Di saat Ki Pawang Api menggiring sapi-sapinya menuju pulang, rombongan pasukan yang dipimpin oleh Arjunatama Cula Garang datang dan menghentikan rombongan sapi.“Berhenti, Kisanak!” seru Cula Garang yang berkuda bersama sejumlah prajuritnya, sementara yang lain berlari-lari kecil.Pasukan pun berhenti, tapi tidak mode mengepung serius. Mereka hanya mengepung posisi tanpa ada ancaman senjata kepada Ki Pawang Api dan komunitas sapinya.Saat itu, tidak terlihat keberadaan empat orang anggota Lima Tangan Maut dalam rombongan pasukan. Dengan dalih ingin memakamkan rekan mereka yang mati dibunuh oleh pemuda cadel, Lima Tangan Maut tidak ikut ke Lembah Jepit.“Kisanak, siapa kau?” tanya Cula Garang tanpa turun dari punggung kudanya.“Aku penggembala sapi, Gusti,” jawab Ki Pawang Api santun dan merendah.“Siapa namamu?” tanya Cula Garang lagi.“Namaku Ki Pawang Sapi,” jawab Ki Pawang Api agar namanya tidak terdengar keren.“Kau mau ke mana?”“Pulang.”“Pulang ke mana?”“Ke rumah.”“Rumahmu di
“Siapa namamu, Tabib?” tanya Cula Garang, di saat para prajuritnya menggeledah rumah Tabib Juku Getir.“Tabib Juku Getir, Gusti,” jawab sang tabib.Beberapa prajurit keluar dengan wajah mengerenyit, bahkan memencet hidung besarnya, setelah mereka keluar dari dalam rumah Tabib Juku Getir.“Rumah ini kosong, Arjuna!” lapor seorang prajurit sambil memencet hidungnya sehingga terdengar sengau dan lucu. Dia menutup hidungnya karena tidak tahan mencium bau minyak obat di dalam rumah.“Jika kalian mencari Anggar Sukolaga, dia sudah pergi,” kata Tabib Juku Getir.“Sudah pergi? Aku dengar dia terluka parah. Setidaknya butuh istirahat beberapa hari. Kenapa kau biarkan dia cepat pergi jika ingin menolongnya?” debat Cula Garang.“Mohon maaf, Gusti Prajurit. Dia memang terluka parah, tapi sepertinya dia buru-buru. Dia dibantu oleh seorang pemuda….”“Pemuda yang bicaranya cadel?” terka Cula Garang memotong perkataan sang tabib.“Benar, Gusti,” jawab Tabib Juku Getir.Sementara itu, Ki Pawang Api da
Di dalam gelap-gelapan waktu subuh yang tanpa penerangan cahaya api itu, insting menolong membuat Ardo Kenconowoto refleks melompat cepat menjangkau tubuh wanita yang tanpa sengaja kakinya terperosok, membuat si wanita oleng ke belakang lalu jatuh ke arah bawah, yaitu air sungai yang mengalir.Bluk! Jbur!Ardo berhasil menangkap peluk tubuh si wanita, tetapi tetap saja mereka berdua jatuh ke air sungai.Meski berpengalaman di sungai karena sejak kecil hidup di lingkungan sungai, tetap saja Ardo cukup gelagapan ketika masuk ke air yang gelap.Namun, dalam insiden yang terjadi dengan cepat tersebut, ada kejanggalan yang Ardo rasakan. Ketika dia menangkap tubuh si wanita, dia sangat jelas merasakan kulitnya menempel langsung dengan kulit si wanita, terutama merasakan dua benjolan besar yang empuk pada bagian dada. Ardo juga bisa merasakan bahwa wanita itu masih berkain pada bagian bawahnya. Ardo menduga kuat, wanita itu hanya tidak berbaju saja, dalam arti polos dari perut ke atas, tapi
Pagi-pagi Desa Guling sudah ramai, karena memang hari ini ada acara Pertandingan Kepala Mati, sebuah acara kompetisi sederhana yang diadakan sepekan sekali.Pertandingan Kepala Mati selalu ramai peminat. Bukan hanya para lelaki Desa Guling yang turun bertanding, sejumlah jagoan dari beberapa desa terdekat datang ikut unjuk kemampuan. Ramainya peminat tidak lepas dari pertandingan yang sifatnya bersahabat kepada orang biasa, tidak mesti harus seorang pendekar karena tidak ada adegan adu jotos. Mereka hanya adu tahan napas dengan sedikit sepak-sepakan.Biasanya, pendaftar ada lebih dari seratus orang. Pendaftaran yang gratis jelas membuat banyak orang yang ingin coba-coba, meski kemudian hampir semuanya gugur. Hanya para peserta yang serius saja yang bisa terus lolos hingga ke babak dua puluh besar.Turnamen yang sudah menjadi budaya pekanan Desa Guling membuat panitia yang dipimpin oleh Kepala Desa Guling, Totor Gema, sudah ahli dalam mengurus turnamen tersebut.Hadiah yang diperebutka
