya dengan tangan yang basah.

“Kau sudah lebih baik?” Tanya Harry.

“it’s ok.”

“Good.” Jawab Harry, yang langsung di angguki Mike.

“Kalau begitu, aku antar kau pulang.” Ucap mike.

Kemudian, mereka keluar dari toilet itu dan beralih ke kediaman Osborne. Mike menyetir mobil itu dan mengantar Harry hingga apartemennya. Lalu mobil itu melaju ke kediaman Osborne.

Sesampainya di sana, Matt turun. “Thanks, Mike.”

“Oke, kau sudah sangat baik?” Tanya Mike lagi.

“Sangat baik.” Jawab Matt dan keluar dari mobil itu. Ia sengaja tidak membawa mobilnya.

Perlahan, Matt masuk ke dalam rumah itu. rumah yang biasanya sepi, kini sangat ramai, hingga suara tawa terdengar dari luar pintu utama.

Di dalam rumah itu, David dan keluarga istrinya sedang mempersiapkan makan malam bersama. Sepeninggal Jason, David perginke Bali dan bertemu dengan teman kuliahnya yang berasal dari Indonesia. Lalu, ia kepincut dengan teman istri sahabatnya. Walau perjalanan cinta David pun tak semulus jalan tol. Namun, akhirnya ia berhasil mempersunting gadis asal Malang yang bernama Sari. Saat ini, ia pun sudah memiliki putrab berusia delapan bulan.

“Hai, apa kabar semua? Wow, rumah ini terlihat ramai, tidak seperti biasanya yang sepi seperti kuburan.” Ucap Matt dengan wajah yang sedikit banyak memiliki wajah yang mirip dengan sang kakak.

Tiba-tiba Matt sudah ada di ruang keluarga tanpa permisi atau salam.

“Dia adikku, Mattew.” Ucap David pada istrinya yang dan kedua orang tua Sari yang bernama Teguh dan Ratih. Kebetulan mereka juga di ajak sang kakak untuk datang ke negaranya.

“Kamu punya adik, Nak?” Tanya Ayah Sari pada menantunya. Pasalnya orang tua Sari tak pernah tahu, jika menantunya memiliki adik.

“Punya, Yah. Dia adalah anak dari istri Daddy yang kedua, setelah bercerai dari mommy.” Jawab David yang tidak menceritakan detail tentang keluarganya.

Mommy yang David maksud adalah Elvira, yang juga ada di ruangan ini.

David berbicara menggunakan bahasa Indonesia pada Sari dan keluarganya, juga pada Nina asisten rumah tangganya. Kemudian, kembali menggunakan baha Inggris pada Sam, George, dan Matt.

“Oh.”

Teguh membulatkan bibirnya, begitu pun Ratih.

“Ganteng juga sepertimu, Nak.” Sahut Ratih.

“Ibu.” Sari memperingatkan ibunya bahwa saat ini keadaan sedang tidak baik.

Walau Matt merasa dirinya baik-baik saja. Namun, yang melihatnya tahu betul bahwa dirinya tengah sedikit mabuk.

“Apa dia istrimu?” Tanya Matt yang langsung menghampiri Sari dan melihatnya dari ujung kepala hingga kaki.

“Jaga matamu! Jangan melihat istriku sepert itu!” Ucap David menghalangi Sari yang sedang berhadapan dekat dengan sang adik.

“Wow, beginilah kakakku, posesive sekali.” Ucap Matt.

“Jaga sikapmu, Matt! Jika kau macam-macam, aku tidak akan segan untuk--”

“Untuk membunuhku? Aku memang hanya seorang adik yang lahir dari wanita jalang, tapi aku tetap saudaramu bukan. Kita memiliki jiwa dari pria yang sama. Kita memiliki selera yang sama. Bukan begitu?”

“Matt.” Teriak Sam, mencoba menghentikan aksi Matt agar tidak membuat keluarga Osborne malu di hdapan keluarga istri sang kakak.

