Share

Sarang penyamun

Matt sudah memulai belajar bahasa Indonesia dengan Lyra. Di setiap weekend Matt tidak lagi pergi ke club dan bermain wanita. Ia lebih memilih di apartemen bersama Lyra seharian. Lyra wanita yang cukup menyenangkan, tapi entah mengapa Matt tidak memiliki perasaan apapun padanya, justru perasaan ingin menjaga wanita itu lebih besar. Mungkin insting Matt yang sejak dulu ingin sekali memiliki adik perempuan pun timbul.

“Apa Ini? Jawab aku dengan bahasa Indonesia.” Kata Lyra menggunakan bahasa Inggris.

“Kursi.” Jawab Matt.

“Ini?” Tanya Lyra menunjuk benda yang ada di sekitarnya.

“Lemari.”

“Bola.”

“Gelas.”

“Sendok.”

“Garpu.”

“Pisau.”

Lyra terus menunjuk beberapa benda di sana dan Matt dengan cepat menjawab semua benda yang Lyra tunjuk dengan menggunakan bahasa Indonesia.

“That’s good.” Lyra tersenyum.

Matt baru menghafal dua puluh kata setiap harinya. Namun, ia sendiri yang menaikkan menjadi lima puluh kata perhari.

“Good. Kau cepat menghafal Matt.”

“Itu bukan hal yang sulit, Lyra.”

Keduanya pun tertawa dalam keadaan duduk di lantai yang di lapisi karpet dengan buu-bulu tebal. Lyra melipat kedua kakinya, sedangkan Matt bersandar pada sofa sambil menopangkan tangannya pada lututnya.

Ting Tong

Bel apartemen Matt berbunyi. Matt pun berdiri dan segera membuka pintu itu.

“Hah, kalian.” Desah Matt malas ketika melihat Mike dan Harry berdiri di luar pintu.

Mike memang ingin sekali bertemu dengan Lyra. Sedangkan Harry hanya mengikuti sahabatnya, karena kebetulan weekend ini ia tidak punya kegiatan apapun. Mike dan Harry langsung mengekori Matt dan masuk ke dalam.

Senyum Mike langsung mengembang tatkala melihat wanita yang memang ia ingin temui.

“Hai, Lyra.” Mike melambaikan tangannya pada Lyra.

“Hai.” Lyra pun tersenyum dan ikut melambaikan tangannya, membuat jantung Mike kembali berdetak kencang. sungguh senyum Lyra sangat menggoda Mike.

“Mereka teman-temanku.” Kata Matt memperkenalkan Mike dan Harry pada Lyra.

“Apa kami temanmu? Bohong, kami lebih dari sekedar teman.” Sanggah Mike.

“Ya, aku mellihat kalian di club waktu itu.” Jawab Lyra. Lalu Lyra menyambut uluran tangan Mike dan Harry bergantian.

“Jangan kau percaya pada mereka, Lyra. Mereka semua br*ngsek.” Ucap Matt pada Mike dan Harry.

“Tapi tidak sebr*ngsek dia.” Jawab Harry menunjuk ke arah Matt.

Lyra dan Mike tertawa. Namun, Matt membulatkan matanya sambil meneguk minuman kaleng yang tergeletak asal di meja itu.

“Aku br*ngsek dengan wanita yang memang senang di permainkan.” Jawab Matt santai.

“Jadi aku di kelilingi pria br*ngsek?” Tanya Lyra yang justru malah tersenyum dan tidak ada ketakutan sama sekali karena berada di sarang penyamun.

Ketiga pria itu pun tertawa.

Semakin hari Lyra pun semakin dekat dengan Mike dan Harry, terutama Harry karena ternyata Lyra adalah mahasiswa yang berkuliah di tempat Harry mengajar. Hanya saja Lyra berbeda fakulatas dari fakultas yang Harry ajarkan, sehingga mereka hampir tidak pernah bertemu kecuali jika janjian.

Satu tahun berlalu. Matt semakin mahir berbahasa Indonesia. Begitupun dengan Mike yang juga selalu ikut sesi belajar bersama Lyra. Sedangkan Harry hanya sesekali mengikuti, sehingga ia hanya bisa sedikit-sedikit saja.

“Matt, ada kabar gembira.” Kata Mike saat ia masuk ke ruang kerja Matt.

Malik menoleh ke arah sahabatnya itu, walau ia tengah fokus di layar laptopnya. “Ketuk dulu sebelum masuk.”

“Ada hotel bintang lima yang akan menjual sahamnya sebesar lima puluh persen. Kau pasti tertarik?”

“Tidak, aku tidak tertarik menginvestasikan uangku di bidang pariwisata. Bidang itu sudah banyak pemiliknya di sini dan orang-orang yang memilikinya pun cukup kuat.”

“Hei, bukan untuk di negeri kita. Tapi di Bali.” Ucap Mike dengan wajah berbinar.

Matt sangat senang. Wajahnya langsung berseri ketika Mike menyebut negara tempat Nina berada.

“Kau yakin?”

Mike mengangguk. “Sangat yakin. Kau tahu, pemilik hotel itu mengalami kebangkrutan dan sekarang dia membutuhkan investor. Jika kau mau, kita bisa membeli seluruh saham hotel itu nanti. Tapi sekarang kita beli lima puluh persen dulu.”

Matt berdiri dari kursi kebesarannya dan mengahampiri Mike. “Kerja bagus, Mike.”

“Deal.” Mike mengulurkan tangannya.

Matt tersenyum lebar. “Deal.” Tangannya ikut menjulur membalas uluran tangan Mike.

Matt tersenyum menyeringai, langkahnya kini semakin dekat dengan tujuan hidupnya.

“Oiya, Matt. Lyra tidak pernah lagi datang ke apartemenmu?” Tanya Mike, sebelum ia keluar dari ruangan Matt.

Matt kembali berjalan ke kursi kebesarannya. Ia mengangakat bahunya. “Entahlah, sepertinya ia sibuk kuliah.”

“Kau sudah selesai belajar bahasa Indonesia padanya?” Tanya Matt lagi.

Matt mengangguk. “Hanya di perlancar sedikit. Jika aku menetap lama di sana mungkin akan semakin lebih baik.”

“Ah, aku merindukan Lyra, Matt.”

“Awas, kau macam-macam dengannya.” Ancam Matt pada sahabatnya yang memang juga sering bergonta ganti wanita walau selalu menggunakan dengan cara aman.

“Aku berani sumpah Matt. Jika aku mendapatkan Lyra, aku tidak akan lagi berurusan dengan wanita-wanita yang lain.”

Matt mencibir.

“Kau tidak percaya?  Bukankah kita sama, merindukan wanita yang akan membawa kita untuk selalu ingin pulang.”

Matt dan Mike tertawa. Mereka benar-benar sahabat sehidup semati. Mike keluar dari ruangan itu setelah bertos ria dengan sahabatnya.

“Mike.” Panggil Matt sesaat sebelum Mike membuka pintu ruangan itu.

“Kau harus benar-benar memastikan hotel itu jatuh ke tangan kita.”

“Siap, boss.” Jawab Mike dengan menaikkan alisnya.

Matt tersenyum.

Entah mengapa ia ingin sekali berada di negara itu. sepertinya ia pun ingin melepas lelah dan ingin berpindah. Karena berada di negara ini membuatnya terikat dengan perusahaan sang ayah yang sangat membosankan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status