“Di saat kepala berada di dalam air, peserta boleh menendang lawan di sebelah dengan syarat tidak boleh menendang gentong. Jika ada tepukan tiga kali, berarti dialah pemenangnya. Jika peserta mengeluarkan kepalanya dari dalam air sebelum tiga tepukan, dianggap gugur!” seru Lulala menyebutkan aturan mainnya.Ardo Kenconowoto menyimak dan mengingat-ingat dengan baik aturan pertandingan. Dari teras rumah yang menjadi tribun kehormatan, Kenanga tidak henti-hentinya melirik kepada Ardo yang kalem. Ketika Ardo sesekali memandang ke tribun, Kenanga cepat pura-pura mengedarkan pandangannya.“Lima peserta pertama! Aling Kimaaa!”“Yaaa…!” sorak para penonton lelaki menyambut disebutnya nama itu oleh Lulala.Ternyata yang naik ke atas panggung adalah wanita tinggi besar yang sempat Ardo lihat. Dengan penuh semangat wanita itu naik ke panggung lalu menyapa para penonton dengan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Dia menghadap ke semua arah. Sepertinya wanita bernama Aling Kima itu jadi pese
“Tarik napaaas!” teriak Lulala sambil mengangkat tinggi tangan kanannya yang memegang pemukul gong.Kelima peserta pun menarik napas sebanyak-banyaknya, membuat dada-dada mereka mengembang dan membusung.Jika tadi kaum lelaki mendominasi kehebohan, kali ini kaum hawa yang mendominasi kebisingan, meski mereka adalah penonton minoritas. Fenomena itu tidak lain karena kehadiran Ardo Kenconowoto sebagai peserta.Gong!Lulala memukul gong dengan kencang. Maka kelima peserta itu serentak membungkuk, memasukkan seluruh kepalanya hingga leher ke dalam air gentong.Dak! Dak!Belum sampai tiga hitungan, Ardo merasakan paha kanannya ada yang menendang. Dia langsung menduga bahwa yang menendangnya adalah Terong Ireng yang berposisi di sebelah kirinya.Namun, Ardo bergeming. Dia sudah siapkan strategi, yaitu menguatkan kuda-kudanya.“Awas, Aldooo!” teriak Kenanga dan para wanita lainnya, ketika Pulung Ungut yang berkaki panjang bergerak menendang Ardo.Totor Gema dan istrinya terkejut. Ini pertama
Akhirnya, semua peserta Pertandingan Kepala Mati sudah menjalani pertandingan dengan berbagai insiden di atas panggung yang menghibur. Ada sebanyak 26 peserta yang menjadi pemenang di fase penyisihan. Semua pemenang itu otomatis masuk 20 besar, meski jumlahnya lebih dua puluh. Untuk pertandingan antar pemenang, babak dua puluh besar memiliki format satu lawan satu. Jadi akan ada tiga belas pertandingan berikutnya yang akan memperebutkan 13 kemenangan lagi. Sebelum pertandingan one to one dilaksanakan, panitia harus mengumpulkan dulu modal pertarungan 20 besar. Masing-masing peserta harus membayar 15 kepeng. Lulala mengabsen para pemenang satu per satu untuk naik ke panggung menyerahkan pembayarannya. Para pemenang yang dipanggil segera naik ke panggung, menyerahkan 15 kepeng ke sebuah ember kayu, sehingga di dalam ember itu menumpuk kepeng yang banyak. “Anger Jogo!” panggil Lulala. Pemuda tampan yang bernama Anger Jogo segera naik ke panggung. Pemuda itu adalah kakak dari Kenanga
Dak!Blek!Hantaman cukup keras di punggungnya mengejutkan Ardo, sampai-sampai tubuhnya terhentak kaget. Semua penonton jadi ikut terkejut, menyangka Ardo akan gagal bertahan.Di dalam air gentong, ada sedikit air yang menyusup masuk ke dalam mulut Ardo, tetapi itu tidak membuatnya tersedak dan wasit pun tidak melihat adanya kondisi yang dianggap melanggar.Kenanga dan para pendukung Ardo jadi cemas melihat serangan yang kena sasaran itu.Jika lawan bisa menjangkau punggungnya, Ardo sendiri bingung harus berbuat apa. Jika kaki yang kena, dia masih bisa menjauhkan kakinya dari lawan, tetapi punggung, jelas tidak bisa. Dia pun bingung cara melindungi punggungnya karena dia tidak bisa melihat lawannya.Akhirnya, tidak ada cara lain bagi Ardo selain bertahan dengan diam-diam mengalirkan tenaga dalam ke punggungnya, demi mengantisipasi jika ada hantaman lagi.“Haaah!” pekik Aling Kima sambil mengangkat kepalanya keluar dari air gentong. Itu menunjukkan bahwa wanita itu menyerah.“Aduuuh!”