Matt pun masih waras. Ia tak akan menganggu istri David, walau ia pun menyukai wajah yang seperti itu. Ia juga sadar, jika malam ini adalah malam spesial. Ia tak akan merusaknya, karena ia pun memiliki rasa takut yang cukup tinggi pada sang kakak. Apalagi dengan trade record David sebelumnya yang cukup bengal dan brutal. Ia yakin, David akan lebih brutal jika miliknya di sentuh, sama seperti dirinya.

“Matt. Tinggalkan tempat ini!” Ujar George, berusaha melerai perseteruan adik kakak ini.

“Ini adalah rumah ayahku, berarti rumahku juga. Aku ingin menginap di sini malam ini, besok dan lusa. Aku juga ingin menyambut kedatangan keluarga kakakku. Apa itu salah?” Tanya Matt sambil mengerdikkan bahunya.

Semua terdiam. Apalagi Ratih dan Teguh yang tidak faham betul bahasanya dan kondisi yang terjadi. Ardi dan Nina juga.

Elvira, ibu kandung David yang telah di pertemukan secara tidak sengaja di Jakarta pun memilih menyibukkan diri dengan Melvin, putra pertama David yang masih berusia delapan bulan. Ia pun tak mau banyak berurusan dengan anak mantan madunya itu.

Sam bangkit dari duduknya dan menghampiri Mattew.

“Matt, jika kau menganggap kami keluarga. Maka bersikaplah seperti keluarga.”

“Oke.”

“Hai, aku Matt adik David.” Ucap Matt, sambil mengulurkan tangannya pada Teguh. Teguh pun membalas uluran tangan itu.

Kemudian ia melakukan hal yang sama pada Ratih, dan Ardi, adiknya Sari. Lalu, pada Elvira.

Matt sempat tersandung saat ingin menghampiri Elvira dan menyalaminya. Kebetulan di sana ada Nina, asisten rumah tangga yang mengasuh putra David dan membantu istrinya di rumah. Ia dengan sigap membantu Matt untuk berdiri. Matt menatap wajah wanita yang tengah membantunya berdiri. Nina pun tersenyum ke arah Matt. Senyum yang membuat jantung Matt berdesir. Matt menatap mata Nina dan sejenak tersihir oleh parasnya yang lembut dan manis.

Setelah Matt bisa berdiri tegap, Nina langsung duduk di kursi yang tadi ia duduki. Arah mata Matt selalu tertuju pada gadis Asia itu. Namun, langkahnya tetap lebih dulu tertuju pada ibu tirinya, ibu kandung David.

“Hai, Mommy El. Apa kabarmu?”

“Baik, Matt.” Elvira tersenyum.

“Hai David junior.”

Matt mencubit pipi Melvin, Putra David yang tengah di gendong Elvira.

“Hai, cantik.” Mat tersenyum pada Nina. Senyum manis dengan suara lebih lembut dari sapaannya pada yang lain dengan mengulurkan tangan seperti seorang pangeran yang tengah mengajak dansa sang putri.

Nina bingung. Ia melihat ke arah Sari dan Sari mengangguk, meminta Nina untuk menuruti pria yang ada di depannya itu. Sedangkan Ardi, sudah terlihat geram, karena Matt menggoda Nina.

“Saya Nina Aulia.” Jawab Nina dengan senyum yang manis.

“Oh, so beautyfull. Aku suka.” Matt memandang Nina dengan intens, membuat kedua bola mata Matt dan Nina bertemu.

Nina yang tak mengerti perkataan Matt pun, tetap tersenyum manis. Ia hanya menghargai Matt yang merupakan adik dari majikannya itu.

“Nina, kenapa pasang wajah seperti itu sih.” Gerutu Ardi dalam hati.

Ardi, adik Sari memang cukup dekat dengan Nina, karena setiap kali ia bertandang ke apartemen sang kakak di Jakarta, Ardi selalu di temani oleh Nina kemana pun. Dan, saat ini entah mengapa Ardi merasa cemburu, ketika Nina di goda oleh Matt, padahal di Malang, Ardi pun memiliki pacar sejak SMA.

“Sudah sesi perkenalannya. Sekarang Ayo kita makan, aku sudah sangat lapar.” Ucap George, mencairkan suasana yang menegang saat kehadiran Matt muncul.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status